Chapter 19

19 1 10
                                    

Loid mengantar Nana kembali ke hotel karena perempuan itu yang memintanya. Awalnya Loid ingin membawa Nana ke rumah sakit untuk merawat lukanya, tetapi Nana mengatakan bahwa dia baik-baik saja.

Sesampainya di hotel, mereka berdua mendapat sambutan dari Hideo dan Rei yang tengah berada di lobi. Begitu melihat kedatangan Nana dan Loid, penuh emosi Rei pun langsung memukul wajah Loid.

Buuaagh!!

Seketika lelaki yang mengenakan setelan jas berwarna cream itu terjatuh.

"Haaahh??!" Nana pun terlonjak melihat tindakan suaminya. Kemudian berjongkok untuk menolong Loid. "Kamu tak apa-apa?"

Melihat sang istri yang malah sibuk memberi perhatian kepada pria yang Rei benci membuatnya seketika semakin gelap mata. Rei pun mendatangi Loid untuk memukulinya lagi.

"Kyaaaa!!" Nana pun berusaha melerai dengan mendorong tubuh Rei. "Apa kau gila?"

"Menjauhlah!" Pinta Rei dengan tatapan tajamnya yang seakan menembus batin.

"Aku tidak mau," tolak Nana. Wajahnya menyiratkan ketakutan sehingga dia lebih memilih berlindung kepada Loid.

Hal tersebut tentunya semakin memancing kecemburuan dan jiwa lelakinya. Kini Rei berada di ambang batas toleransinya. Egonya menolak untuk memahami situasi ini.

Di sana Loid yang telah bangkit sambil mengusap darah di sudut bibirnya mulai membalas tatapan mematikan Rei.

"Kau pikir kau hebat?! Kembalikan istriku jika kau masih ingin hidup."

Ancamannya terdengar nyata. Hideo bahkan tak pernah melihat Rei dalam mode menakutkan seperti ini.

Dan Loid hanya menanggapi santai. "Aku tak pernah mengambilnya secara paksa seperti yang kau lakukan kepada Yor. Kau pikir semua pria sama sepertimu? Aku takkan memperlakukan Nana serendah seperti yang selama ini kau lakukan padanya."

"Kau tahu apa, brengsek!!!" Pekik Rei seiring kepalan tinjunya yang berniat kembali melayang pada Loid.

Beruntung Hideo buru-buru menahan tubuh lelaki itu dan mencoba menenangkannya. Sungguh situasi di sana begitu kelam dan mengerikan. Loid dan Rei masih saling menatap penuh api.

"Tolong hentikan!" Nana pikir dia perlu mengakhiri atau mereka akan menjadi tontonan orang-orang di sekitar.

"Nana, aku..." Loid menjeda ucapannya saat perempuan itu berbalik menatap sendu.

"Terima kasih untuk hari ini. Aku minta maaf atas sikap suamiku. Jaga dirimu baik-baik." Nana pun memberi hormat dengan sedikit membungkukan badan sebelum pergi meninggalkan lobi.

Sementara itu Loid pun memilih segera berlalu. Bukan saatnya melayani Rei yang hanya memancing peperangan. Pria itu entah kenapa sulit untuk diajak kompromi.











*****










"Dahimu....biar aku yang merawatnya." Rei membawakan kotak P3K untuk mengobati luka di dahi Nana.

"Aku tak apa-apa. Ini hanya luka kecil. Dulu aku pernah mengalami yang lebih buruk." Nana pun membuka koper miliknya untuk memasukan pakaian dari lemari.

"Apa yang ingin kamu lakukan dengan koper itu?"

Terus berusaha bersikap tenang. Nyatanya tak mudah bagi Rei ketika istrinya menolak untuk berkompromi.

"Aku akan kembali ke Jepang malam ini."

Jawaban Nana membuat Rei terkesiap panik. "Takkan aku izinkan!"

Nana pun tertawa perih. "Sejak kapan aku butuh izinmu untuk melakukan sesuatu? Ahh ya. Aku bahkan sampai lupa bahwa aku punya suami."

Kotak P3K yang dibawanya lantas diletakan di atas tempat tidur. Rei pun menghampiri Nana yang sibuk menata pakaian dan barang-barangnya.

Bruugh!!

Rei menutup koper untuk menghentikan tindakan istrinya. Seketika Nana pun terhenyak.

"Aku minta maaf atas segalanya. Aku mohon jangan pergi!"

Nana yang sebelumnya berjongkok pun perlahan bangkit untuk dapat menatap suaminya. "Ini pertama kalinya aku mendengarmu minta maaf. Apa ini akting? Kamu melakukannya karena tak ingin bercerai, bukan? Ahh...tentu saja Rei Furuya berniat menjadikanku boneka selama hidupmu. Istri yang bodoh, cengeng dan menjadi beban. Dibanding mantan pacarmu atau istri Loid, aku memang tak ada apa-apanya. Kamu menikahiku karena aku mudah untuk disingkirkan."

"Aku minta maaf atas semua hal yang terjadi! Rei menegaskan kembali keinginannya.

Namun lagi, itu tak lantas membuat Nana iba atau pu mawas diri. Dengan sikap yang dingin, Nana pun segera mengunci kopernya dan menariknya. Tidak dipedulikan lagi jika nantinya Rei akan menghalangi atau pun melakukan cara lain

"Aku pernah berpikir bahwa menikahimu merupakan hal yang menyulitkan. Aku sering mengabaikanmu, tapi kamu selalu menungguku. Bahkan saat kamu kehilangan bayi di perutmu karena kesalahanku, kamu masih saja berusaha agar aku tak merasa bersalah atas hal itu." Rei menarik napas dalam-dalam untuk sekadar menata intonasi suaranya. "Aku selalu meninggalkanmu, tapi kamu tak pernah meninggalkanku."

Sambil berjalan perlahan membelakangi Rei, air mata Nana telah tumpah sejak tadi. Dia tak berniat untuk kembali menoleh karena baginya semuanya sama saja. Mereka tak lagi bisa diselamatkan.

Hingga saat Nana membuka handle pintu kamar hotel untuk keluar. Rei pun berteriak,

"I LOVE YOU, NANA!"

Langkah Nana sempat tercekat oleh kata-kata yang baru pertama kali didengarnya. Rei yang menikahinya atas keterpaksaan dan tak pernah sekalipun menyuarakan perasaan. Kehidupan mereka yang terlihat hampa dan berpura-pura bahagia.

Rei pun mendekat untuk kembali menegaskan, "....dan kau juga mencintaiku, Nana."

Tangan Nana menggenggam erat handle pintunya. Linangan air matanya membanjiri wajah saat dia memutuskan untuk membuka pintu dan meninggalkan tempat itu.








🌻🌻🌻







Note :

😭😭😭

Tak mau kehilangan tapi lelah berjuang....

The Stranger From Hell ✔️ Where stories live. Discover now