Possessive Boss - 9

230 43 0
                                    


Kelemahan Ricky memang ada pada Elsa. Apa pun yang Elsa katakan akan Ricky turuti termasuk menggendong karyawannya yang kurang ajar ini. Lihat aja Ricky mau menggendongku yang bobotnya lebih dari 50 kilo.

"Ayo, Pak, semangat gendongnya." Kataku sembari menahan tawa melihat Ricky yang berkali-kali mengangkat tubuhku yang merosot di belakangnya.

"Awas ya, Pak, jangan mengambil kesempitan dalam kesempatan. Jangan colek-colek pantat saya!"

Ricky menoleh tajam ke wajahku. Keringat mulai mengucur di pelipisnya. Pasti karena menggendong karyawannya ini adalah siksaan berat buat Ricky.

"Jangan protes aja! Lagian saya juga nggak berminat buat grepe-grepe kamu!" semburnya.

"Usttt! Ada Elsa, Pak."

Untungnya, Elsa udah berjalan cukup jauh dari kami.

"Pak, kayaknya Dhea itu naksir Pak Ricky deh. Coba perhatiin deh, Pak. Dia suka liat-liat Pak Ricky gitu."

"Sekali lagi kamu ngomongin orang lain, saya turunin kamu di sini." Katanya sembari menatapku ngeri. Dia kembali melanjutkan perjalanannya.

Dan tepat saat aku dan Ricky ngggak bicara sepatah kata pun, Kevin berpapasan dengan kami. Dia mengenakan kaos jersey favoritnya berwarna putih. Sepatu keds putih, topi putih dan celana training warna hitam.

Tatapannya tampak agak syok melihat aku digendong Ricky.

"Dav..." sapanya.

"Hai." Aku balas menyapanya. Oh, bukankah aku sedang pura-pura nggak kenal dia?

"Kakiku keseleo. Aku susah jalan jadi digendong." Aku coba jelasin dengan bahasa paling sederhana.

Kevin mengangguk. Dia kembali tersenyum.

Namun, Ricky nggak ngasih kami waktu lebih buat berbincang-bincang. Dengan langkah cepat dia pergi sembari menggendongku. Di sepanjang perjalanan aku menjadi pusat perhatian orang-orang. Meskipun malu, tapi, yaudahlah ya, aku nikmatin aja. Hehehe.

Sesampainya, aku di tempat camping kami. Karina dan Shopia melotot.

"Nggak sopan banget lo, digendong Pak Ricky." Kata Shopia marah-marah.

"Gue keseleo, umbi-umbian!" Semburku.

Dan ya, seperti yang udah kuduga, tatapan mata Dhea tajam banget kaya pisau. Oke, aku tahu kalau Dhea naksir berat Pak Ricky. Dan harus diakui juga kalau Pak Ricky emang seganteng itu sih jadi wajar kalau Dhea senaksir itu sama Pak Ricky.

***

Dua hari berlalu sejak acara camping yang ujung-ujungnya tetep bahas kerjaan pas malem dan pas mau pulang. Ricky itu bos yang nyebelin banget karena aku punya tambahan kerjaan ngurusin Elsa. Bukannya keberatan tapi Elsa udah nganggep aku sebagai mommy-nya. Sedangkan saat aku ngaca aku merasa... ah, udahlah.

Aku membuat kopi di pantry sendirian. Mba Lala dan Mas Oki nggak ada di pantry. Cuma aku di sini sendirian. Sambil mencoba meresapi tiap kalimat yang dikirimi ibu dan ayah di kampung agar aku pulang dan segera menikah. Aku dijodohin sama anak Pak Lurah di kampung. Mungkin orang tua aku mikirnya aku ini kucing betina kali ya, maen dijodoh-jodohin aja.

"Sendirian aja." Dhea muncul mengagetkanku.

"Iya." Aku menyesap kopiku perlahan.

"Jangan ngira apa yang Pak Ricky lakuin ke kamu itu tandanya dia naksir sama kamu ya." Dhea berkata dengan nada sinis.

"Hahaha." Aku terbahak mendengar perkataannya hingga reaksi Dhea menjadi tersinggung.

"Ya jelas. Nggak! Pak Ricky mana naksir sama karyawannya yang suka kurang ajar sama dia. Ya, aku tahu kamu naksir sama Pak Ricky. Saran saya coba deh omongin kalau kamu beneran naksir sama Pak Ricky kali aja kalian punya perasaan yang sama."

"Kamu nggak kenal siapa saya yang sebenarnya." Kata Dhea seolah-olah dia adalah orang penting di dunia ini.

"Yaudah terserah kamu aja ya, saya mau balik kerja lagi." Aku melemparkan senyum kecut ke arah Dhea.

Aku emang nggak kenal Dhea dan nggak mau kenal Dhea juga. Kaya semacam buat apa sih aku kenal Dhea yang sebenarnya. Apakah sepenting itu Dhea bagi kelangsungan hidupku?

Saat aku baru keluar dari pantry dengan secangkir kopi panas tiba-tiba seseorang menarik tanganku hingga kopiku berceceran di mana-mana.

"Aduh-aduh-aduh!" Saat aku menoleh untuk melihat seseorang yang menarik tanganku itu ternyata dia adalah... Ricky!

"Aduh, Pak, pelan-pelan dong!" sewotku.

Dia membawaku ke gudang tempat penyimpanan arsip. Dia mengunci gudang dari dalam, menatapku lama hingga aku dibuat merinding olehnya. Tapi sebelum mengatakan sesuatu aku menyempatkan diri buat minum kopi. Sayang kan kalau kopinya keburu dingin.

"Ngapain sih, Pak, bawa-bawa saya ke gudang sini. Mana lampunya remang-remang lagi."

Ricky hanya diam aja. Aku makin dibuat merinding olehnya. Kesurupan setan apa dia?

"Pak, halo, ngomong dong! Jangan diem aja, Pak. Jangan bikin saya makin kesel sama Pak Ricky nih."

***

Possesive BossWhere stories live. Discover now