33] Sakit

633 68 9
                                    

Benar kata Arthur lebih tepatnya BMKG. Sekitar jam 13:00 hujan deras mengguyur Lembang dan sekitarnya. Mereka bahkan meneduh sampai jam 17:00. Saat hujan berganti gerimis barulah mereka pulang dengan jas hujan tipis yang dibeli di supermarket. 

Dan mungkin tubuh Liena sedang lemah saat itu hingga sekarang hanya ia seorang yang menggigil di antara teman-temannya yang batuk pilek.

"Na, lo gak apa?" Gara duduk di samping bangku Liena yang tengah menyandarkan tubuhnya ke tembok. Mata Liena terpejam karena denyutan di kepalanya semakin terasa.

"Pusing dikit, Gar," ucap Liena lemas lalu terbatuk-batuk.

"Pulang aja." Idho ikut menghampiri Liena.

Liena menggeleng. Upacara bendera saja ia bisa menahannya. Sekarang hanya menunggu waktu apel masa ia tak bisa. Toh, hanya beberapa puluh menit lagi.

"Bentar lagi juga pulang," ucap Liena sambil membuka matanya.

Gara hanya menghela nafas melihatnya. Ia menoleh ke arah pintu saat suara sepatu yang berjalan terdengar.

"Nih, buburnya. Gue juga minta air anget," ucap Arkana saat sampai di depan meja Liena. Di belakang nya ada Mahen membawa dua jaket yang ia ambil dari parkiran.

"Nih, jaket gue sama jaket Faridh." Mahen menyampirkan jaketnya satu per satu ke pundak Liena.

"Ini obatnya," seru Isfi bersama para ciwi ciwi yang menghampiri meja Liena.

Mendapat perlakuan seperti ini Liena menatap temannya satu per satu. "Makasih."

Semua mengangguk dan duduk di dekat meja Liena. Memerhatikan Liena yang mencoba memasukkan bubur meski hanya asam dan pahit yang terasa. "Gak sanggup, mual." Liena menyingkirkan buburnya ke tengah meja.

Asep berdecak melihat wanita di depannya hanya memakan 5 sendok bubur. Ia mengambil mangkuk bubur dan memberikannya pada Vika. "Suapin Vik."

Vika mengangguk. Ia menarik kursi nya ke depan agar berdekatan dengan Liena. Sedangkan Liena yang benar-benar tak mau buru-buru meminum obat nya. Bukannya tertelan butir obat itu malah tertahan di tenggorokannya karena tiba-tiba mual. Ia lekas berdiri.

Idho segera berdiri dan memegang lengan Liena. "Ke mana?" Tanya nya.

Liena menunjuk pintu lalu menunjuk-nunjuk mulutnya.

Gio yang mengerti menggeleng. "Jangan. Kan habis minum obat tadi."

Liena menggeleng. Ia tetap melangkahkan kakinya ke depan meski sempoyongan. Faridh yang takut Liena tumbang berdiri dan ikut memegangi lengan Liena.

Semua hanya menatap Liena sedih. Apa lagi Ivany. Sahabatnya itu tipe orang yang jarang sakit. Sekalinya sakit kondisinya langsung parah.

"Yah, Liena sakit. Siapa dong yang nanti nulis di bor," ucap Injani sambil memeluk lengan Ine.

Ine mengangguk. "Siapa juga yang nanti jalan paling depan ke warung belakang. Kan, banyak anak TBSM."

Ivany diam memerhatikan Liena.

Jangan pingsan jangan pingsan. Batin Ivany melihat Liena yang sudah tak ada tenaga untuk berjalan. Sampai-sampai Arkana juga ikut mengikuti di belakang Liena untuk berjaga-jaga.

Di depan Liena terkekeh dengan suara lemas nya. "Presiden juga bukan gue," ucapnya.

Liena melepaskan cekalan tangan Idho.

"Mau apa lo?" Tanya Idho garang. Jangan sampai gak mau dipapah kalo jalan sendiri aja susah.

"Benerin jaket," ucapnya sambil menunduk. Bukannya membetulkan letak jaket tangannya malah meraba-raba asal pundaknya. Matanya malah kunang-kunang. Ia memegang tangan Idho dan Faridh kuat-kuat saat apa yang ia lihat berbayang-bayang.  Matanya terpejam saat bayang-bayang yang ia lihat semakin banyak. Setelahnya ia samar-samar mendengar teman-temannya menjerit.

That Soldier, please!Where stories live. Discover now