Possesive Boss - 2

432 61 2
                                    




"Lembur sialan!" Aku menggerutu sambil meraut pensil.

"Dah, Davina, kita duluan ya." Shopia dan Karina melambaikan tangan padaku.

Aku hanya memasang wajah cemberut.

"Lembur ya? Kasiaaaan." Jefry dengan rambut mohawknya menatapku dengan sedih. "Nggak bisa dateng ke pesta ulang tahun temen lama ya."

"Diem!" Aku memelotot padanya.

Dengan ekspresi dramatis dia melarikan diri seolah aku akan berubah menjadi singa.

Aku mengerjakan proposal bisnis sampai jam delapan malam. Aku menatap layar ponselku. Grup yang Karina buat berisi aku, Shopia dan Karina dipenuhi foto-foto mereka menikmati pesta makan malam Larissa. Teman lama kami yang resign karena dinikahi anak salah satu konglomerat Indonesia.

"Hidup memang ajaib!" Aku tersenyum membayangkan kebahagiaan Larissa bersama dengan suaminya.

"Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?" Ricky muncul mengagetkanku.

"Pak Ricky ngagetin aja deh." Aku memeriksa degup jantungku takut-takut kalau jantungku terlepas.

"Siapa yang ngagetin? Kamu yang nakutin saya senyam-senyum sendiri kaya orang gila."

"Pak Ricky masih di sini? Saya pikir sudah pulang."

"Saya masih di sini. Kamu buta apa gimana sih dari tadi saya liatin kamu loh." Katanya nyembur-nyembur kaya mbah dukun.

"Besok ponakan saya pulang dari Bandung."

Aku menatapnya nggak ngerti. Dia cerita apa gimana ya. Kan nggak ada hubungannya juga ponakan dia sama aku.

"Nanti kamu temenin saya ke rumah neneknya."

"Eh? Kenapa mesti ditemenin, Pak?"

"Kamu itu selain jadi karyawan di sini juga merangkap sebagai asisten saya."

"Ih, Pak Ricky kenapa nggak buka loker buat jadi asisten aja sih?"

"Saya males ngasih gaji ke orang yang kerjanya Cuma bantu-bantu doang."

"Weh! Asisten itu kerjanya berat loh, Pak. Apalagi jadi asisten Pak Ricky. Tertekan batin, Pak!" Aku mengerjap-ngerjapkan mata nggak ngerti kenapa aku bisa ngomong kaya gitu di hadapan orangnya langsung.

Sudah dipastikan kalau orang yang aku omongin matanya lagi melotot ke arahku. Sialan! Pasti diomelin lagi.

"Oke, saya mau jadi asisten Pak Ricky selama nggak ganggu kerjaan utama saya."

Aku mencoba meredakan ketegangan di antara kami. Kalau aja Pak Ricky ini nggak galak, sombong, angkuh, nyebelin bisa dipastikan aku naksir sama dia. Tapi, itu hal yang mustahil mengingat betapa jahatnya Pak Ricky kepadaku. Huh!

"Tapi, ada syaratnya, Pak."

Sebelah alis Pak Ricky terangkat ke atas. "Apa?"

Masa nggak peka sih syaratnya apa. Dasar batu gunung!

"Gajilah, syaratnya tambahan gaji saya. Di atas UMR sebagai asisten Pak Ricky."

"Kamu ya, memang dasar mata duitan! Saya aja males buka loker buat asisten kamu malah minta gaji di atas UMR sebagai asisten saya. Kamu waras nggak sih?!"

Lah, apa kabar dia yang minta aku jadi asisten tanpa gaji?! Dia waras nggak sih?!

"Yaudah, saya nggak mau jadi asisten Pak Ricky kalau begitu." Aku memalingkan wajah. Muak lihat muka bos macam Ricky!

"Kalau mau dapet gaji di atas UMR sampai ratusan juta rupiah, ya jadi istri sayalah."

Mataku mengerjap-ngerjap. Apa tadi dia ngomong? Jadi istri dia?

"Pak Ricky melamar saya secara nggak langsung ya?" Tanyaku sembari menahan tawa.

"Najis."

"Astaghfirulloh, Pak, nyebut, Pak, nyebut. Bapak ngatain saya najis emang Pak Ricky sesuci apa? Heh?" Kali ini mataku yang melotot.

Perdebatan macam apa ini antara karyawan vs bosnya yang sinting ini?

"Saya nggak mau jadi asisten, Pak Ricky malah marah-marah."

"Ya, kamu ngaca dong sebelum ngomong kalau saya melamar kamu secara nggak langsung."

"Saya tahu Pak Ricky kesepian, makanya cari pacar, Pak."

"Kamu nyeramahin saya?"

"Saya di mata Pak Ricky tuh selalu aja salah. Nggak ada benernya. Tapi tetep aja di antara seluruh karyawati saya yang selalu dipilih Pak Ricky bahkan untuk jadi asisten aja, Pak Ricky pilih saya loh, Pak."

Jangan coba-coba membangunkan kucing yang lagi tidur ya, Pak Ricky. Wkwkwk!

"Itu cuma karena kamu yang..."

Belum selesai ngomong keburu Karina dan Shopia dateng dengan gaun pesta mini dengan warna gonjreng. Ini sebenarnya mereka pergi ke pesta apa mau menghibur dan bernyanyi di organ tunggal sih?

"Hai, Pak Ricky." Shopia melambaikan tangan pada Pak Ricky.

Pak Ricky menyipitkan mata.

"Maap, Pak, Shopia teler."

Beberapa detik kemudian tubuh Shopia ambruk. Untuk ada Karina yang sigap menangkap tubuh Shopia. Sedangkan Ricky cuma diem aja kaya patung. Bener-bener nggak bisa diandelin.

"Kalau dia teler kenapa kamu bawa dia ke sini?" Tanya Ricky sewot.

"Kalau dibawa ke rumah saya bisa-bisa saya disemprot nenek saya, Pak."

"Dibawa pulang ke rumahnya lah."

"Pak Ricky nggak tahu sih segalak apa bapaknya Shopia. Saya nggak mau di siram pake air got karena bawa pulang Shopia yang lagi teler."

Ricky menggeleng-gelengkan kepalanya sebelum pergi berbalik badan.

"Pak gimana dengan tawaran saya?" tanyaku hendak menyusul Ricky.

"Tawaran apa, Dav? Jadi simpenannya rekan bisnis Pak Ricky atau jadi ibu yang dititipkan benih-benih anaknya Pak Ricky?" tanya Karina yang ingin sekali aku lakban mulutnya.

***

Possesive BossWhere stories live. Discover now