Unexpected meeting

26.2K 1.1K 15
                                    


Author POV :

Seorang gadis duduk termenung di atas kursi rodanya, menghadap jendela besar di kamarnya, memperhatikan matahari terbenam.

    

     "Sayang, kenapa belum bersiap-siap?" tanya seorang wanita paruh baya yang baru saja masuk menghampirinya, namun tak digubris oleh gadis itu.

Gadis itu tampak asik dengan lamunannya sendiri.

        "Aya, sayang..." panggil wanita paruh baya itu sambil menepuk pelan pundak gadis bernama Aya yang merupakan putrinya.

Seakan baru saja tersadar, Aya mengerjapkan matanya beberapa kali.

         

      "Ehh Bunda? Ada apa Bun?" tanya Aya sambil mengedipkan matanya beberapa kali, tampak seperti boneka barbie.

       "Kenapa sampai sekarang belum bersiap-siap?" tanya wanita paruh baya yang di panggil bunda oleh Aya.

      "Hmmm, anu bunda, " Aya tampak bingung menjawabnya, tidak mungkin ia menjawab kalau dia tidak berkenan mengikuti pertemuan relasi bisnis keluarga kan? Karena dia yakin, itu  dapat membuat kedua orang tuanya sedih.

Wanita Paruh baya yang di panggil Bunda tampak mengernyitkan keningnya, bingung.

       

            "Aku... Aku bingung harus memilih gaun yang mana, lalu aku menunggu Bunda, karna aku ingin sekali dirias oleh Bunda" jawab Aya, tidak sepenuhnya berbohong.

Sang bunda hanya tersenyum mendengar penuturan Putri semata wayangnya itu.

_________________________________

        "Roy, tolong dengarkan Ibu! Apa kali ini kau mau membuat keluarga kita malu hah? Kalau memang itu tujuanmu bukan hanya keluarga kita yang malu tapi juga keluarga Tuan Admadja juga akan malu!" gertak wanita paruh baya pada putranya yang sibuk berkutat dengan laptopnya.

         "Lalu?" bukannya menjawab, putranya yang bernama Roy itu malah kembali bertanya dengan pertanyaan singkat.

Sang Ibu pun tampak geram dengan ucapan anaknya.

         "Lalu? Lalu kau bilang? Baiklah jika memang itu keputusanmu, ibu benar-benar kecewa dengan mu!" ucap wanita paruh baya itu, matanya memerah menahan air mata yang sedari tadi ingin jatuh.

Melihat Ibunya, Roy hanya bisa pasrah. Sungguh ia tak sanggup melihat ibunya seperti itu.

 

       "Baiklah... Baiklah... Apapun itu keinginan ibu." ucap Roy pasrah.

_________________________________

Ruangan di rumah Keluarga Admadja tampak sangat ramai oleh para tamu undangan, mulai dari keluarga, kerabat, bahkan relasi bisnis memenuhi ruangan itu.

Tiba-tiba lampu padam, dan saat terdengar bunyi beberapa tuts piano semua mata memandang ke arah piano dan lampu yang menyorot kearah gadis yang duduk menghadap pianonya, gadis itu tampak sangat cantik dengan gaun biru lautnya tanpa lengan memperlihatkan bahu dan kulit mulusnya, rambutnya digelung keatas dan anak rambutnya dibiarkan menjutai jatuh, menampakkan leher jenjang yang menggoda kaum adam mana pun yang melihatnya, wajahnya dipoles dengan make up yang natural.

Gadis itu tersenyum sebentar kearah tamu, lalu mulai memainkan piano itu dengan indah.

Setelah selesai memainkan pianonya gadis itu tersenyum, lalu lampu yang tadinya padam kini menyala terang.

Seorang pria berbadan tegap dan berpakaian serba hitam datang menghampiri gadis itu, lalu menggendongnya dan mendudukkannya di kursi roda.

Setelah didudukan gadis itu tersenyum lalu mengucapkan terimakasih, pria berbadan tegap itu tersenyum lalu mengangguk.

Gadis itu menghampiri orang tuanya yang tampak berbincang ria dengan relasi bisnisnya.

         "Bunda... Ayah..." panggilnya, sang orang tua pun menyahut lalu tersenyum.

          "Sayang tau tidak, tadi kami melihat Bidadari sedang memainkan Piano dengan sangaaat indah" ucap Tuan Admadja pada putrinya.

          "Ayah..." putrinya malu, lalu menutup wajahnya.

Yang menyaksikan itu pun tertawa.

           "Aya sayang apa kabar? Wah kamu bertambah cantik ya." tanya seorang wanita paruh baya pada Aya.

Aya sangat hafal dengan wajah ini.

         "Ibu? Eh... Baik bu, bagaimana dengan ibu?" Aya tampak sangat kikuk melihat senyuman wanita itu, dia teringat dengan senyuman pria yang sangat ia cintai sampai saat ini, ya benar, wanita itu adalah ibu dari Ray, tunangan Aya.

Lalu pandangannya beralih pada dua sosok pria di samping kanan dan kiri wanita itu.

'DEG'

      "Ray" Gumam Aya lirih.

       "Aku Roy bukan Ray, berapa kali kau harus mengira aku ini Ray." Roy mendengus kesal melihat perubahan wajah Aya.

       "Ma... Maaf" ucapnya terbata.

Menyadari kecanggungan diantara anak mereka Para orang tua pun mencari cara.

       "Hmmm Ray, bisa kau ajak Aya jalan-jalan sebentar? Ada hal yang harus kami berempat bicarakan." ucap tuan Djuanda.

Roy menatap ibunya sekilas, melihat ibunya tersenyum menganggukpun, dia akhirnya mengambil alih kursi Roda Aya, dan mendorongnya entah membawanya kemana.

Sampainya Roy dan Aya di taman belakang rumah, Roy melepaskan Pegangannya dari kursi roda.
        
         "Kau bisa jalan sendiri kan?" tanya Roy dingin.

Aya tampak mengangguk lalu Roy berjalan duluan.

'BUGH'

          "Awh..."





To Be Continued...

Brink Wedding [BOOK 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang