30. Versi Terbaik

1.5K 228 64
                                    

___________________________________________

Sebagian orang membenarkan bahwa mereka membenci hari senin.

Namun, Marsha tidak. Justru ia selalu senang dengan hari senin, karena hari-hari terbaiknya jatuh pada hari senin. Orion lahir di hari minggu malam pukul setengah dua belas—dan Marsha menyambut hari seninnya sebagai seorang ibu, memang tidak sempurna dan kelahiran anaknya pun waktu itu—tidak bisa dibilang lancar.

Orion lahir di usianya yang baru menginjak 29 minggu. Dirinya mengalami persalinan spontan, persalinan yang terjadi lebih awal dari prediksi Dokter. Pemicunya adalah Preeklamsia, Preeklamsia sendiri merupakan peningkatan tekanan darah dan kelebihan protein dalam Urine, jika tidak ditangani secara cepat, preeklamsia sendiri bisa menyebabkan komplikasi yang berbahaya.

Meski begitu, Marsha seringnya merasa bersyukur, karena ia dan Orion masih bisa hidup dengan baik sampai hari ini.

Sebenarnya, pertemuan pertama dengan Ayah Orion juga terjadi di hari senin—hampir sepuluh tahun yang lalu. Tidak ada yang bisa menyangka, jika seorang siswa di barisan belakang yang doyan mengemil biji bunga matahari ketika upacara bendera di hari senin itu—akan menjadi ayah dari anaknya, meski dengan cara ajaib mereka menghasilkan Orion ke dunia.

Meski sepanjang waktu sekolah mereka hanya kenal satu sama lain, terlebih Azizi merupakan sepupu dari kekasihnya saat itu, Marsha tetap mengenali orang itu dengan baik, bahkan diam-diam ia ingat banyak kebiasaannya ketika di sekolah, seperti tanpa ia sadari, Azizi mengambil secuil hatinya.

Kehadiran pria itu, bukan sesuatu yang harus diabaikan. Dia punya postur tubuh yang tinggi, dengan dua alis tebal dan mata kecilnya yang sayu—sebenarnya, Marsha tahu dia bocah yang punya mata fleksibel untuk tidur, tak jarang Marsha menemukan cowok itu tidur di perpustakaan, di bangku plastik tukang bakso—bahkan tidur di Mushalla sekolah. Di manapun dan kapanpun, orang itu juga senang mengunyah permen karet dan lucunya, dia benci Mie goreng.

Marsha sewaktu sekolah adalah definisi gadis budak cinta yang mengekori pacarnya ke mana-mana bahkan rela menunggui pacarnya selesai dengan ekskul basketnya, meski duduk malu-malu dan sembunyi di pojokan. Seringnya, Aldo memang tak suka memamerkan Marsha sebagai kekasihnya. Dulu, Aldo seorang Kapten Basket di sekolah dan digemari banyak siswi.

Sehari-harinya waktu Aldo dihabiskan bermain basket, lalu Marsha berinisiatif untuk membawakan bekal untuk pacarnya, meski Marsha tahu bahwa Aldo tak akan memakan semuanya dan skill Marsha pada saat itu juga belum seenak sekarang. Karena Marsha orangnya malu-malu dan tak biasa menyapa Aldo ketika ia sedang berlatih, satu-satunya manusia yang bisa ia andalkan untuk memberikan bekal kepada Aldo adalah Azizi. Azizi seperti jadi kurir bagi Marsha.

"Buat gue, mana?" Azizi menyipitkan mata kecilnya ketika menerima lunch box dari Marsha untuk Aldo. "Jadi kurir tapi enggak pernah dapat bayaran."

Waktu itu, Marsha buru-buru merogoh saku seragamnya.

"Weh, mau apa?" Azizi buru-buru mendorong tangan Marsha ketika Marsha siap memberika dua lembar uang lima ribuan.

"Mau dibayar kan?" Tanya Marsha dengan lugu.

"Maksudnya, masakin gue juga kek. Kasihan amat gue. Lo tahu enggak, Sha? Nyokap gue di rumah tuh enggak bisa masak, jadi, gue enggak pernah dimasakin, dibikinin lunch box kayak gini." Ujar Azizi dengan wajah sok sedihnya. "Makanya, entar gue mau kuliah ambil culinary."

"Biar bisa masakin nyokap?"

"Ya. Biar bisa masakin nyokap, istri dan anak gue lah. Keren enggak sih, gue?"

"Future Chef banget ya?" Marsha mencibir.

"Iyalah." Azizi membusungkan dadanya. "Entar kalau gue udah jadi Chef, lo boleh jadi pelanggan pertama gue Fine Dining!"

Sampai Jumpa bukan Selamat TinggalDonde viven las historias. Descúbrelo ahora