Bab 21

7K 331 28
                                    

Bara masuk ke dalam kamar si sulung, setelah kamar anaknya itu ia ketuk terlebih dahulu. Ia melihat Melvin duduk di atas kursi belajarnya, tengah memunggunginya.

"Abang, bisa kita bicara sebentar?"

Melvin diam saja, sibuk membalikan bukunya.

"Maaf kalau Ayah nggak bicara dulu soal ini sama kalian, Ayah reflek ngajak Kara buat nikah sama Ayah. Karena Ayah takut, kalau kejadian kemarin ke ulang lagi," buka Bara yang kini menududukan dirinya di atas ranjang sang anak.

"Abang masih belum terima Kara jadi bagian keluarga kita?"

"Abang kan udah bilang, kalau pacaran oke, tapi untuk pengganti mami, aku nggak bisa!"

Bara menghela napasnya, cara apa lagi yang harus dirinya berikan pada Melvin agar anaknya itu menerima Kara sebagai ibu sambungnya.

"Abang, Kara bukan gantiin mami. Tapi dia yang akan jadi ibu sambung kamu, nanti. Abang kan tahu, mami sama ayah udah lama berpisah."

"Iya kenapa nggak rujuk lagi aja? Orangtuanya temenku ada tuh."

Oke tahan, Bara harus menahannya. Agar tidak kelepasan berucap.

"Karena kita udah nggak cocok, Abang. Ada hal yang gak bisa Ayah ceritain ke Abang sama Adek."

"Kenapa? Kenapa Ayah gak bilang aja?"

Kali ini Melvin membalikkan tubuhnya, memandang sang ayah yang masih duduk di atas kasur miliknya.

Kembali Bara menghela napasnya.

"Karena ini urusan orangtua,"

Melvin malah berdecak, tidak suka dengan jawaban ayahnya itu.

"Percaya sama Ayah, Kara orang yang baik. Kalau Ayah nggak percaya sama dia, Ayah nggak akan lamar dia untuk jadi istri Ayah."

Melvin masih pada pendiriannya, karena menurutnya untuk apa ayahnya itu menikah lagi, toh masih ada maminya. Maminya bisa kembali ke sini, dan kembali bersama dengan mereka. Semudah itu kan?

"Abang bingung sama Ayah. Kenapa nggak rujuk lagi aja sama mami, Abang yakin mami juga mau. Tante Bianca sama oma pun gak masalah kan kalau mami balik lagi ke sini,"

Lagi, Bara benar-benar sudah kehabisan kata-kata. Kenapa anak sulungnya itu begitu susah untuk menerima keputusannya. Javier saja tidak masalah, bahkan dia rasa. Javier senang mendengarnya, anak bungsunya itu justru terlihat bersemangat membahas hari esok.

"Abang, tolong dengarkan Ayah. Seharusnya kamu lebih ngerti Ayah, Ayah nggak mungkin ngelakuin suatu hal yang akan merugikan kita semua. Keputusan Ayah sudah bulat, Ayah cuman minta satu sama Abang. Tolong restuin Ayah sama Kara, tolong terima dia di keluarga kita. Terserah Abang nanti mau anggap Kara kakak juga tidak masalah. Jika Abang tetap tidak mau anggap Kara sebagai ibu sambung Abang, tolong terima Kara sebagai temab hidup Ayah. Karena nanti, jika kalian sudah dewasa dan memiliki kehidupan baru dengan pasangan kalian, Ayah tidak akan kesepian karena ada Kara." Jelas Bara pada Melvin.

Sulung Bara itu mengalihkan pandangannya pada arah lain, dia diam sebentar untuk mencerna perkataan ayahnya.

Mengapa rasanya begitu berat menerima Kara sebagai ibu sambungnya? Karena jawabannya sudah jelas. Jika ia hanya menginginkan sang ayah dengan ibu kandungnya, bukan Kara atau pun wanita lain. Tapi, jika ayahnya sudah meminta seperti ini dia harus bagaimana? Terlebih Javier sudah menyetujuinya, adiknya itu bahkan sudah menerima Kara sebagai ibu sambungnya. Sungguh sulit dipercaya.

"Oke, Melvin terima. Tapi, ini demi adek. Bukan demi Aya dan Kara."

Bara tersenyum lebar mendengar perkataan Melvin. Ia beranjak dari duduknya, lalu menghampiri sang anak lantas mengusak puncak kepala Melvin dengan sayang.

Mas Duda, Anak Dua. Siapa takut?Where stories live. Discover now