8. Gamara

429 47 22
                                    

Ayo dong semangat komen sama vote yuk. Makasih ya buat yang udah vote sama komen, makasih bgt hal sederhana kaya gitu bikin aku seneng, makasih yaaaa...

40 vote deh, yuk, terus 10 komen yaaa

"Astaghfirullahaladzim, KAK!" seru Naya menjerit kesal, seraya membalikkan badannya cepat. Dadanya bergemuruh. Dengan tidak tau dirinya pria yang kini berstatus sebagai tunangannya sedang shirtless.

Gama kontan melirikan ekor matanya pada sumber suara. Ia malah berjalan mendekati gadis itu dengan wajah datarnya. Sudah tepat di belakang tubuh mungil itu.

"Kenapa kamu malu? Kan udah pernah liat." ucap Gama tanpa dosa. Tangan kekar miliknya menyentuh pelan bahu mungil Naya. Kontan gadis itu merespon dengan sentakan kecil, ia berjalan ke arah pintu berwarna coklat yang tertutup.

Pria yang masih berdiri di sana tersenyum miring. Kedua tangannya melipat di dada,"Mau kenapa, Sayang?" tanyanya lembut terdengar mengejek.

"Pulang!" jawabnya ketus dengan wajah sebalnya. Sudah menarik knop pintu tapi tidak terbuka. Alisnya mengernyit heran.

Kok nggak bisa? Batin Naya.

"Kak kok nga-- huaaa!" Naya berjengkit terkejut ditempat. Gadis itu menjadikan kedua tangannya tameng di depan tubuhnya. Ia terkejut sebab kehadiran Gama yang sudah ada di belakangnya ketika ia berbalik.

Nafasnya memburu. Gama terkekeh ringan, gemas dengan ekspresi terkejut yang gadis cantiknya lihat. "Kak!" serunya kembali di depan wajah pria itu.

"Udah di kunci, nggak bisa keluar." kata Gama pelan, menatap dalam mata hazel gadisnya. Pria itu heran sendiri akan kecantikan yang Naya miliki. Dimatanya gadis itu terlihat sempurna.

"Apaan sih Kak! Buka sekarang!" titah Naya mendorong pelan dada bidang Gama. Ia butuh bernafas lega. Rasanya udara semakin menipis di dekat pria itu.

"Apanya yang di buka? Hm?" tanya Gama menaikkan sebelah alisnya. Bola mata hazel Naya merotasi malas.

"Pintu!"

"Buka aja kalau bisa," Pria itu berbalik melangkah ke sofa. Ia berniat duduk disana.

"Nggak jelas tau nggak! Tiba-tiba di suruh ke sini, ada hal penting apa sih? Kenapa nggak di lantai bawah aja ngomongnya." jelas Naya menatap kesal.

"Ah iya, Sayang." Pria itu teringat. Ia berniat menunjukkan tatto kecil yang ia buat kemarin di lehernya. Bertuliskan Kanaya.

"Sini," menggerakan jarinya mengkode gadis itu mendekat. Dengan langkah gontai Naya menurut.

Jari telunjuk Gama menunjuk tatto itu di hadapan Naya. Kontan gadis itu menipiskan matanya guna memperjelas penglihatannya. "Apa itu?" tanya Naya polos.

"Ini tatto, bagus kan? Nama kamu disitu."

Pupil mata Naya membesar. "Aku nggak suka cowok tattoan, Kak Gama pikun ya?"

"Hm, aku tau. Tapi aku mau," kata Gama.

"Ya terserah kalau gitu, aku makin ilfeel tau nggak!" seloroh Naya mendudukan dirinya di sofa panjang itu. Ia membuka handbag di tangannya, menyalakan ponsel guna menghubungi calon mertuanya untuk membukakan pintu kamar Gama.

Tidak penting sekali lelaki itu memintanya datang kesini hanya untuk memberitahukan sebuah tatto. Naya tidak suka. Gadis itu tidak mau menasehati atau pun memberi saran bahkan pujian.

"Kamu nggak marah?" tanya Gama ikut duduk di sebelahnya. Gadis itu sibuk dengan ponselnya. "Enggak," jawabnya.

"Padahal aku berharap kamu, marah." ucap Gama pelan, namun Naya bisa mendengarnya.

Gamara's Kde žijí příběhy. Začni objevovat