Bab 2 - Rindu Tak Berujung

Start from the beginning
                                    

Tangannya menyusuri rumput hijau yang membalut makam Salma. Mengusapnya secara perlahan sembari terus menggaungkan kalimat penuh pengharapan. Sebelum itu, Ken menyisipkan senyum tipis kala mengingat harapan dan rencana besar yang pernah ada di dalam kepalanya.

"Asal lo tau, ya, Sal. Gue pernah punya rencana buat jodohin anak kita, anak gue, anak lo, dan anaknya Sabita pas udah gede nanti. Kapan lagi kita jadi besan terus anak-anaknya juga pada sahabatan kayak orang tuanya? Keren, kan? Iya, keren. Tapi sayangnya, itu cuma sekedar rencana gue aja. Soalnya rencana Tuhan beda lagi."

Matanya mulai memanas, bersamaan dengan bulir-bulir air mata yang mulai turun membasahi pipi putihnya. Ken kembali mengusap batu nisan bertuliskan nama panjang Salma. Menyentuhnya dengan lembut seakan-akan sedang membelai surai pendek gadis itu.

"Lo liat sekarang, penampilan gue makin keren dan kece gini. Senyum gue nggak pernah luntur kalo di depan orang lain. Tapi nggak ada yang tau, kalo ternyata gue lagi berusaha buat nyembunyiin rasa sakit karena kepergian lo bertahun-tahun lalu. Gue nangis sendirian, gue ngeluh sendirian, gue ngomong sendirian kayak orang gila, gue ketawa sendirian, dan gue nyesel sendirian sambil mandangin foto kita."

"Selama ini gue berusaha terlihat kuat dan baik-baik aja di depan Sabita, di depan semua orang. Padahal hati gue udah hancur sampe berantakan dan memilih buat hidup sendirian di negeri orang. Gue udah lakuin berbagai macam cara supaya bisa sembuh. Tapi, sampe sekarang gue belum berhasil sembuh. Selama ini gue cuma berusaha buat mengubur dan ngelupain semuanya. Berusaha menutup rapat-rapat semua kenangan tentang kita, tapi sampe sekarang gue nggak pernah sanggup lakuin itu. Semua usaha yang udah gue lakuin gagal, Sal."

Air mata yang berusaha ditahan mati-matian, akhirnya mengucur dengan deras di permukaan wajahnya. Ken meremat kencang rumput hijau yang membalut makam sahabatnya. Ia menumpukan dagunya di batu nisan Salma, sembari menciumi permukaan dingin batu nisan tersebut.

Sejak Salma pergi, menangis tanpa suara seperti ini telah menjadi kebiasaan Ken sehari-hari.

"Kalo gue tau lo bakalan pergi jauh, gue nggak akan pernah marahin lo, Sal. Kalo gue tau lo bakal pergi jauh, gue nggak akan pernah ngebentak sambil ngomong kasar ke lo. Kalo gue tau kita bakal pisah kayak gini, gue bakal rebut lo dari Rafi waktu itu. Kalo gue tau kita nggak bakal pernah ketemu lagi, gue bakal lakuin apapun supaya lo seneng, supaya lo ketawa, supaya lo bahagia. Gue bakal jadi sahabat yang baik buat lo, gue bakal kasih semua kasih sayang gue buat lo, gue bakal kasih semua perhatian gue buat lo, supaya lo nggak perlu nyari kebahagiaan dari makhluk bajingan itu."

Langit perlahan menyembunyikan mentari yang sedang menyinari bumi sore ini. Gumpalan awan mendung bergerak menutupi langit yang semula berwarna biru. Tetes demi tetes air hujan mulai turun menyapa bumi, tumbuhan, tanah, dan seorang lelaki yang masih terisak di depan makam sang sahabat. Tak peduli hujan yang turun semakin deras, Ken tetap berjongkok sembari memeluk nisan Salma.

Tanpa ia sadari dan tanpa dirinya melihat, ada seorang gadis berambut sebahu yang berdiri tepat di sampingnya. Ken tak mungkin bisa melihat keberadaan gadis itu, karena mereka hidup dalam dimensi yang berbeda. Gadis berambut sebahu itu tampak seperti bayangan yang tembus pandang. Wajah cantiknya yang pucat menampilkan ekspresi sedih karena melihat Ken menangis. Tangannya berusaha menggapai bahu lebar Ken untuk dipeluk, ia ingin sekali menenangkan sahabatnya. Namun, Salma tak bisa berbuat apapun selain memandangi Ken yang seluruh bajunya telah basah.

"Pulang, Ken," gumam Salma pelan. Tak tega melihat Ken hujan-hujanan seperti ini. "Lisa nungguin lo di rumah sendirian."

Sementara itu, lelaki berambut blonde yang masih terdiam di tempatnya, seketika terhenyak kala mendengar suara seseorang di sekitarnya. Suara yang sangat familiar di telinganya dan suara yang baru pertama kali ia dengar lagi setelah 5 tahun lamanya. Ken celingukan ke kanan dan kiri untuk mencari keberadaan seseorang. Tetapi hasilnya nihil, di pemakaman itu tak ada siapapun selain dirinya. Ia yakin, kalau suara itu ialah suara gadis yang dirindukannya selama 5 tahun ini.

Rumah Kedua Season 2 : The Story Never EndsWhere stories live. Discover now