16

12.9K 1.1K 60
                                    

Di tengah malam Naira terbangun dari tidurnya karena mendengar gemericik air dari dalam kamar mandi.

Naira bangkit dari duduknya lalu mendekati ranjang anaknya. " Kemana Kara?" monolognya lalu berjalan mendekati pintu kamar mandi.

"Kara" panggilnya dengan lembut pada anaknya yang sedang berdiri di depan wastafel.

Kara mematikan keran air lalu menoleh ke arah Naira. "Ibu mau pake kamar mandinya? Sebentar ya Bu aku udah mau selesai" ujarnya lalu segera menyelesaikan kegiatannya.

Naira masuk ke dalam kamar mandi. "Kamu ngapain?" tanyanya melihat pakaian yang tengah di bilas oleh anaknya.

"I-itu Bu a-ku-"

"Kenapa?" tanya Naira membalikkan tubuh anaknya agar menghadap ke dirinya.

"Tadi aku mau ke kamar mandi tapi udah keburu kencing di celana. Gak kena kasur kok Bu, cuma di lantai" jelas Kara menundukkan kepalanya.

"Lantainya udah aku bersihin, celananya juga udah aku cuci" sambungnya lagi.

"Aku salah, aku minta maaf Bu" ucap Kara mendongakkan kepalanya menatap Naira yang hanya diam.

"Ayo ke kamar lagi, masih malam tidur lagi" ucap Naira dengan lembut meraih tangan Kara lalu mengajaknya keluar dari kamar mandi.

"Ibu capek ya?" tanya Kara membuat Naira menghentikan langkahnya.

Naira berbalik menghadap anaknya. "Kenapa tanya gitu?"

"Kadang aku gak kerasa makanya tiba-tiba buang air kecil di celana, tapi aku sekarang bisa bersihin sendiri Bu. Bersih kok Bu, udah gak bau lagi, nanti pas pulang aku masih boleh ikut pulang kan Bu?"

"Kenapa bilang gitu? Nanti kita pulang bareng-bareng, kamu gak akan di tinggal" ucap Naira menarik tangan anaknya agar lebih dekat pada dirinya.

"Nanti aku belajar lagi Bu, biar sama kaya Anka. Tapi Ibu jangan capek ya?" ucap Kara menatap Naira dengan tatapan memohon. Ia tidak masalah jika keluarganya marah setiap hari pada dirinya, ia juga tidak masalah jika mendapatkan hukuman setiap hari.

Yang dia inginkan hanya ingin tetap tinggal bersama dengan keluarganya, sampai keinginannya tercapai. Yaitu membuat keluarganya bangga pada dirinya, membuat keluarganya tak lagi malu karena kebodohan dirinya.

"Ibu gak capek, sama sekali gak capek" ucap Naira lalu memeluk anaknya dengan erat. "Tadi mimpi buruk?" tanyanya dengan lembut mengusap rambut Kara.

"Aku gak mimpi apa-apa" jawab Kara melepaskan pelukannya Naira. "Ibu besok aku boleh pergi keluar?"

"Besok kita tanya dokter, sekarang tidur lagi. Lihat ini baru jam satu malam" tunjuk Naira pada jam dinding di kamar rawat Kara.

Kara menganggukkan kepalanya lalu berjalan mendekati ranjang, anak itu mengambil bantal dan selimutnya lalu membentangknya di atas lantai. "Aku tidur sini ya Bu, aku gak mau tidur sama Anka"

"Jangan tidur di bawah, tidur di kasur biar Ibu bangunin Anka" ucap Naira lalu segera membangunkan Anka.

"Anka, Anka. Ayo bangun" ucap Naira menepuk-nepuk pipi Anka.

"Hmm" gumam Anka dengan mata terpejam.

"Bangun, pindah dulu. Kara mau tidur di sini" ucap Naira menarik tangan Anka agar anak itu tidak tidur lagi.

Kara mengambil bantalnya yang ada di atas lantai lalu berjalan mendekati sofa panjang, di mana Banu tengah tertidur lelap dengan posisi duduk. Kara mendudukkan dirinya di atas lantai lalu menyandarkan tubuhnya di sofa.

Perlahan Kara memejamkan matanya dengan memeluk bantal tidurnya. Banu membuka matanya ketika mendengar dengkuran halus dari anaknya. Sebenarnya Banu hanya memejamkan matanya, dia tidak benar-benar tidur. Ia pikir Kara akan duduk di sampingnya, ternyata anak itu lebih memilih untuk duduk di atas lantai yang dingin.

KARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang