A Friend To Stay With

542 107 11
                                    

Denting peralatan makan yang saling beradu mengisi celah keheningan tiga orang yang saat ini sedang hikmat menikmati sarapannya masing-masing

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Denting peralatan makan yang saling beradu mengisi celah keheningan tiga orang yang saat ini sedang hikmat menikmati sarapannya masing-masing.

Sebenarnya, orang yang kini duduk di tengah-tengah sedari tadi sibuk memperhatikan situasi. Renjun—pada akhirnya berdeham untuk mencairkan suasana.

"Apakah kau sudah memutuskan akan tinggal di mana?" tanya nya kepada Jeno.

"Tinggal? Jaemin membeo, perhatian nya ikut tertuju ke arah Jeno."Itu berarti—apakah kau tidak akan pulang ke Jepang?"

Jeno sejenak melihat Renjun dan mengangguk,"Iya, aku akan tinggal."

"Itu bagus! Jadi, di mana kau akan tinggal sekarang?" Jeno lagi melihat Renjun, di bawah sana kaki laki-laki itu sibuk menyenggolnya untuk memberi nya kode.

"Ma-masih belum terpikirkan," jawab Jeno terbata.

"Bagaimana kalau sementara tinggal di rumah atap? Kau tidak perlu membayar sewa—"

"Benar! Ide bagus!" Renjun menyahut cepat. Bola matanya melebar demi membuat Jeno mengangguki usulan Jaemin segera.

"Lagipula kau tidak perlu repot mengurus ini dan itu. Kalau begitu sudah diputuskan. Aku akan bantu bersih-bersih!" Renjun berdiri, sedikit menghentak meja. Pria bertubuh kecil itu mengambil piring bekas pakai nya lalu pergi menuju wastafel.

Jeno yang kaget lalu melihat ke arah Jaemin. Laki-laki yang tengah berbadan dua itu hanya terkekeh dan mengangguki.

Ketukan kecil pada pintu membuat Jeno menoleh, menemukan Jaemin yang tersenyum sembari berjalan masuk ke dalam ruang kamar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ketukan kecil pada pintu membuat Jeno menoleh, menemukan Jaemin yang tersenyum sembari berjalan masuk ke dalam ruang kamar.

"Bagaimana, apakah kurang nyaman?" dia mendudukkan dirinya di pinggiran kasur.

Jeno menggeleng. Tangan nya dengan cepat menyelesaikan penataan pakaiannya,"Ini layak ditinggali." jawab nya

"Sudah selesai?"

Jeno mengangguk,"Sudah."

"Kalau begitu ayo turun. Aku baru saja membuat sup."

Jeno menurut, mengekori Jaemin dari belakang.

"Di mana Renjun?" tanya Jeno saat tak dapati laki-laki mungil itu.

"Renjun? seperti nya dia menerima panggilan penting tadi. Jadi dia pamit sekitar satu jam yang lalu."

"Berikan padaku," melihat Jaemin yang akan memindahkan panci yang berat, Jeno dengan cepat mengambil alih.

"Terima kasih," ujar Jaemin.

Keduanya lagi makan dalam keheningan. Namun kali ini Jaemin beri atensi besar pada sosok Jeno yang duduk tenang menekuni mangkuk nasi nya.

"Tidak asin?"

"Hm?" Jeno mengangkat kepala dan otomatis menggeleng,"Tidak, rasanya pas. Enak."

"Kalau begitu syukur lah!" Jaemin tersenyum. Kepala nya tertunduk, memainkan sumpit di tangan nya,
Sebelah alis Jeno naik, merasa bingung oleh reaksi Jaemin,"Kenapa?"

Jaemin menggeleng,"Tidak. Ayo makan lebih banyak!" dia lalu menambahkan lebih banyak sup ke dalam mangkuk Jeno, membuat pria yang lebih tua hanya bisa menerima dengan pasrah.

 Ayo makan lebih banyak!" dia lalu menambahkan lebih banyak sup ke dalam mangkuk Jeno, membuat pria yang lebih tua hanya bisa menerima dengan pasrah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sudah hampir satu jam hujan tiba-tiba saja turun cukup lebat, menyebabkan Jeno yang kini tertahan bersama Jaemin lebih lama. Sebenarnya Jeno tidak masalah jika harus menerobos, akan tetapi Jaemin tidak membiarkan nya.

"Teh?" dia kini meletakkan secangkir teh yang masih mengepul kan asap di atas meja. Jaemin lalu pergi menuju kamarnya. Setelah beberapa menit dia akhirnya kembali dengan membawa serta selimut yang begitu besar dalam pelukan nya.

Laki-laki manis yang sedang berbadan dua itu lalu menempatkan dirinya tepat di samping Jeno. Bahu mereka bahkan kini saling bersentuhan. Melihat Jaemin yang begitu kesusahan, Jeno lalu membantu laki-laki itu menutupi selimut yang tadi di bawa nya.

"Kau juga, tutupi lah diri mu sendiri, suhunya dingin."

Jeno sungguh hanya bisa diam dan menurut. Jaemin benar, suhunya dingin karena itu telinga nya sudah pasti begitu merah sekarang.

"Oke, sudah. Mari kita menonton!"

Tiga puluh menit pertama. Menghabiskan waktu di bawah selimut yang sama dalam suhu rendah ruangan. Volume televisi yang tidak begitu nyaring, membuat Jeno begitu menyadari detak jantung nya sekarang.

Bahu mereka masih bersinggungan dan rasanya hangat. Jeno benar-benar tidak bisa duduk dengan tenang.

Tiga puluh menit berikutnya, hujan sudah mulai reda di luar sana. Film yang berdurasi sekitar satu jam itu bahkan sudah sampai pada akhirnya. Tapi Jeno, masih belum juga bisa pulang sebab Jaemin yang kini tertidur pulas menumpang bahu nya.

Pada akhirnya, keberanian untuk menyingkirkan helai rambut yang jatuh itu dilakukan.

Begitu tenang, begitu cantik. Ini aneh, perasaan ketika kamu melihat orang lain seperti permata. Besar keinginan untuk memperlakukan nya dengan sedemikian rupa. Rasanya ingin dipeluk erat seerat-eratnya, tapi di sisi lain takut melukainya bila menyentuh nya walau barang sekedar.

Jeno lalu memutuskan untuk memindahkan nya. Jaemin bahkan masih terlelap dalam gendongannya.

tbc

tbc

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
My You, nominWhere stories live. Discover now