˚。⋆18. remember it again⋆。

Start from the beginning
                                    

"Baik, terima kasih."

"Terima kasih kembali, selamat siang."

"Selamat siang."

Rizal meletakkan kembali ponselnya.

"Ada informasi apa dari Riana, Sayang?" tanya Andini.

"Jadwal pertemuanku dengan Baskara diundur setengah jam setelahnya, karena alasan pribadi," jawab Rizal.

"Baskara?" tanya Dika.

Rizal menoleh. "Iya, Dika kenal sama Om Baskara? Atau ada yang namanya mirip sama kenalan Dika?" tanyanya kemudian.

"Emm, kayak nggak asing, Pa. Dika pernah denger nama itu tapi lupa di mana."

"Nama kan banyak yang mirip, Sayang," kata Andini.

"Oh iya, Mama bener."

Andini tersenyum. "Udah yok, lanjut makannya."

ʚɞ

Hari ini tiba, hari pengambilan raport sekaligus pengumuman peringkat hasil belajar peserta didik selama satu semester.

Lunna sedang duduk seorang diri di sebuah kursi taman sembari membaca novel online di aplikasi wattpad.

Ia membaca wattpad untuk sejenak menghilangkan kegelisahannya karena takut rankingnya turun.

Lunna tampak senyum-senyum sendiri membacanya, entah cerita genre apa yang dia baca. Tapi, senyumannya memudar setelah sampai di akhir part.

"Arghh, kenapa cuma sampai segini, sih? Lagi seru-serunya juga." Wattpad on going itu hanya akan update sesuai mood author, seperti yang sang author tulis di bagian prolog.

Karena kesal, Lunna memasukkan ponselnya ke dalam saku seragam. Hari ini semua murid dibebaskan, tapi tetap harus masuk sekolah. Sementara orang tua yang mengambil raport, akan dikumpulkan di kelas masing-masing anaknya untuk dibagikan satu-persatu raport sekaligus pengumuman ranking.

Lunna berjalan-jalan keliling sekolah seorang diri. Entah di mana sahabat-sahabatnya. Sedari pagi, mereka tidak ada kabar.

Lunna jalan-jalan sampai ke koridor jurusan informatika. "Lah, kok gue bisa sampai sini, sih?"

Walaupun kaget, Lunna tetap melanjutkan perjalanannya. Ia bergidik ngeri ketika melihat pajangan-pajangan di depan kelas jurusan itu. "Bahasa apa ini?" Monolognya.

Karena matanya memerhatikan hiasan dan tak fokus melihat ke depan, ia menabrak seseorang. Seorang wanita dewasa dengan style elegan bak seorang model.

Untungnya bukan orang itu yang jatuh, melainkan dirinya. Lunna langsung berdiri dan meminta maaf. "Eh, maaf, Tante. Tante nggak kenapa-kenapa, kan?"

Wanita itu memandang Lunna intens dari bawah ke atas. "Kamu, ternyata kamu juga sekolah di sini, ya," ucapnya tanpa ekspresi.

Lunna mencoba mengingat-ingat tentang wanita itu. Damn, wanita itulah yang sempat bertengkar dengan Baskara di jalan ketika Lunna pulang sekolah.

"Tante ...."

Wanita itu tersenyum smirk. "Hebat juga Baskara, bisa menyekolahkan anaknya di sekolah elite. Ku pikir, dia hanya menghabiskan uangnya dengan berfoya-foya, berjudi, mabuk-mabukan, dan main perempuan."

"Tante, mohon maaf sebelumnya, tapi tolong jaga lisan Tante." Lunna menahan emosi.

"Kenyataan, kan? Ayah dan Bunda kamu itu sama saja. Pasangan yang otaknya rusak semua."

"Tante boleh ngejek saya, tapi jangan Bunda atau Ayah! Sekali lagi, tolong jaga lisan Tante."

"Nah, kan. Attitude anaknya saja seburuk ini dengan orang yang lebih tua. Sudah dapat dipastikan attitude orang tuanya jauh lebih buruk. Mungkin Bunda kamu bisa sampai jadi simpanan, atau mungkin ... pelakor?"

Lunna tak bisa lagi menahan emosinya. "Cukup, Tante!"

Ekspresi wanita itu berubah datar. Ia memegang dagu Lunna yang semula menunduk agar menatapnya. "Urusan kita belum selesai ya, cantik."

Wanita itu melenggang pergi meninggalkan Lunna yang hampir menangis. Lunna segera berlari mencari tempat sepi, untuk ... menangis.

Lunna menangis hingga seragam yang ia kenakan sedikit basah. Wajahnya sudah sangat merah saat ini. Bibirnya bergetar, napasnya tersenggal-senggal. Lunna sangat lemas sekarang.

Ia tau. Ia tau kalau masa lalu keluarganya memang sehancur itu. Tapi ia mencoba menutupi dan melupakannya. Ia berusaha merubah image keluarganya di depan umum. Tapi, haruskah seorang wanita yang sama sekali tidak ia kenal itu mengungkit dan menghancurkan hatinya?

Sungguh, Lunna membenci orang itu walau mereka tidak saling kenal. Waktu itu, Baskara tidak mau menceritakan siapa dia, dan waktu itu pula, ia penasaran dan mencoba mencari tau. Tapi sekarang, ia benar-benar tak peduli.

Setelah cukup tenang, ponsel Lunna berdering, panggilan masuk dari Shakira. Karena masih belum mau berbicara dengan siapa pun, Lunna menolak panggilan itu dan menonaktifkan data seluler.

"Loh, tumben nggak diangkat?"

"Coba lagi, Sha."

"Nggak aktif, Nay."

"Lunna aneh banget, dia kenapa, ya?" gumam Desta.

"Terus ini hadiah rankingnya gimana? Kita anter ke rumahnya?" tanya Kanaya.

"Jangan lah, Nay. Kan tadi Om Baskara nitipin hadiah ini ke kita, masa iya kita harus anter? Agak aneh nggak, sih?" tanya Desta balik.

Shakira mengangguk. "Kita cari Lunna."

Sementara itu di tempat lain, Rafael sedang bermain gitar diikuti Jendra dan Alvian yang menyanyi.

Awalnya mereka menyanyikan lagu yang berjudul 'Alone' ciptaan penyanyi legendaris Alan Walker. Tapi tiba-tiba Alvian mengganti liriknya.

"Libur telah tiba, libur telah tiba, hore ... horee."

Tak ... Jendra menjitak kepala Alvian.

"Apa sih, Jen? Kasar lo."

"Lagian seenaknya ngubah lirik. Lagi asik juga."

"Ya kan gue nyari lirik yang sesuai sama keadaan kita sekarang, mau liburan."

"Liburan mulu otak lo, ranking gimana?" tanya Rafael.

Alvian terkekeh. "Hehe, palingan nggak sampai 10 besar. Tapi nggak apa-apa."

"Lo puas hasil segitu?" tanya Jendra.

"Puas aja, sih. Setidaknya gue nggak pernah tinggal kelas."

"Agak laen ni anak," sahut Rafael.

"Tau tuh, isi otaknya pacaran mulu, padahal Kanaya pinter, selalu dapet 3 besar di kelasnya," kata Jendra.

"Pacaran tuh harus seimbang, satunya pinter, satunya agak bloon, jadinya bisa diajarin ayang, nggak kayak lo sama Kira, Jen. Sama-sama langganan juara satu," jawab Alvian.

"Gila."

"Nggak tau gimana pola pikir lo, Al."

"Kalo lo mah nyari pacar harus yang bloon dikit, Raf. Lo langganan juara satu juga soalnya."

"Contohnya siapa kalo di sekolah ini?" tanya Rafael.

Segini dulu, ya
See you next part 🌷

Rafaelluna's Diary (silent love) Where stories live. Discover now