Chapter 4

42 2 6
                                    

Mengenakan kaca mata hitam dengan pakaian kasual berupa kaos berkerah dan celana jeans warna biru, Rei tampak berada di taman dekat Sungai Thames. Tak lama seorang pria berambut hitam  dengan wajah maskulin datang menemuinya.

"Aku pikir kau tak akan datang," sarkas pria asing itu sembari berdiri di samping Rei untuk sama-sama menatap ke arah sungai yang menjadi tempat favorit di London itu.

"Jangan merasa senang!" Rei menarik satu sudut bibirnya tersenyum sinis. "Kalau bukan karena Agensi, kau pikir aku juga mau bekerja sama denganmu, Akai Shuichi."

"Huhh, kau bisa juga bersikap licik. Mari kesampingkan permusuhan kita. Aku dengar kau membawa istrimu dalam misi ini. Untuk seorang Rei pasti ada dua alasan; Pertama, kau ingin memanfaatkannya. Kedua, kau ingin melenyapkannya."

Tangan Rei pun seketika mengepal  keras dan reflek terayun ke arah pria beraparas balsteran Amerika itu. "KAU BILANG APA, KEPARAT!!"

Graapp!!

Kepalan tangan Rei berhasil ditahan oleh Akai yang kini membalas dengan memberi tatapan tajam.

"Kau masih saja temperamental. Inilah sebabnya istrimu harus menjalani perawatan di rumah sakit jiwa."

"Jangan bicara seenaknya atau kurobek mulutmu!!"

Gertakan Rei hanya ditanggapi datar oleh Akai yang lantas berkata, "Aku takkan melupakan peristiwa dua tahun lalu. Kau dan ambisimu telah membuat seseorang menjadi korbannya."

"Kau mengajakku bertemu hari ini bukan untuk membahas perihal kehidupan pribadiku, bukan?"

Akai pun menggelengkan wajah. "Tentu bukan, tapi aku tetap penasaran kenapa kau harus melibatkan wanita lemah itu?"

"Aku punya alasan. Lebih baik tutup mulutmu jika kau tak ingin aku memutus rantai kerja sama ini!"

Sungguh dalam penglihatannya, Akai bisa saja memilih tak ingin bertemu apalagi bekerja sama dengan Rei. Baginya, Rei itu sulit penuh manipulatif.










*****















Nana tampak keluar dari sebuah pusat perbelanjaan. Kedua tangannya membawa totebag dengan merk terkemuka. Entah apa saja yang dibelinya sampai-sampai dia tampak kesulitan berjalan. Sejenak dia pun berhenti di halaman Mall untuk memeriksa ponselnya. Harapannya bahwa Rei akan menghubungi setelah pria itu bilang akan pergi ke Winchester. Nyatanya ponselnya lagi-lagi senyap dan pria itu entah sedang apa sekarang.

"Huft!" Nana mendecih ringah sebelum mencari taksi untuk dia tumpangi.

Tiba-tiba saja terdengar teriakan tak jauh dari tempatnya berada. Nana pun menoleh dan mendapati seorang wanita yang tengah terduduk di lantai. Melihat keadaannya yang mengerang membuat Nana berpikir bahwa wanita itu pasti butuh pertolongan. Nana pun mengurungkan niat untuk mencari taksi dengan berlari ke arah wanita tadi.

Sampai di sana, Nana pun berjongkok. Di dekatnya ada dua wanita lain yang juga berusaha menolong.

"Are you oke?"

Wanita itu tak menjawab pertanyaan Nana. Sementara erangannya semakin nyaring. Seseorang memberitahu Nana bahwa wanita ini sepertinya terjatuh karena kakinya terkilir. Nana pun memeriksa kaki wanita itu yang tampak kaku dan mencoba memberinya pijatan lembut. Namun, di tengah itu Nana menyadari ada darah yang mengalih dari paha perempuan tersebut yang kebetulan mengenakan gaun pendek.

"Da-darah..." Nana menunjukkan tangannya yang tanpa sengaja menyentuh saat memberi pijatan tadi. "Apa wanita ini...."

"Sepertinya dia sedang hamil muda," sahut wanita lain yang ikut menolong.

Saat Nana hendak memastikannya, wanita yang ditolongnya terlihat tak sadarkan diri sehingga dengan cepat pihak keamanan Mall membopongnya untuk dibawa ke rumah sakit.

Sementara itu, Nana yang masih berjongkok dengan tangan yang berlumur noda darah terlihat linglung. Tatapannya kosong saat memerhatikan wanita hamil tadi bawa menuju sebuah mobil. Namun, bukannya segera bangkit, Nana malah terlihat menunjukkan gerak-gerik aneh. Tangannya yang terdapat noda darah mulai gemetar dan air matanya menetes.  Kejadian ini seolah membawanya pada luka yang tak pernah ingin dia ingat.

"Hahh!" Sambil gemetaran Nana mencoba bangkit sebelum tubuhnya kembali lunglai di lantai. Tenaganya seakan hilang saat itu. Nana merasa jantungnya mulai tak beraturan sehingga menuntutnya untuk menyerah.

Orang-orang di sekitar mulai memerhatikannya dengan tatapan  aneh penuh tanda tanya. Sampai kemudian seorang wanita menghampiri dan mencoba membantunya bangkit.

"Ini....salahku! Pasti salahku."

Nana terus mengatakan hal itu sehingga wanita yang ingin membantunya merasa kebingungan.

"Nona, kamu tak apa-apa? Ayok, aku bantu kamu berdiri."

Kali ini Nana menolaknya. Tubuhnya semakin terguncang dengan air mata mengalir. Nana terlihat begitu ketakutan dengan bibir yang tak henti berkata bahwa semua merupakan kesalahannya. Akibat prilakunya tersebut maka orang-orang mulai memandangnya penuh pertanyaan. Sebagian dari mereka menyangka bahwa Nana seperti tak waras.

Selang beberapa saat seorang pria yang mengenakan jas hitam mendekat dengan langsung melepas jasnya untuk dia balutkan kepada Nana yang tampak ketakutan.

"Wanita ini terkena panic attack. Aku akan membawanya ke rumah sakit," ucap pria itu sambil membopong tubuh Nana yang masih terdiam dengan tatapan kosongnya.

Tubuh Nana tak henti gemetar bahkan saat pria itu mendudukannya di bangku belakang mobil.

"Tenanglah! Aku akan menyelamatkanmu."









🌻🌻🐰🌻








Note :

Silakan berikana ulasan atau pertanyaan jika penasaran.

The Stranger From Hell ✔️ Where stories live. Discover now