GEA YANG SAKIT

30 17 13
                                    

Setelah kejadian bullying yang dialami Gea, gadis itu masih enggan untuk masuk kuliah. Gea sadar kalau pernikahannya memang harus diketahui.
Akibat peristiwa pembullyan, kejadian itu menyadarkan Gea. Ia harus memperbanyak waktu bersama dengan Afaska. Gadis itu harus menunjukkan kemesraannya di depan umum. Hal itu akan ia lakukan agar mereka yang nanti menghinanya akan merasa malu. Terlebih sekumpulan mahasiswa tidak berguna seperti Reva dan kawan-kawannya.
Hari ini Gea ingin menghabiskan waktu satu hari bersama Afaska. Sudah lama dirinya tidak menghabiskan waktu berdua.
Afaska awalnya enggan untuk menuruti permintaan Gea. Namun dengan berbagai bujukan serta ancaman akhirnya Afaska mengabulkannya. Tanpa dosa, Gea mengancam akan menghabiskan waktu bersama Rengga jika Afaska masih tidak mau menurutinya.
Tuntutan pekerjaan membuat Afaska bimbang. Antara harus menuruti kemauan Gea yang memintanya pergi kencan seharian atau terus fokus pergi bekerja. Sepertinya istrinya ini sudah tahu titik kelemahannya.
Diam-diam Gea sudah menyusun berbagai rencana untuk acara kencan full timenya.
Ada beberapa tempat yang nantinya akan mereka kunjungi. Afaska hanya menggelengkan kepala melihat istrinya mengeluarkan secarik kertas panjang. Moment itu mengingatkannya dulu waktu dirinya menemani sang bunda ke pasar. Ternyata buah jatuh tak jauh dari pohonnya.


***


"Gue nggak nyangka lo berbuat senekat itu."
Andika menghampiri Putri yang terduduk di pojok rooftop gedung fakultas.

Adegan ini hampir sama dengan kejadian sewaktu mareka masih SMA. Putri menangis di pojok tangga lantai atas dekat atap sekolah. Hanya saja untuk hari ini tak ada isak tangis. Putri hanya diam. Gadis itu menatap kosong ke arah depan.

"Pasti lo mikir kalau gue pelakunya."
Andika ikut duduk di samping gadis itu. Ia mengikuti arah pandang Putri yang hanya melihat hamparan udara.

"Gue awalnya mikir udah salah ngehibur orang. Gue pikir lo yang jadi pihak tersakiti. Tapi gue lupa cerita dari sudut pandang Gea. Gue baru nyadar kalau masalah akan muncul tak ayal disebabkan oleh dua orang. Sedangkan gue cuma berpihak pada salah satunya."

"Tapi gue kembali mikir. Semua orang nggak akan mau jadi orang kedua di cerita siapapun. Padahal mereka bisa menciptakan dunia dia sendiri dengan dirinya sebagai tokoh utama. Kenapa lo nggak buat itu?"

"Lo yakin gue bisa jadi tokoh utama?"
Andika mengangguk. Putri tertawa melihat respon Andika, baginya semua pesan yang tersirat seakan lelucon.

Di dunia ini orang kedua yang selalu tersakiti, dan orang itu akan berakhir dengan dua cara. Melanjutkan hidup untuk menjadi orang kedua untuk pasangan orang lain, atau memisahkan raga dan jiwa agar kembali tidak tersakiti. Putri mungkin akan memilih opsi yang kedua. Dirinya sudah lelah. Ia tidak ingin mengulangi kesalahan lagi.

"Jangan coba hibur gue lagi, Dik. Gue nggak mau ngerasa ada harapan hidup untuk yang kesekian kali tapi akhirnya hati ini kembali tersakiti. Gue udah lelah."
Andika menarik paksa Putri. Memposisikan gadis itu agar duduk tegak menghadapnya. Putri yang semula menunduk terkejut melihat pergerakan Andika. Di tatapnya mata hitam itu. Ada pancaran harapan hidupnya di mata laki-laki itu.

"Dengerin gue baik-baik, Put! Selama ini gue nggak ngerasa sia-sia ngehibur lo. Lo yang sedih emang butuh mendapat perhatian. Di mata gue semua manusia sama. Perlu dihibur dan berhak jadi tokoh utama!" ucap Andika mantap.

"Siapa yang akan jadi peran utama lain di hidup gue, Dik? Siapa yang mau cewek egois kayak gue, Dik? Siapa?!" Putri berteriak. Dia ingin meluapkan semua keluh kesah hatinya. Pertahanan gadis itu luruh juga. Dia memeluk Andika, dan menangis sejadi-jadinya di pelukan laki-laki itu.

"Gue mau, Put."
Bisikan Andika sukses membuat tangisan Putri berhenti. Diurainya pelukan itu dan kembali di tatap sorot mata hitam yang teduh itu. Tak ada kebohongan di sana.

AFASKA {Sudah Terbit}Where stories live. Discover now