10. Yang Hilang

870 123 21
                                    


___________________________________________




Azizi berdiri di depan balkon kamar hotelnya, menatap pemandangan kota Manado dari atas sini. Rencananya besok pagi ia akan berangkat ke Tomohon, untuk melalukan syuting di sana. Azizi menatap heran pada nama kontak Marsha yang sedang ia hubungi, tersambung tapi, tidak diangkat, padahal ini kan jam makan siangnya di kantor. Biasanya Marsha akan mengangkat telepon seperti biasanya, atau bahkan melakukan video call dan Azizi bisa melihat Marsha sedang makan siang atau memakan camilan.

"Tapi... um... kamu pernah kepikiran jadi ayah enggak?"

Ucapan Marsha pada malam itu kembali terbayang di kepalanya. Tak ada hujan dan angin, Marsha tiba-tiba bertanya seperti itu. Azizi tersenyum, tentu saja ia sangat siap. Tapi, bagaimana dengan Marsha? Beberapa bulan yang lalu, ia selalu mengatakan banyak keinginannya, mungkin di mata Azizi begitu amat sederhana, akan tetapi bagi Marsha tidak. Azizi akan selalu siap menyambut semua mimpi Marsha tak terkecuali.

"Tin..." Sudah bosan menghubungi Marsha yang tak mengangkat panggilannya. Azizi memilih untuk menghubungi salah satu sahabat-tidak, lebih tepatnya tempat sampahnya. Kathrina Irene.

Dulu, mereka bertemu di bangku SMA, sebagai teman satu organisasi yaitu OSIS. Sepertinya hanya Kathrina satu-satunya manusia yang sampai detik ini jadi tempat sampah Azizi soal Marsha.

"Yes, Chef."

"Bajingan." Azizi tertawa. "Di mana lo?"

"Kerja lah, nyet. Siang bolong gini nelepon, mau apa?"

"Yah, kirain santai."

"Lagi enggak ada kerjaan sih, sebenarnya. Kenapa kenapa? Kalau curhat panjang lebar enggak akan gue tanggepin."

"Enggak panjang lebar kok, ini. Gue mau tanya doang sih, sebenarnya."

"Apaan?"

"Um... gini." Azizi menggigit bibirnya. "Lo ada waktu luang enggak? Yang longgar banget gitu, gue... lagi kepikiran pengin nyari cincin, tapi, gue enggak tahu modelnya kayak gimana, kalau sama lo kan pasti ngerti. Maksud gue, lo kan cewek, gitu..."

"Lo mau ngasih ke Marsha?"

Azizi tersenyum kecil. "Iya. Gue kepikiran mau lamar dia."

"Hah? Serius lo? Enggak takut ditolak?"

"Lah? Lo enggak tahu gue sama Marsha pacaran sekarang?"

"Lah? Sejak kapan?"

"Baru sih, baru resmi tadi malam sebelum pisah, gue masih di Manado, hehe. Tapi, kayaknya gue enggak mau lama-lama deh, maksud gue, gue juga kenal kan sama keluarganya dia, udah percaya pasti mereka sama gue. Jadi... gue rencananya mau ngomong dulu sama bokapnya. Menurut lo gimana?"

___________________________________________


Marsha baru saja pulang dari kantor. Ia melenggang pergi setelah mengajukan pengunduran diri secara mendadak dan tiba-tiba, baru saja satu bulan ia diangkat menjadi pegawai tetap, alhasil Marsha mendapat denda dengan keputusan mendadaknya ini.

Sampai Jumpa bukan Selamat TinggalWhere stories live. Discover now