˚。⋆24. don't cry, you deserve it⋆。

Comincia dall'inizio
                                    

Cowok itu berlutut di depan sahabatnya, ia menggerakkan tangan Lauren untuk memegang erat bunga yang dibawanya.

"Ren, semua makhluk yang hidup di dunia ini pantas jatuh cinta dan dicintai. Nggak peduli apa kekurangan yang dimilikinya. Mereka yang mencintai, pasti menganggap kekurangan sosok yang dicintainya sebagai keistimewaan."

Dika merapikan rambut Lauren. "Ren, kamu cantik. Hati kamu bersih, baik banget. Kamu pantas mendapatkan cinta yang tulus, kamu pantas mendapatkannya. Please, don't cry. You deserve it, Mikha Laurencia."

Air mata Lauren kembali menetes mendengar tuturan sahabat masa kecilnya itu.

"Loh, kok nangis? Kan aku bilang jangan nangis, udah, ya?"

Lauren tak bisa mengucapkan sepatah kata pun saat ini. Dika membuat mulutnya terkunci.

"Kamu mau ikut aku ngelukis, nggak?"

Lauren mengangguk membuat Dika tersenyum begitu manis.

"Kita ke halaman rumah aku, yok. Cuma jarak beberapa langkah dari rumah kamu, kok. Mau?"

Lauren kembali mengangguk antusias. Dika mendorong kursi roda gadis itu sampai ke rumahnya. Ia masuk ke dalam gerbang yang tak terkunci.

Mereka memasuki rumah Dika yang terlihat sederhana tapi nyaman. "Assalamu'alaikum," ucap Dika.

Seekor kucing berlari menyambar ke pelukan Dika. Sambil mengeong, ia menoleh ke arah Lauren, lalu kembali melihat Dika. Seolah bertanya, siapa dia?

Dika mendekatkan kucing peliharaannya ke Lauren. "Liat deh, Ly. Ini Lauren. Gadis yang sempurna di mataku. Tapi, dia suka insecure. Coba deh kamu bilang ke dia buat jangan insecure lagi," ucap Dika pada Molly, kucing kesayangannya.

Seolah mengerti, Molly perlahan mendekati Lauren, kucing imut itu duduk di pangkuan Lauren. Bergelayut manja, lalu mengeong dengan gemasnya.

Lauren terkekeh melihat kucing imut itu. Tangannya tergerak untuk memeluk lalu mencium si kucing. "Lucu, gemes banget sii, Molly."

Masih asyik bermain dengan Molly, Lauren melihat Dika mengambil kanvas dan beberapa cat.

Lalu cowok itu menatanya di halaman samping rumah, di taman kecil yang terlihat segar dengan rumput taman yang hijau dan beberapa tanaman bunga yang indah.

Setelahnya, Dika mendorong kursi roda Lauren keluar. Kini, Lauren berada di bawah sebuah pohon bersama Molly yang masih setia di pangkuannya.

Sementara Dika, cowok itu mulai melukis di depannya. Dika terlihat sangat tampan ketika sedang melukis. Lauren kagum melihatnya. Tanpa sadar, gadis itu tersenyum.

Dan tanpa mereka sadari juga, Rizal dan Andini memotret momen itu. Rupanya, mereka sudah berada di depan gerbang sejak Dika menata peralatan melukisnya tadi.

Pasutri itu memilih masuk ke dalam rumah dan tidak mengganggu interaksi mereka. Rizal mengirimkan gambar hasil jepretannya kepada Damian. Agar pria itu tak perlu mengkhawatirkan suasana hati Lauren setelah 3 tahun koma.

Dalam waktu 1 jam, lukisan Dika telah selesai. Lukisan seorang gadis yang sedang duduk di ayunan dan teman laki-laki di belakangnya, mereka berdua sama-sama memegang pesawat kertas dan bersiap menerbangkannya ke langit yang cerah.

Lauren kagum melihat hasil lukisan Dika. "Cantik banget."

"Keinget siapa?"

Lauren mengernyitkan keningnya.
"Emm, Habibie-Ainun?"

"Bener, Ren mau coba take sama aku?"

"Mauuu!"

Dika mengambil ponselnya lalu mengatur posisi ponsel itu sebaik mungkin. Ia memberikan pesawat kertas kepada Lauren. Lalu mengatur posisi gadis itu menghadap ke cahaya matahari.

Setelahnya, Dika berlutut di samping Lauren. "Hitung barengan, yok!"

"Satu ... dua ... tiga." Mereka menerbangkan pesawat kertas masing-masing. Pesawat itu terbang beriringan lalu jatuh saling berhadapan di atas bunga anggrek.

Mereka tertawa lepas melihatnya. "Seru nggak?" tanya Dika.

Lauren mengangguk. Gadis itu masih mempertahankan senyumannya. Dika sangat bahagia melihat gadis itu ceria setelah sebelumnya linglung di rumahnya.

Lauren tak bisa mengatur suasana hatinya sendiri sepulang dari rumah sakit. Gadis itu sering tantrum dan menangis, apalagi jika mengingat Rafael. Cintanya di masa SMP. Lauren tak bisa menerima kenyataan kalau sekarang, Damian membatasi, bahkan melarang interaksinya dengan Rafael.

Dika tau, Dika tau tentang Rafael dan Lauren dari informasi yang ia dapatkan dari orang sekitarnya, oleh karena itu, ia ingin memperbaiki suasana hati Lauren agar tidak larut dalam kesedihan. Meskipun dirinya sendiri sekarang juga sama seperti Lauren, merindukan orang spesial di Tasikmalaya.

"I miss you, really," batin Dika.

Lukisan Dika

Dika mengambil ponsel yang dia gunakan take video tadi

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.


Dika mengambil ponsel yang dia gunakan take video tadi. "Ren mau aku fotoin? Lagi cantik banget soalnya."

"Mauuu."

Ternyata ujian lebih nyaman diselingi sama wattpad, biar ngga stress banget

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

Ternyata ujian lebih nyaman diselingi sama wattpad, biar ngga stress banget.

Ujianku tinggal 4 hari lagi

See you next part 🌷

Rafaelluna's Diary (silent love) Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora