Thesa menaikkan salah satu alisnya dan memandang Jaegar curiga. "Masih penasaran gue tinggal di mana sekarang?"
"Iyalah. Ngilang, gak masuk sekolah, hp gak aktif. Siapa yang gak penasaran lo kemana?" tanya Jaegar yang akhirnya terlihat seperti dirinya, cerewet. "Lo terlibat yang aneh-aneh?"
"Sembarangan. Orang yang punya persentase lebih besar terlibat aneh-aneh itu lo, ya!" semprot Thesa tidak terima.
Ada satu topik yang ingin sekali Thesa bicarakan. Tapi, gadis itu berharap Jaegar yang memulai duluan. Meski tidak ada tanda-tanda Jaegar akan mengungkit tentang Gama.
"Setelah gue selamatin lo sebelum jadi patung plonga-plongo di depan tadi, lo masih bisa ngatain gue gitu?" tanya Jaegar penuh drama.
"Oh, ya... ya... thanks udah selamatin gue sebelum jadi patung." Thesa berkata sarkas tanpa menatap Jaegar.
"Kenapa lo kayak gak bisa joget gitu? Perasaan pas senam bareng nenek nenek—"
Thesa reflek menyikut Jaegar pelan ketika pintu yang mereka lalui tadi terbuka. Seseorang keluar dan sepertinya berlagak aneh. Thesa dan Jaegar sama-sama terdiam sambil memandangi orang aneh tersebut. Keduanya menebak-nebak apa yang akan dilakukan orang itu selanjutnya. Tak disangka orang itu malah berjoget seolah dunia milik sendiri dan tidak sadar ada sepasang manusia yang tengah memandanginya dengan aneh.
Beberapa detik kemudian orang itu berhenti dan kembali masuk ke dalam. Detik itu juga tawa Jaegar dan Thesa pecah bersamaan.
"Kenapa sih dia?" Thesa berkata sambil memegang perutnya yang sakit karena tertawa.
Jaegar menjauhkan tangannya yang menutup wajah tadi, lalu menggeleng. "Gue rasa dia malu kalau joget di dalam."
"Introvert mungkin," imbuh Thesa.
"Mungkin mabok?"
"Atau lagi latihan nari."
"Biar gak malu-maluin pas ditampilin, ya."
Thesa mengangguk. "Tapi, keren juga tadi gerakannya. Gue tantang lo peragain ulang gerakannya tadi."
"Gak dulu." Jaegar menolak. Kemudian dia memandang wajah Thesa yang sedikit merah karena tertawa barusan. "Kalau mulai panas lepas aja," ujarnya, merujuk pada jas yang tadi dia berikan, ketika merasa udara malam ini berubah jadi lebih gerah.
Thesa menurut dan akhirnya dia melepaskan jas milik Jaegar. Dia hendak menyerahkannya kembali ke Jaegar, tapi pemuda itu malah mendorongnya menuju paha Thesa hingga kali ini jasmya menutupi bagian kakinya yang terbuka.
"Gak usah pake yang pendek-pendek kalau gak nyaman," komentar Jaegar tanpa melihat Thesa.
"Siapa bilang gak nyaman?" tanya Thesa yang tidak sadar bahwa sejak tadi tangannya terus menarik bagian bawah roknya agar bisa mencapai lutut.
"Kelihatan. Berhenti ngelawan kalau perkataan gue bener."
Thesa langsung bungkam. Hari ini Jaegar tidak membalas setiap perkataan dengan candaan menyebalkan. Hari ini kebanyakan malah ditanggapi dengan serius. Seharusnya Thesa lega. Namun, sisi Jaegar yang itu membuat Thesa selalu tahu apa yang harus dia balas.
![](https://img.wattpad.com/cover/341431155-288-k697641.jpg)
YOU ARE READING
Interweave
Teen Fiction"Kamu tahu di usia berapa ibumu melahirkan kamu?" Thesa tahu. Namun, ia memilih untuk mengunci mulutnya rapat. "Delapan belas tahun." Opa menjawab dengan raut datar. "Di usia semuda itu dia sudah berani jadi pembangkang. Akibat dari itu masa depan i...
43 | A Breath of Fresh Air
Start from the beginning