DIBALIK NIQAB (1)

518 20 4
                                    

Jasmine termangu memadang dirinya yang terpantul dicermin, wajahnya pucat menggambarkan tulang-tulangnya, matanya berkaca-kaca meski bibirnya berusaha melukis senyum, sebuah kain dia genggam erat ditangannya. Sebuah memori masa lalu terlintas dipikirannya, saat awal pernikahan dengan Gus Agam, sebuah kotak berpita Gus Agam berikan padanya, saat itu Gus Agam membisikan sebuah permintaan kecil, "Humaira gunakan lah niqab ini untuk Mas". Namun permintaan kecil itu belum sempat Jasmine kabulkan hingga usia pernikahannya sudah melebihi tiga tahun, dalam keadaan hati berdua Jasmine bertekad akan menggunakan niqab pemberian Gus Agam itu.

Hari ini adalah hari pernikahan Gus Agam dan Zayna, meski pernikahan itu adalah permintaan Jasmine namun tetap tidak bisa dipungkiri hati Jasmine tetap terluka, istri mana yang tidak memiliki rasa cemburu saat suami yang dicintai menikahi wanita lain yang dahulu sempat dijodohkan dengan suaminya, selain itu wanita ini memiliki banyak kelebihan daripada Jasmine yang sekarang hanyalah seorang istri penyakitan yang sudah tidak memiliki rahim, aura kecantikan diwajahnya pun sudah mulai menghilang karena daging yang kian menyusut, sama seperti tubuh Jasmine yang tidak indah lagi karena kini hanya meninggalkan tulang berlapis kulit. Jika dibandingkan dengan Zayna yang masih muda, tentu saja Jasmine tetap merasakan takut kehilangan sosok Gus Agam yang hangat.

Jasmine menepuk-nepuk wajah yang menonjolkan tulang wajahnya, kalimat istighfar keluar dari bibir kecilnya, segera dia tepis pikiran-pikiran buruk tentang Gus Agam dan Zayna, biar bagaimanapun itu adalah pilihannya dan dialah pelaku utama hingga luluhnya hati Gus Agam dan Zayna untuk menyetujui pernikahan itu.

Jasmine menunduk menatap kain berwarna hitam dalam genggamannya, karena penasaran dengan sosok Zayna dia berniat pergi ke pernikahan suami dan istri keduanya itu menggunakan niqab agar tidak dikenali oleh Gus Agam dan mertuannya. Beberapa jam yang lalu pagi-pagi buta setelah melaksanakan salat subuh dengan ragu-ragu Gus Agam sempat mengajak Jasmine ikut ke pernikahannya, namun karena takut hanya akan melukai hati Jasmine akhirnya mereka berdua sepakat agar Jasmine dirumah saja, selain untuk menghindarkan sakit hati menyaksikan akad suami dengan istri baru, Gus Agam juga enggan membawa Jasmine dengan kondisi kesehatan yang lemah.

Namun rasa penasaran Jasmine akan sosok Zayna yang digadang-gadang memilik wajah rupawan akhirnya membuat Jasmine berencana untuk hadir ke akad Gus Agam dan Zayna, meski itu harus dengan menutup wajahnya dengan niqab agar Gus Agam tidak menyadari kehadirannya.

Tangan kurus Jasmine segera memasang kain hitam itu pada wajahnya menyisahkan sepasang mata indah yang masih terlihat, ia menatap mantap pantulan wajahnya yang kini tertutup niqab, sebuah anggukan kecil menandakan dia siap untuk hadir dan menjadi saksi pada akad Gus Agam dan Zayna.

Dengan setelan abaya hitam dan hijab panjang berwarna cream, Jasmine berdiri untuk memastikan sekali lagi bahwa tampilannya sudah rapi, sekali lagi dia rapikan niqab yang menutup wajahnya karena belum terbiasa dengan kain penutup wajah itu. Sambil memperhatikan tampilannya sebuah panggilan masuk pada ponselnya, dilihat nomor tidak bernama yang sudah bisa Jasmine pastikan itu pasti nomor driver yang akan menjemputnya.

"Pagi Mbak, bener ini dengan Mbak Jasmine?" tanya seseorang diujung panggilan. "Bener Pak, ini saya Jasmine" jawab Jasmine sopan segera meraih tas hitam yang tergantung. "Saya sudah dititik penjemputan Mbak" balas driver itu. "Baik Pak, sebentar ya saya keluar" dengan buru-buru Jasmine segera melangka keluar dari rumahnya, dan saat itu juga matanya bisa melihat sebuah mobil berplat sesuai di aplikasi terparkir di depan pagar rumahnya.

"Ke Masjid At-Takwa Pondok Pesantren Al-Muslimin ya Mbak" tanya Bapak separuh baya yang duduk dibelakang setir sebelum melajukan mobilnya. "Iya benar Pak" jawab Jasmine yang duduk di kursi penumpang sambil tertunduk melihat jam pada ponselnya, Jasmine berusaha mengira-ngira waktu perjalanan agar bisa sampai lebih awal dan hadir pada saat proses melihat Zayna, karena menurut keterangan Gus Agam nanti sebelum akad akan diberikan kesempatan pada Gus Agam untuk melihat Zayna melepas niqabnya, dan pada saat itu bagi siapapun mahramnya Zayna diizinkan untuk ikut menyaksikan calon mempelai wanita itu, tentu saja Jasmine ingin ikut dari salah satu yang melihat wajah Zayna karena rasa penasaran dengan calon madunya itu.

Jasmine kembali berdialog dengan dirinya sendiri, lisannya tidak berhenti melantunkan zikir, pandangannya fokus ke luar jendela mobil menyaksikan jalanan yang agak lengah tidak seramai saat sore hari. Jasmine memandangi sebuah pinggiran jalan teringat kejadian tiga tahun lebih yang lalu dimana dia diperlakukan dengan kasar oleh Galih mantannya, sebuah tragedi di pinggir jalan yang telah mempertemukan dan menyatuhkannya dengan Gus Agam, diingat bagaimana berantakannya dirinya pada saat itu dengan baju yang menampilkan aurat penuh luka-luka, dibantu oleh Gus Agam yang ternyata saat itu sedang dalam perjalanan untuk melamar Zayna Shafiyyah. "Harusnya waktu itu Mas Agam tidak menolong Jasmine" bisik Jasmine yang kini matanya sudah berkaca-kaca, meski sakit yang menggrogoti tubuhnya memberikan rasa sakit yang teramat, namun melihat kondisi Gus Agam yang merupakan laki-laki sholeh tanpa memiliki kekurangan itu harus bersusah-susah karena berjodohnya dengannya ternyata berhasil membuat hati Jasmine jauh lebih sakit.

Andaikan waktu bisa diputar kembali Jasmine hanya ingin berakhir mengenal Allah SWT tanpa melibatkan Gus Agam dalam hidupnya, Jasmine ingin hari saat Gus Agam menolongnya itu tidak pernah terjadi agar hari itu hanya menjadi sejarah Gus Agam melamar Zayna Shafiyyah Santriwati lulusan terbaik. Kembali Jasmine mengusap matanya berusaha menghapus bulir-bulir air mata sebelum mebasahi niqabnya. "Tidak ada yang perlu disesali semua yang telah terjadi adalah ketentuan Allah SWT" bisik Jasmine berusaha menerima apa yang sudah menjadi takdirnya. Tidak ada yang terlambat meski tertunda tiga tahun lebih lamanya kini adalah masanya Gus Agam dan Zayna bersatu, Jasmine tetap mengukir senyum dari balik niqab akhirnya orang terkasihnya Gus Agam akan menikahi wanita baik itu, dan pastinya Gus Agam dan Zayna bisa memberikan penerus Pondok Pesantren Al-Muslimin.

"Mau ke pernikahan ya Mbak?" supir yang mengantar Jasmine membuyarkan lamunan Jasmine. "Eh iya Pak, kok tahu?" tanya Jasmine kembali. "Nebak-nebak aja Mbak, soalnya kelihatan sih Mbaknya rapi banget, tapi dari tadi saya perhatiin kayaknya Mbaknya lagi sedih ya" supir itu basa basi karena memang sedari tadi matanya melirik Jasmine dari kaca mobil. "Saya lagi bahagia kok Pak, cuma saya memikirkan dibalik kebahagiaan kan pasti ada duka nantinya" elak Jasmine berusaha menutupi perasaannya yang memang sedang berduka biarpun dia selalu berdalih bahagia melihat Gus Agam menikah lagi.

"Hehe Mbak enggak perlu bohong sama saya, saya ini seorang Ayah dan memilik anak seumuran Mbak, saya tahu sekali kalau Mbaknya sekarang pasti sedang sedih cuma berusaha menutup-nutupinnya kan" ucapan supir itu benar tebakannya tepat sekali. Namun Jasmine yang mendengar ucapan supir itu hanya terdiam menunggu mobil itu segera mengantarnya ke Pondok Pesantren Al-Muslimin tepatnya di Masjid At-Takwa tempat Gus Agam akan mengucapkan ijab kabul untuk Zayna.

***

AR-RAHMAN UNTUK JASMINE (END)Where stories live. Discover now