Bab: tiga 🥀

132 75 36
                                    

Haloo semuanya ✨

VOTE, KOMEN, FOLLOW!!

Happy Reading

"Papa?" Shaka bergumam melihat seorang Pria dengan tubuh tegapnya berjalan ke arah Shaka dengan senyum hangat.

Dengan senyuman hangat ia melihat anak bungsunya yang duduk di kursi meja belajar. "Anak papa lagi ngapain? Kayaknya sibuk banget sama buku." Bima duduk di sisi ranjang dekat Shaka duduk. Tangannya mengusap surai Shaka dengan lembut.

Shaka terkekeh mendengarnya. "Papa, kapan datang?" tanya Shaka setelah menyalami tangan Bima. Remaja itu terlihat antusias melihat Papanya pulang. Bahkan kursi yang di duduki-nya pun berputar menghadap Bima.

"Beberapa waktu yang lalu," jawab Bima sembari tersenyum lagi. Matanya menelisik wajah Shaka yang tidak seperti biasa. "Muka kamu kenapa? Siapa yang berani nonjok anak Papa ini, hm?"

Shaka terkekeh miris lantas terdiam sembari menatap sang Papa yang masih menggunakan pakaian kerjaannya. Pria berumur itu terlihat tegas dengan pakaian hitam kebanggaan Bima.

"Nak, jawab Papa. Siapa yang nonjok kamu sampai begini?" tanya Bima dengan intonasi rendah. Kedua matanya menatap Shaka dengan penuh ke khawatiran. Ternyata jawaban Shaka tidak sesuai dengan kenyataan, Shaka menggelengkan kepalanya sembari tersenyum.

"Shaka latihan sama temen, Pa. Tapi temen salah nonjok, jadi gini." Dalam hati Shaka terus meminta maaf kepada Papanya karena sudah berani berbohong.

Bima langsung mendatarkan wajahnya, ia sudah berpikir jika anaknya ini tidak pintar dalam berbohong. "Bohong. Papa tau kamu gak bisa berbohong, Nak. Jujur sama Papa."

Shaka menundukkan kepalanya, beberapa menit kemudian. "Shaka—"

Ucapan Shaka terpotong tatkala sang Mama datang ke kamar Shaka, tepatnya hanya di ambang pintu. Citra hanya memanggil Bima untuk makan malam dan setelahnya pergi tanpa berkata kepada Shaka. Seakan-akan disana hanya ada Bima yang tengah terduduk di sisi ranjang dekat Shaka berada.

"Papa belum makan, kan? Lebih baik papa makan dulu," ucap Shaka mengalihkan pembicaraan.

"Iya, nanti setelah kamu menjelaskan semuanya, kenapa kamu bisa begini." Sebagai Papanya, pria itu berhak tau tentang apa saja yang dilakukan anaknya di sekolah. Menanyakan hal-hal yang mungkin terdengar sepele, namun sangat penting bagi Bima.

Shaka merasa terpaksa harus menjelaskan segala hal yang terjadi, termasuk kondisi mukanya, kepada sang Papa menggunakan bahasa isyarat. Mengingat dia banyak yang harus disampaikan, Shaka memilih untuk menggunakan bahasa isyarat sebagai sarana penjelasan. Tentu saja sang Papa sangat mengerti apa yang dijelaskan Shaka. Dengan gerak-gerik tangan Shaka yang lincah membuat Bima merasa marah.

"Nanti Papa bilang ke pihak sekolah, ya? Atau mau pindah sekolah saja?" tawar Bima membuat Shaka langsung menggeleng ribut.

"Shaka gak mau pindah sekolah, Pa."

"Yasudah, Papa nanti bilang ke pihak sekolah," tutur Bima. Dan lagi-lagi Shaka menggeleng membuat Bima mengernyitkan dahinya heran.

"Kenapa?"

"Dia cuma bercanda, Pa. Palingan besok baikan lagi," jawab Shaka diakhiri dengan senyuman di bibirnya.

Bima menghela napas dan mengelus kepala Shaka sayang. "Terserah kamu. Tapi kalau ada apa-apa lagi, bilang Papa, ya?" Shaka mengangguk

"Kamu gak kangen Papa? Mau peluk?"

Shaka mengangguk cepat, bibirnya tersenyum manis dan memeluk Papanya erat. "Shaka kangen, Pa. Bisa gak kalau Papa terus di rumah?"

Tuna Rungu || Choi BeomgyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang