Clara mengangguk paham, "Sampai sekarang juga masih jijik sekaligus najis sama cowok itu."

Walaupun dia memperbolehkan Vanya dan Elen menemui Gavin kemarin. Tetap saja di pandangan Clara, Gavin serta pelaku lainnya adalah manusia paling najis, malah udah memasuki kata haram kayaknya.

Hukuman pengasingan seperti ini hanyalah hukuman menye-menye bagi seorang ibu.

Bayangkan saja, anak kalian, anak perempuan kalian diperlakukan tidak layak oleh segerombol laki-laki. Dia ditendang. Dia dipukul. Dia dijadikan manusia anjing. Dia dijambak. Dia diperkosa. Dia menanggung semua akibatnya sendiri selama enam tahun.

Hamil dan melahirkan seorang anak kecil lucu karena perbuatan tidak senonoh dari segerombolan laki-laki itu.

Sekali lagi,  sebagai seorang ibu, Clara, bertanya, ibu mana yang bakal biasa saja, diam saja, bahagia layaknya ibu-ibu sosialita pada umumnya ketika mengetahui putrinya diperlakukan seperti itu?

Ceklek.

"Ma, Adara sama Acel bisa makan siang diluar hari ini."

Detak jantung Clara berdebar mendengar putrinya berkata dari ambang pintu. Pikirannya mendadak kaku, dari yang awalnya kesal karena Charles, kini terdiam memikirkan Acel.

Perempuan itu, apa siap dengan ucapannya enam tahun lalu?

•••••

"Perasaan gue gak enak."

Mereka berlima sedang mempersiapkan sarapan. Pagi ini mereka makan enak karena kemarin habis gajian. Kecuali Gavin, gajiannya kan udah dipake buat makan sekeluarga kemarin. Yang sama Elen, Vanya itu.

Tapi untungnya sih temen-temen Gavin gak setega itu. Mereka tetap saling berbagi apalagi hampir setengah bulan ini mereka hidup bekerja sama. Susah bareng, kelaparan bareng, nangis bareng, sakit bareng, besok apa lagi yang bareng.

"Bisa nggak tiba-tiba, gak sih, Rel?" Sahut Juna membalikkan tempe. Gosong dikit gak ngaruh, namanya juga baru belajar.

"Perasaan gue gak enak beneran," Farel termenung memikirkan perasaannya yang mendadak gelisah.

"Kenapa? Masih sakit makannya ngerasa gak enak?" Tanya Gavin mengetahui dua hari kemarin Farel demam.

"Bukan, gak tahu masalah apa."

"Lagi laper kali, makannya mikir yang nggak-nggak. Nih tempenya udah jadi," Juna menaruh tempe yang sudah ia tiriskan dipiring plastik.

"Anjir gosong!" Pekik Marvel melihat tempe hasil jerih payah Juna. "Lo masak sambil tidur??"

"Api di tungku-nya gede bangsat. Gue gak bisa ngecilin."

"Ntar juga abis lo makanin, Vel," Sahut Gavin, Marvel nyengir tidak jelas.

"Makan duluan aja, Rel. Siapa tahu lo belum beneran sembuh," Ucap Alex melihat Farel tidak seperti biasa.

"Bareng-bareng aja."

Setelah menghabiskan waktu sekitar dua jam untuk memasak nasi dan menggoreng lauk, akhirnya mereka duduk melingkar di teras rumah seperti biasa. Pagi ini tidak ada orang desa yang berlalu lalang sebab cuaca mendung.

"Lo gak kedinginan makan disini?" Tanya Gavin.

"Gue udah sembuh, cuma masih pikiran aja," Jawab Farel.

"Mikirin Acel?" Tebak Marvel.

"Gak tahu. Intinya perasaan gue gak enak makannya kepikiran terus."

"Lo pasti sedih kan, Rel, gak didatengin Acel?" Ngawur Juna. "Gak apa, masih mending dari pada Acel batalin pernikahannya sama lo."

HER LIFE - END (OTW TERBIT)Where stories live. Discover now