Lembar 2 | Sisi lain dirinya

1.2K 163 41
                                    

♪ Lagu untuk di putar : Judika - merindukan purnama ♪

“Cintailah diri lo sendiri terlebih dahulu.”

Semesta Radhega

— 𝐦𝐞𝐦𝐩𝐞𝐫𝐬𝐞𝐦𝐛𝐚𝐡𝐤𝐚𝐧 —

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𝐦𝐞𝐦𝐩𝐞𝐫𝐬𝐞𝐦𝐛𝐚𝐡𝐤𝐚𝐧

🍂

     “Nilai kamu tidak berkembang sama sekali, Dhega.”

     “Bahkan ini sudah dua Minggu berturut-turut.”

     Ucapan keluar dari bibir ranum Guru wanita yang sedari tadi menatapnya di balik sebuah kaca mata bulat. Kedua alis yang menukik sedikit tajam, seolah menunggu jawaban dari seorang cowok yang kini tengah duduk dengan wajah datar. Bahkan seperti tak ada raut penyesalan.

     “Ibu akan menyuruh seseorang buat membimbing kamu, supaya nilai kamu dapat berkembang,” tukas Guru tersebut.

      Di tatapnya sang Guru penuh tanya, sorot mata Guru wanita itu yang seketika berubah dengan bibir yang sedikit tertarik ke atas—menampilkan seulas senyuman tipis. Tak lama derap langkah pun terdengar dari arah belakang tubuhnya—mendekat dan terus mendekat.

      “Ibu panggil saya?”

      Wajah sang Guru semakin berbinar, “Iya, Ibu yang manggil kamu.”

      Kepalanya bergerak menoleh kebelakang dan detik itu pula pandangan mereka saling bertabrakan, semua seolah berhenti dalam beberapa saat. Ada raut kecewa sekaligus tak nyaman yang tersorot dari mimik wajah cowok yang kini ia tatap—begitipun dirinya.

      “Saya menolak, Bu.”

      Bahkan saat Guru wanita itu belum kembali berbicara dan bahkan belum menyempatkan diri untuk menyuruh duduk, murid itu telah menyanggah terlebih dahulu.

      Guru itu menatap murid yang masih setia berdiri penuh tanya, “Kenapa Sadhan?”

      Yang terpanggil ‘Sadhan itu sedikit menunduk lalu dengan lembut dan penuh sopan santun dirinya masih menyempatkan diri untuk tersenyum walau tipis.

      “Banyak tugas yang belum saya selesaikan, Bu ... Saya hanya takut jika saya mengecewakan, Ibu,” tukasnya.

      Kepala cowok itu kembali mendongak, lalu ia kembali melanjutkan pembicaraannya, “Saya permisi, Bu.”

Rumah Tanpa PintuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang