chapter 8

9 3 8
                                    


"Kamu itu salah satu anugrah Tuhan, jangan pernah menyalahkan takdir yang salah hanya orang yang merenggutnya."

*

*

Bagas Davanka, sosok pria tinggi  berkulit putih bersih dengan predikat siswa tanpa cacat di sekolah, dia ketua osis yang akan segera lengser dari jabatannya. Hidup Bagas terlalu sempurna maka dari itu dia tumbuh dengan baik, walaupun sedikit dingin dan selalu menutup mulutnya.

Teman pertama Nabastala, sedari bangsu sekolah pertama, teman pertama yang mendengar keluh kesah Naba dan juga tangis nya.

Bagas pribadi baik, tak pernah neko-neko walaupun hidup sebagai orang yang berada, hidupnya hanya diisi dengan sekolah, belajar dan sesekali bermain dengan Naba dan Fazwan. Ayah Bagas seorang manajer di salah satu perusahaan yang cukup besar, ibunya seorang pemilik butik yang berada di tengah-tengah kota.

Hidup yang membosankan, yah, Bagas tak menampik itu semua, tapi, hal membosankan itu lambat laun sedikit hilang, ketika dia bertemu seorang gadis cantik bergaun putih di taman kompleks, gadis yang tengah melukis taman dengan berbagai ornamen nya.

Bagas terpesona, tentu saja, siapa yang tak akan terpikat pada gadis cantik, itu hal wajar bukan.

Hampir setiap akhir pekan Bagas nyempatkan diri pergi ke taman di senja hari, hanya untuk melihat gadis pujaan nya duduk di salah satu bangku taman dengan alat lukisnya, gadis hening yang tak pernah mengalihkan penglihatan pada sekitar, bukankah cocok untuk Bagas yang memiliki pribadi yang memang tak suka gadis berisik.

Sore hari ini Bagas juga melakukan hal yang sama, seperti dua tahun belakangan. Berjalan menyusuri jalanan kompleks dan akan duduk diam di sebrang seorang gadis yang tengah menggoreskan kuas nya, dia gadis pelukis itu seperti biasa tengah duduk di sana, Bagas ingin menyapa, tapi mendadak bibir nya kelu, Ayolah! Dia hanya anak remaja yang baru merasakan getaran cinta, bukankah wajar bila dia sedikit merona dan salah tingkah, ketika si gadis untuk pertama kalinya menatap dirinya.

Bagas buru-buru mengeluarkan ponsel dan mencoba mengalihkan tatapan si gadis yang terus menatap nya intens. Jantung nya berdegup, ketika dari sudut mata nya, dia melihat si gadis bergerak dan berjalan ke arah nya.

Tepukan halus membuat Bagas mau tak mau mendongkak, mata bening dengan iris kecoklatan menjadi titik fokus Bagas untuk pertama kalinya, wajah itu, wajah yang selama ini dia perhatian diam-diam, kini berada tepat di depan wajahnya. Apa yang harus dia lakukan, apa Bagas harus kabur atau mencoba berkenalan. Otak yang berkapasitas tinggi itu tiba-tiba mendadak bleng.

Terkutuk lah Fazwan yang selalu menyumpahi dirinya, Fazwan pernah bilang bahwa berhadapan langsung dengan orang yang kita sukai selalu membuat otak kita menjadi bodoh dan tak bisa berkata-kata. Sekarang Bagas tahu bagaimana perasaan Fazwan, ketika bertemu langsung dengan Naya di sekolah.

"Kenapa?"

Satu kata yang keluar dari mulut Bagas, membuat lelaki berusia delapan belas tahun itu meringis, otak nya mulai mencerna bahasa Indonesia yang baik dan benar, kenapa dari banyak kata tentang percakapan harus keluar kata 'kenapa' terlebih dahulu.

Sial, kenapa harus kenapa, Sudah kenapa, gue bilang apa lagi. Bagas membantin. Dia mulai berdehem dan kembali memusatkan perhatian nya pada si gadis.

DALAM DIAM [ON GOING]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz