˚。⋆36. meeting her⋆。

19 4 8
                                    

Halooooo
Agak stuck dikit di akhir-akhir

HAPPY READING 💗

Damian memegang kepalanya sambil menangis di depan Dika. Dika membiarkan pria itu untuk melepaskan emosinya terlebih dahulu, baru setelahnya menceritakan isi hatinya.

Kurang lebih 30 menit mereka berdua di sana. Damian mulai berhenti menangis. Pria itu meneguk kopinya.

"Saya bingung, Dika."

Dika tidak merespon, ia membiarkan pria itu mengatur sendiri emosinya.

Damian mengusap kasar wajahnya. "Saya bingung, apakah keputusan yang saya ambil sudah benar? Saya memisahkan mereka."

"Saya tau, sejak kecil Lauren sangat dekat dengan Indira seperti Ibu dan anak. Saya tau kalau Lauren tidak bisa dipisahkan dari Indira, sampai ia juga memiliki hubungan dengan Rafael."

"Saat itu, saya dikalahkan oleh ego saya sendiri. Yang dengan mudahnya membawa Lauren ke sini agar mendapatkan penanganan yang lebih baik. Saya sudah kehilangan Renita, istri saya ketika ia melahirkan Lauren."

Damian kembali terisak.

"Saya tidak mau kehilangan Lauren juga, maka dari itu, saya mengusahakan segala yang terbaik untuk putri semata wayang saya ini."

"Awalnya memang sulit karena saya baru merintis usaha. Tapi saya bertekad untuk membahagiakan Lauren. Berusaha tidak menyerah walau jatuh bangun sampai memiliki perusahaan sebesar ini sekarang."

"Saya pikir, hidup saya akan bahagia dengan segala kecukupan dan sembuhnya Lauren. Saya berusaha menjauhkan Lauren dari mereka yang telah menyebabkan kecelakaan padanya dulu. Supaya ia tenang dan bisa melupakan masa kelamnya."

"Apalagi saya dapat informasi ketika saya berkunjung ke konferensi pers di Tasikmalaya, kalau Rafael sedang dekat dengan seorang perempuan. Saya tidak mau Lauren semakin sakit ketika mengetahui kabar itu. Saya memutus hubungan dengan mereka supaya Lauren tenang."

"Tapi nyatanya, dia jadi seperti ini. Saya merasa bersalah melihatnya. Saya takut kalau kejiwaannya akan-"

"Om," potong Dika.

Cowok itu menatap Damian lekat.

"Dika tau, Om Damian itu tulus. Om itu sayang sama Ren. Tapi cara Om nunjukin rasa kasih sayang itu salah. Ah ralat, kurang tepat."

"Tapi saya juga sulit melupakan kejadian itu. Maka dari itu, saya menjauhi mereka."

Dika tersenyum. "Nyatanya, hati Om Damian masih terikat sama mereka. Hati nggak bisa bohong, Om. Om Damian nggak bener-bener benci sama mereka. Karena mereka adalah orang berpengaruh di hidup Om Damian dan Lauren."

Damian menunduk.

"Bahkan Om Damian belum tau pengorbanan Rafael."

Damian mengangkat kepalanya. "Apa?"

"Om pasti tau kalau Rafael punya darah rendah sejak SMP, kan?"

Damian mengangguk.

"Pada kasus anemia, penderita biasanya memiliki kadar hemoglobin <12,5 g/dL, sehingga mereka dilarang untuk mendonorkan darahnya. Selain itu, donor darah juga akan mengurangi cadangan zat besi di dalam tubuh. Jika cadangan zat besi dalam tubuh berkurang, maka dapat memperparah anemia pada penderitanya."

Damian mengernyitkan keningnya, mulai curiga. "Kenapa kamu tiba-tiba membicarakan ini?"

"Rafael mengabaikan itu, dia mendonorkan darahnya untuk Lauren karena ia tau kalau darah itu langka. Rafael melakukan apa saja untuk keselamatan gadis yang dicintainya."

Rafaelluna's Diary (silent love) Where stories live. Discover now