Bab 2 - Rindu Tak Berujung

114 15 26
                                    

Selamat Membaca...

Sebelum menyambut kedatangan Sabita kembali ke Jakarta, Ken memilih untuk menyempatkan waktunya mengunjungi makam seorang gadis yang selalu mampir ke dalam mimpinya. Ia sedang merindukan kehadiran sosok gadis berambut sebahu yang memiliki manik mata berwarna cokelat. Mata yang indah dipadukan dengan senyuman khas seorang Salma, selalu berhasil membuat orang lain tersenyum dan tertawa. Sejak gadis itu pergi, kebahagiaan yang semula terukir dengan indah seketika lenyap dan hilang tak bersisa. Tak ada lagi teriakan nyaring, tak ada lagi celotehan riang, tak ada lagi sapaan hangat, dan tak ada lagi senyuman ceria khas Salma di sore hari.

Kepergian Salma membuat hidupnya menjadi berantakan dan kehilangan arah. Meskipun Ken menemui banyak manusia di belahan bumi Eropa kala itu, tetap tak bisa menghilangkan rasa sedih yang sedang dirasakannya karena telah kehilangan sosok sahabat terbaik. Demi menutupi kesedihannya, Ken memilih untuk berdiam diri di Amerika selama 3 tahun lamanya. Ia kira dengan cara melarikan diri ke negara lain bisa menghilangkan jejak kenangan pahit tersebut. Ternyata sampai saat ini, rasa ikhlas atas kepergian Salma masih menjadi hal yang paling sulit untuk dijalani.

Mobil berwarna silver yang dikendarainya telah berhenti tepat di depan tempat pemakaman umum. Bukannya turun dari mobil, Ken malah sibuk menyelami pikirannya sendiri sembari menggenggam keranjang berisi bunga tabur dan 2 buket bunga mawar putih. Padahal ia sudah lebih dari 30 kali bertandang ke rumah terakhir Salma, tetapi rasanya sangat sulit untuk menyembunyikan luka yang kembali menganga. Kedua mata yang bersembunyi di balik kacamata hitam, seolah menjadi saksi atas perihnya hati Ken saat ini.

Sebelum keluar dari mobil, Ken menghembuskan napas berulang kali. Berusaha menyiapkan hati dan perasaannya, agar tak ada tangis yang keluar seperti kedatangannya di hari sebelumnya.

Ia mulai menapaki setapak jalan panjang yang mengantarkannya menuju makam Salma. Suasana TPU cukup sepi dan senyap, hanya ada segelintir orang yang sedang melakukan ziarah kubur. Langkahnya semakin mendekati salah satu makam yang berada di dekat pohon kamboja kuning.

Kakinya mulai berhenti tepat di depan makam bernisan hitam, begitupun arsitektur yang mengelilingi makam tersebut. Makam Salma dipenuhi oleh bunga warna-warni dan 3 buket bunga mawar putih serta merah. Ken tahu betul siapa yang mengunjungi makam ini setiap hari dan menaburkan banyak bunga. Tak lain dan tak bukan ialah istri dari Niko, yakni Sabita. Wanita itu mengunjungi makam Salma hampir setiap hari. Memastikan agar makam sahabatnya tetap terawat dengan baik, merupakan salah satu alasan utama Sabita untuk berkunjung kesini.

"Assalamu'alaikum, Salma," ucap Ken sambil membuka kacamata hitamnya. "Maaf, gue baru bisa kesini lagi."

Ken menaruh kacamatanya di atas keranjang bunga, sesekali menyugar rambut blondenya ke belakang. Kemudian ia mulai berjongkok untuk mengusap lembut permukaan batu nisan yang terasa dingin.

"Udah 5 tahun gue nggak pernah liat muka lo, udah selama itu juga gue nggak pernah denger suara teriakan lo lagi," gumam Ken sembari mengusap nisan hitam itu. "Perasaan waktu cepet banget berlalunya. Nggak kerasa ternyata lo udah pergi 5 tahun yang lalu. Gue aja belum bisa ikhlas nerima kepergian lo, tapi waktu malah berputar secepat itu. Rasanya nggak adil, kalau gue harus jalanin kehidupan di dunia ini tanpa kehadiran manusia bawel kayak lo, Sal."

Kedua sudut bibirnya tertarik, menciptakan segaris senyum penuh luka yang sama seperti terakhir kali Ken datang ke tempat ini. Dadanya mulai terasa sesak dan berat seiring bibirnya mengucapkan kalimat menyakitkan.

Kalimat penuh kenangan yang pernah terjadi antara dirinya, Sabita, dan Almarhumah Salma di masa lalu.

"Biasanya kita curhat bareng sama Sabita, nonton film bertiga, jalan-jalan nggak jelas kayak orang bego, main sepeda keliling taman sampe pengap, makan samyang sampe perut mules, dan liatin matahari terbenam dari atas rumah pohon. Emangnya lo nggak kangen, Sal? Gue mah kangen, cuma sekarang jalan ceritanya udah beda. Bukan tentang kita lagi, tapi cuma gue sama Sabita doang."

Rumah Kedua Season 2 : The Story Never EndsWhere stories live. Discover now