14. Orang tua yang jahat

3 2 0
                                    

Angin yang menghembus, suara burung Berkicauan, suara deburan ombak yang begitu tenang, dan suasana senja yang begitu indah. Suasana pantai yang begitu indah di sore hari, saat langit berwarna jingga. Saat itu matahari mulai tenggelam perlahan.

Laki-laki itu sedang menaburkan bunga ke arah laut. Mengingat kenangan seseorang yang telah di ambil oleh laut. Setelah menaburkan bunga, ia  duduk di pasir pantai, menghadap ke arah laut dan langit yang berwarna jingga.

Air mata laki-laki itu mengalir dengan deras. Kenangan itu terus berada di ingatkan nya. Kenangannya saat bersama seseorang yang berharga di hidupnya. Laki-laki utu adalah Aland.

"Laut, mengapa engkau mengambil nya? Mengapa engkau menginginkannya?. Aku yang berhak berada disisinya. Aku yang berhak menjaganya." Lirihnya.

"Indah melati, anak terakhir Alina Revina. Dan dia adalah adiku, Aland Revano mahendra. Dia adik satu-satunya yang aku punya. Dan engkau bukan siapa-siapa nya dia." Air matanya mengalir lebih deras.

Seorang perempuan tak sengaja melihatnya dari jauh. "Indah melati? Adik kak Aland?." Perempuan itu tersenyum jahat.

●●●


Inaara membuka pintu rumahnya. Ternyata sudah ada kedua orang tuanya di sana. Raut wajah Inara terlihat takut. Ia terpaksa pulang terlambat karena penyakitnya yang semakin tidak membaik. Dokter menyatakan bahwa hidup Inara tidak akan lama. Tapi semoga Tuhan berkata lain.

Rangga dan Nara menatap Inara tajam. "Kenapa pulang malam?" Tanya Rangga.

"Ma-maaf ayah, bunda. Ta-tadi ada urusan." Nara tiba-tiba saja berdiri.

"Urusan apa sampai pulang jam segini? PACARAN KAMU, HAH?!!" Bentak Nara. Inara sangat ketakutan. Rangga ikut berdiri, ia mendekati anaknya.

"Kamu anak gak tahu diri!!" Rangga memukul wajah anaknya itu, dengan kepalan tangannya.Ia memukul sangat keras.

"Sa-sakit ayah.. Hiks hiks." Ucap Inara dengan  tangisannya.

"AYAH GAK PEDULI!!! SAMPAI KAPANPUN AYAH GAK MAU PUNYA ANAK KAYAK KAMU!!! COBA AJA TUHAN TAKDIRIN KAMU ITU MATI!! LEBIH BAIK KAKAK KAMU YANG HIDUP DAN KAMU YANG MATI!!!" Sesak rasanya. Inara jadi ingin tahu, apakah dunia juga ingin ia mati?

Inara berlari ke arah kamarnya. Di saat itu, ia mengunci pintu kamarnya. Ia menangis di kamarnya. Namun ia tak berani menangis sangat keras.

"Dulu, waktu kamu umur satu tahun, ayah kamu yang paling suka bikin kamu ketawa." Inara teringat dengan Ucapan neneknya, dulu saat masih hidup.

"A-aku suka ayah yang su-suka bikin aku ketawa... Hiks hiks. Sakit ayah, sakit. Hhh hiks hiks. Kemana ayah yang dulu, kemana bunda yang dulu?." Kebahagiaan Inara hanya cukup sampai ia masuk SD. Setelah masuk SD, Inara lebih sering di hina oleh orang tuanya, karena nilainya. Ia selalu di bandingkan oleh kakaknya. Beruntung kakaknya selalu membelanya.

Darah mengalir dengan deras dari hidung Inara. Pandangan matanya buram, kepalanya sangat sakit.

"Jangan sekarang Tuhan.." Lirih Inara.

●●●

Perlahan, mata Inara terbuka. Saat sepenuhnya terbuka, ia menatap ke arah sekitar. Ia berada di kamar rumah sakit. Seorang dokter Roni, dokter yang selalu memeriksanya.

"Kamu di bawa sama ibu kamu, tapi dia langsung pergi." Ucap Dokter Roni.

"Dokter sudah kasih tahu penyakit saya?." Tanya Inara.

"Tadi saya ingin memberi tahu, tapi ibu kamu keburu pergi. Kenapa? Mau saya kasih tahu ibu kamu?." Tawar dokter Roni.

"Jangan dok! Lebih baik saya aja yang tahu."

"Kenapa?." Tanya Dokter Roni.

"Kalau mereka tahu, nanti waktu aku meninggal mereka sedih dok." Beri tahu Inara.

"Tapi Tuhan bisa berkata lain, Inara." Meskipun kanker darah stadium empat tak bisa di sembuh kan, tapi Tuhan bisa berkata lain. Manusia mempunyai takdir nya masing-masing. Dan semua, Tuhan yang atur.

Nara menemui Aland di taman rumah sakit. Ia sudah menghubungi Aland lewat handphone Inara.

"Ohh, jadi kamu, pacar anak saya, ehh magsud saya Anak lemah itu." Nara memperhatikan penampilan Aland dari atas sampai bawah.

"Saya bukan pacar anak tante, tapi saya orang yang selalu menyembuhkan luka anak tante. Tante sebagai seorang ibu itu gak pantes hina anak tante. Ngapain tante cape-cape lahirin anak tante, kalau ujungnya juga tante hina anak tante." Aland baru menemukan ibu seperti Nara.

"Siapa kamu, atur-atur saya? Saya juga sebenarnya gak mau lahirin dia. Dia gak guna hidup di dunia ini. Oh iya, kamu itu jelek, dan kamu gak pantes di seket dia. Dia itu gak ada gunanya." Beri tahu Nara.

"Tante, saya gak peduli dengan penampilan saya. Tapi saya peduli dengan anak tante. Dia itu terlalu banyak mendapatkan luka. Tante gak tahu, kalau di sekolah, anak tante suka di bully, Dia gak punya temen di sekolah, Dia selalu di paksa ngerjain tugas orang lain, Dia di siksa di sekolahnya."

"Saya bener-bener gak peduli sama dia. Saya gak bisa atur hidup dia." Sebenarnya, Nara tak sanggup menghina anaknya sedari tadi. Tetapi seperti ada yang menyuruh nya untuk terus menghina anaknya. Karena sudah tak sanggup Nara lebih memilih untuk pergi.

"JANGAN SAMPAI ANAK TANTE LUPA SAMA YANG NAMANYA BAHAGIA!!" Teriak Aland, saat Nara pegi.

Bersambung

●●●

Hai guys..... Apa kabar kalian?

Aku agak kesel sebenernya sama orang tuanya Inara. Tapi kan aku yang bikin ceritanya ya?!! Gimana sih?!! Haha

Vote dan komen ya... Semoga cerita ini kalian baca terus sampai ending..

Diary for AloneWhere stories live. Discover now