09. subtle changes are visible [2]

335 65 18
                                    

Kayaknya vote dan komen ga pernah lebih dari 20 an  ya:( update berikutnya nunggu vote dan komen lebih dari 20 deh:)

***

Sebagai salah satu anggota kerajaan, tentunya itu adalah sebuah kewajiban untuk menghadiri acara yang diselenggarakan oleh Baginda raja, apalagi ini adalah ulang tahun Baginda raja.

Tapi entah kenapa melihat pemandangan hiruk-pikuk pesta yang dihadiri begitu banyak bangsawan membuat ku lelah, padahal aku hanya melihatnya dari kejauhan. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk tidak menghadiri acara tersebut, toh ada atau tidaknya aku pun mereka tetap berpesta.

Aku melangkahkan kakiku menuju taman belakang istana untuk menikmati langit malam yang tenang, tetapi bukanya ketenangan yang aku dapatkan melainkan sebuah anak panah yang dengan cepat mengenai bahu kiriku.

"Aduh sialan, apakah hari ini juga ada pembunuh bayaran?" Umpatku sambil mencabut anak panah yang menempel di bahuku.

"Matilah pangeran!" Seseorang dengan cepat menghunuskan pedangnya kearahku.

"Kau saja yang mati!" Kataku sembari mengeluarkan belati yang aku sembunyikan, lantas memotong kepala pembunuh bayaran itu.

"Satu terbunuh dan yang lainnya muncul," aku mengamati orang-orang yang sudah mengepungku, "benar-benar seperti serangga."

"Kalau kau ingin menyalahkan orang lain, salahkanlah dirimu sendiri karena telah lahir sebagai anggota kerajaan!" Dengan begitu serangan membabi buta di arahkan kepadaku.

Beberapa tusukan pedang menggores ku, tetapi tidak cukup untuk membunuhku. Untuk bertahan hidup aku telah mengasah kemampuan berpedangku, meskipun sekarang aku menggunakan belati tapi bukan berarti itu menyebabkan kemampuan ku menurun.

'satu, dua, tiga, empat,' tebasan demi tebasan terus aku layangkan pada para pembunuh itu, meskipun rasanya seluruh tubuhku juga tergores.

'lima, enam, tujuh, delapan,' Delapan orang sudah aku bunuh berarti sekarang tinggal sisa 2 orang lagi.

'ting' Belati ku bentrok dengan pedang si pembunuh.

"Kamu cukup berbakat untuk seorang pangeran buangan." Ucap sang pembunuh itu sambil terus memojokkan ku.

"Tapi itu tidak cukup, matilah!" Dua orang pembunuh yang tersisa mencoba menyerang ku secara bersamaan.

"Sudah ku katakan kalian saja yang mati." Aku melompat menghindari serangan mereka, sebelum akhirnya memutar tubuhku kembali untuk menebas leher mereka.

"Sembilan, sepuluh." Ucapku sambil mendarat dengan rapih di tanah.

Baju yang aku gunakan untuk pesta kini sudah kotor, berlumuran dengan darah, bahkan ada beberapa bagian yang robek karena tebasan. Aku ingin kembali ke istanaku tapi para pelayan pasti akan menjerit ketakutan jika melihatku seperti ini, Baiklah aku akan membersihkan diriku dulu di sungai taman belakang istana, lagipula aku juga lelah jika harus kembali sekarang.

Saat aku dengan santai duduk di atas tanah sambil membersihkan diriku, suara langkah kaki tiba-tiba memasuki Indera pendengarku.

Aku bergegas bersembunyi, dan saat pemilik langkah kaki sudah menunjukkan dirinya, aku dengan cepat mengunci pergerakannya dari belakang sambil menodongkan belatiku di lehernya.

"Siapa kau?" Kataku sambil terus mengamatinya. Aku dapat dengan jelas melihat rambut putih, dan mata merah yang mengintip ke arahku.

'tunggu jangan bilang anak ke dua keluarga Hart?' Pikirku sambil melonggarkan pegangan belati ku, sebelum akhirnya di dorong menjauh oleh tangan pucat itu.

"Saya Deon Hart yang mulia." Aku melangkah mundur darinya beberapa langkah, mengambil jarak aman. Mataku bertatapan dengan mata merah darahnya.

Berbeda dengan rumor yang kudengar, ternyata anak ke dua keluarga Hart pandai berbicara. Namun, setelah bertukar beberapa kata dengannya sebuah pertanyaan muncul di kepalaku,

"Mengapa anak keluarga Hart ada disini?" Tanyaku penasaran.

"Karena aku bosan di pesta." Dia dengan cepat menjawab seakan sudah menyiapkan jawaban sebelumnya.

"Ngomong-ngomong yang mulia, dari pada itu kenapa anda terlihat berantakan sekali?" Tanyanya sambil mengamatiku dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Tidak sopan, apakah kamu tidak di ajarkan tata krama seorang bangsawan?" Kataku dengan sinis, baru saja aku ingin menguji seberapa pintarnya dia.

"Sayangnya sebagai seorang bangsawan tentu saja saya di ajari tata krama, namun saya hanya penasaran mengapa seorang pangeran yang seharusnya tampil mewah kini terlihat sangat kacau?" Lihatlah matanya yang meringkuk dalam kemunafikan, "apakah anda baru saja di kejar anjing liar?"

"Heh, itu benar beberapa anjing dengan tidak sopannya mencoba mengigitku." Aku mencoba mengikuti alur permainannya, mari kita lihat apa yang dia inginkan.

"Begitu, kasihan sekali anjing liar itu pasti mereka sekarang sudah berada di gerbang neraka." Dengan cepat ekspresi yang terlihat bahagia itu kini berubah menjadi kesedihan, bahkan matanya tampak berkaca-kaca, sungguh kemampuan akting yang hebat.

"Kalau kamu memang merasa kasihan, aku dengan murah hati dapat mengirimmu menemui mereka." Ucapku dengan senyum yang aku pasang setulus mungkin.

"Terimakasih atas kemurahan hati anda yang mulia, tapi saya pikir saya tidak cocok berada di sana. Bagaimana mungkin seorang malaikat seperti saya berada di neraka, kan?" Sebuah pernyataan yang diiringi dengan senyum bangga itu hampir membuatku tertawa, memangnya ada orang yang mengatakan bahwa dirinya sendiri adalah malaikat?

"Memangnya kamu malaikat?" Tanyaku sambil berusaha menahan tawaku yang hampir keluar.

"Tentu saja, buktinya sekarang saya berniat mengobati anda." Dengan sinar bulan di belakang kepalanya, dia dengan ramah mengatakan omong kosong itu.

***

Fyi: jalan masuk taman belakang istana itu banyak ya, jadi emang Deon ga ngeliat adanya pembunuh yang menyerang Edoardo, terus juga ada perbedaan waktu antara penyerangan Edoardo dan masuknya Deon ke taman belakang istana.

Buat yang tau nama ortu na Deon komen cepat!!

Perasaan aku nulis bab ini lebih panjang dari bab lain, tapi pas aku baca ulang kok pendek ya?

Tinggalkan jejak!!!
See ya!

disaster returnsWhere stories live. Discover now