42] Merah marah, hitam berulah

553 63 52
                                    

"Mau apa kamu cari tiket malam-malam begini?"

Liena menoleh ke belakang. Arthur berdiri tepat di belakangnya dengan mata yang tertuju pada layar handphonenya. Buru-buru Liena memasukkannya ke dalam tas.

"Kepo," jawabnya judes. Ia berjalan menjauhi Arthur. Emosinya naik seketika. Masih teringat tawa Arthur yang lepas dan diamnya saat dipegang pegang oleh wanita itu. Menyebalkan!

Arthur tak menghentikan langkah Liena. Ia hanya mengikuti ke mana Liena pergi. Pikirnya Liena pasti akan menemui sosok yang baru itu. Arthur tak terima jika Liena memiliki yang lain sedangkan mereka sudah sejauh ini. Apa-apaan itu?! Mau di kemana kan dirinya?!

Saat Liena hendak menyebrangi jalan buru-buru Arthur mencekal pergelangan tangan Liena.

Liena langsung menghempas nya dengan kasar. Namun tak sedikitpun tangannya terlepas. Arthur menggenggam nya begitu erat. 

"Lepas," desis Liena.

"Nggak akan. Sebelum kamu panggil siapa yang kamu maksud yang baru itu." Arthur menatap Liena begitu tajam nya.

"Ya, makanya lepas! Aku mau nelpon dia dulu!" Jawab Liena ngegas. Ia sudah emosi tak jelas hanya melihat wajah Arthur.

Arthur yang penasaran tentu melepas pergelangan tangan Liena. Ia memerhatikan Liena yang menjauhi dirinya beberapa langkah saat hendak menelpon. Arthur mengepalkan tangannya kuat. Begitu spesialnya dia hingga harus menjauh darinya?

Tapi, sepertinya Liena bukan tengah menelpon. Langkahnya semakin jauh dan mulai berlari kecil. Arthur bingung dibuatnya. Ia melotot dengan kerutan di dahinya saat Liena berlari begitu cepat. Ia langsung ikut berlari dan mengejar Liena.

Jelas lari adalah basic bagi Arthur. Tak perlu waktu lama ia berhasil menarik tangan Liena agar berhenti.

"Kamu ngapain lari-lari? Mau kabur sama yang baru itu?" Arthur menatap Liena dengan matanya yang menajam.

"Kalo iya emang kenapa? Gak suka?" Liena balik menatap Arthur garang. "Om aja bisa sama cewek lain. Kenapa aku nggak?"

"Aku juga cantik! Aku juga pinter meski gak kuliah. Meski bukan perawat kayak dia. Aku emang nggak cocok sama Om! Silahkan cari perempuan yang lebih cocok sama, Om!" Ucap Liena menggebu. Nafasnya hingga naik turun.

"Maksud kamu apa sih, Liena? Saya gak ngerti," ucap Arthur yang benar-benar bingung. Matanya dari tadi hanya sibuk memerhatikan bibir Liena yang merepet dengan cepat. Telinganya seolah tak berfungsi.

"Dasar cowok! Urusan cewek cantik aja cepet! Giliran gini aja lola!" Ucap Liena tanpa mengalihkan pandangannya dari Arthur. "Udahlah, hubungan kita sampai di sini aja. Eh, bentar bukannya kita gak ada hubungan ya?" Liena memicing sambil berpikir kemudian ia mengangguk. "Bener. Kita gak ada hubungan. Jadi, gak perlu ada kata perpisahan. Bye, Om! Maksud saya bye Pak Arthur." Liena melambaikan tangannya lalu memutar tubuhnya untuk melangkah.

Sayang nya tangannya yang sedari tadi digenggam Arthur belum terlepas. Ia jadi tak bisa melangkah lebih dari satu langkah.

Liena menghela nafas sambil memejamkan mata. Padahal dirinya sudah merasa keren sekali tadi. Berucap begitu mudahnya meski tenggorokan sangat perih menahan isak tangis.

Arthur yang dari tadi diam dengan rahang nya yang mengeras menarik tangan Liena lalu membalik tubuh wanita itu agar berhadapan dengannya. Di bawah cahaya malam dan pohon rindang ia bisa melihat mata Liena memerah.

"Apa yang kamu maksud perpisahan? Apa yang kamu maksud pergi? Dan tadi telinga saya mendengar kata saya dan Pak Arthur dari mulut kamu. Segitu cepatnya dia mengubah kamu Liena?" Arthur berucap pelan karena ia sibuk menahan amarahnya. Kesal sekali rasanya ia dipanggil Pak oleh Liena. Kemana panggilan kesayangannya? Hilang kah hanya karena orang baru itu?

That Soldier, please!Donde viven las historias. Descúbrelo ahora