Chapter 1 - Tulip

26 5 4
                                    

Cuaca yang cerah adalah awal yang baik untuk mengawali hari yang indah. Tetapi sepertinya tidak untuk gadis yang sangat mencintai hujan itu.

"Sudah sebulan, dan tidak ada tanda - tanda hujan akan turun," guman Rhine sedih menatap langit tanpa awan itu.

Dikelilingi oleh bunga bunga indah dan cantik, toko bunga miliknya terlihat nyaman di mata orang orang yang berlalu lalang dan menarik mereka untuk masuk mengunjunginya.

"Bukankah seharusnya kau senang? Bisa saja hujan membuat toko bungamu ini sepi, Rhine"

"Paman Josh, hujan adalah hal yang indah. Bahkan jika toko ini sepi, itu bukan kesalahan hujan" Rhine berucap dengan semangat, senyum cerianya mengundang orang lain untuk ikut tersenyum.

"Baiklah, kau memang gadis yang unik," Paman Josh terkekeh, "Tolong bungkus bunga ini agar terlihat indah, ya Rhine" Pria berusia setengah abad itu menyerahkan beberapa tangkai tulip merah.

"Paman Josh, kisah cintamu dan Bibi Lyla sangat menyentuhku"

Paman Josh dan Bibi Lyla telah menikah selama beberapa dekade, namun keharmonisan dan keromantisan mereka tak pernah berkurang sedikitpun. Mereka terkenal sebagai pasangan yang ideal di kota kecil ini. Paman Josh secara rutin selalu menghadiahkan istrinya bunga tulip merah yang melambangkan rasa cintanya yang sangat mendalam terhadap orang yang menerima bunga itu.

Paman Josh tersenyum lembut, "Kuharap kau akan menemukan pria yang seumur hidupnya masih memberikanmu bunga ini walaupun usia kalian tak lagi muda"

Rhine tersenyum cerah, "Aku harap begitu"






•••









Rhine Avalon, gadis itu memilih untuk meninggalkan kehidupan kota yang penuh hiruk pikuk dan datang ke kota kecil ini. Menjalani hari-hari nya dengan menanam bunga, membaca buku di waktu senggang dan menjaga toko bunga miliknya.

Kehidupan damai yang telah Ia impikan sejak belia dan setelah menyaksikan betapa kejamnya kehidupan di kota besar.

Rhine menikmati bagaimana nyamannya kehidupannya saat ini, dikelilingi oleh orang - orang sederhana dan lingkungan yang indah. Belum lagi kota ini dulu dijuluki sebagai kota hujan karena curah hujannya yang panjang, karena itulah Rhine memilih tinggal disana. Namun ketika dia pindah ke kota ini, curah hujan berkurang secara drastis. Bahkan jika hujan tiga kali turun dalam sebulan itu sudah bisa disebut banyak.

















•••













Sore hari itu Rhine sedang bersiap menutup toko bunganya ketika langit tiba - tiba terlihat gelap, tak lama rintik rintik air turun membasahi daratan. Hujan yang Rhine tunggu datang bersamaan dengan pintu tokonya yang terbuka, seorang pria tinggi mengenakan mantel hitam masuk. Rambutnya yang sedikit basah oleh air hujan menutupi sebagian wajahnya.

Tapi Rhine tahu, pria itu pasti sangat tampan.

"Maaf, tapi toko ini akan segera tutup. Apakah ada yang bisa saya bantu?" Rhine tersenyum ramah menyambut pelanggan terakhirnya hari itu.

Pria itu melihat ke sekeliling nya, lalu berjalan dengan mantap ke sebuah arah. Dia meraih beberapa tangkai bunga tulip putih dan berjalan menuju meja kasir tempat Rhine berdiri.

"Ini saja, tidak perlu dibungkus" suara yang sangat rendah, terkesan dingin dan penuh keterasingan. Namun ketika Rhine tak sengaja menatap mata pria itu, Ia melihat kesedihan yang mendalam.

Tulip putih, memiliki makna kesucian. Bunga tulip putih ini juga melambangkan rasa simpati atau permintaan maaf, pengampunan, dan penyesalan. Karena itulah, jenis tulip ini kerap digunakan pada acara pemakaman.

Apakah pria ini akan menghadiri pemakaman seseorang, jika benar orang itu pasti adalah seseorang yang berharga baginya sampai merasa sangat sedih.

"Karena anda adalah pelanggan terakhirku hari ini, maka anda tidak perlu membayar untuk bunga ini" Rhine berucap lembut.

Pria itu terdiam, tak lama menghela nafas kecil lalu berguman. "Bahkan kebaikanmu pada orang asing tak berubah" namun Rhine tak dapat mendengarnya.

"Terima kasih" ucap pria itu lalu pergi meninggalkan toko bunga Rhine di bawah tetesan hujan yang turun cukup deras.

Hujan turun membawa kisahnya tersendiri, hal itulah yang membuat Rhine mencintai hujan.










•••










Rhine sedang menyirami kebun bunga di halaman rumahnya ketika seorang wanita yang sudah cukup tua menyapanya untuk berbincang - bincang.

"Rhine, kudengar kita akan memiliki tetangga baru"

"Benarkah, Bibi Maggie?" Rhine bertanya dengan bersemangat, "Apakah dia akan menempati rumah di belakang rumahku?"

Bibi Maggie mengangguk, "Ya, dan kudengar dia adalah seorang pria muda yang tampan. Mungkin hanya beberapa tahun lebih tua darimu"

"Apa yang dilakukan pria muda seperti itu di kota kecil ini? Aku tidak mengerti para kalian anak muda yang memilih tinggal disini daripada kota besar dengan segala kemudahannya" Bibi Maggie berucap bingung.

Rhine tertawa kecil, jelas Bibi Maggie tak tahu bahwa kehidupan kota besar tidak seindah yang dia pikirkan. Tetapi anak - anak Bibi Maggie memang memilih untuk tinggal di kota besar dan hanya sesekali mengunjungi Bibi Maggie disini dan mungkin mereka tak pernah menceritakan kesulitan hidup di kota besar.

"Mungkin karena kota ini indah dan tenang?" Rhine hanya menimpali dengan santai.

"Rhine, kupikir kedatanganmu memberi kota ini cahaya. Semenjak kau tinggal, hujan lebat jarang menghampiri kota kita" Bibi Maggie tertawa senang. Tetapi bagi Rhine itu bukan terdengar seperti pujian, Rhine merasa sedih jika memang benar hujan tak turun akibat kedatangannya. Lalu untuk apa susah payah dia memilih kota ini.

Rhine jadi teringat oleh pria yang datang ke toko bunganya bersamaan dengan turunnya hujan.








•••














"Senang melihatmu masih menjadi gadis yang baik hati dan lembut seperti ini. Apakah keputusanku untuk berada di dekatmu adalah kesalahan?"












...









Tbc

Eternal DamnationWhere stories live. Discover now