Mala Petaka

1 0 0
                                    

Ketika surat ini kalian baca, mungkin aku telah berada di tempat yang berbeda. Semoga tempat yang lebih baik, tempat di mana tak ada lagi kekerasan mengatasnamakan apapun, tempat di mana semua nyawa dihargai setinggi-tingginya, sehormat-hormatnya.

Siapapun yang mengenalku pasti tahu betapa aku mencintai hidup. Mungkin juga orangtuaku sudah mendoakannya dalam namaku. Malahayati. Maka aku mencintai segala wujud hidup, mensyukuri segala hal yang telah diberikan hidup untukku. Hidup bagiku adalah sebuah perjalanan, bukan tujuan. Sebuah pengembaraan, bukan akhir. Maka aku merayakan hidup dengan segala ketaksempurnaannya, dengan segala kejutan-kejutannya.

Tapi kejutan pula yang membuat hidupku oleng seketika. Ketika kejutan merenggut seseorang yang sangat kucintai. Seseorang yang membuatku selalu merasa dicintai sedemikian rupa, merasa selalu bisa mengarungi hidup dalam segala kejutannya bersamanya.

Dan mungkin kita memang tak pernah siap dengan kejutan terburuk. Dan kematian Arung di tengah perjuangannya bersama mahasiswa-mahasiswi lainnya adalah sebuah tragedi. Aku tahu hidup pun kadang mewujud menjadi sebentuk tragedi. Tapi aku belum siap dengan kejutan sedemikian. Aku belum menyiapkan diriku menerima tragedi.

Dan aku merasa separuh jiwaku melayang ke udara ketika Arung meninggalkanku. Selama-lamanya. Tak akan ada lagi kejutan-kejutannya mengajakku ke tempat-tempat menarik yang butuh untuk ditemukan di seantero Jakarta. Tak akan ada lagi ajakannya untuk berpetualang ke negeri-negeri jauh melalui film-film menarik yang begitu dicintainya sepenuh hati. Tak akan ada lagi binar-binar matanya ketika mendengarkanku bercerita dengan seksama tentang apapun. Ia selalu berhasil membuatku merasa seperti orang paling penting di dunia. Paling tidak di dunia Arung, mungkin aku berada di posisi teratas.

Separuh jiwaku itu pergi dan tak akan kembali. Dan aku pun perlahan merasa hidup menghukumku sekejam-kejamnya. Pernah suatu kali aku menyalahkan siapapun, menyalahkan Tuhan yang tega mencabut nyawa seseorang yang begitu dicintai bukan hanya aku tapi juga oleh banyak orang. Tapi perlahan pula aku mencoba berdamai dengan diriku sendiri. Menerima hukuman ini, menerima nasibku yang kini terasa tak lengkap lagi.

Maafkan aku karena telah memilih jalan pengecut. Aku tak melihat lagi ada jalan lain bagiku sekedar menjalani hidup. Mungkin memang episode hidupku harus berakhir sampai di sini. Dan perjalananku telah sampai, pengembaraanku telah usai.

Maafkan aku karena di hari-hari terakhir menganggap namaku kini berjabat erat dengan petaka. Bukan lagi dengan hayati, sesuatu yang hidup dan menghidupi. Tapi aku memilih jalan ini agar tak menjadi beban bagi siapapun, tidak bagi sahabat-sahabatku, tidak bagi saudara-saudaraku, juga tidak bagi kedua orangtuaku.

Petaka akhirnya bagiku mungkin bukan musibah, mungkin ia hanyalah nasib sial. Dan aku memilih menjalani nasib sialku, dengan segala risiko-risikonya.

Sekali lagi maafkan aku,



MALA

Bạn đã đọc hết các phần đã được đăng tải.

⏰ Cập nhật Lần cuối: Apr 16 ⏰

Thêm truyện này vào Thư viện của bạn để nhận thông báo chương mới!

HARI KE-40Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ