Sekarang Elen tengah berada didalam gendongan Gavin. Laki-laki berhodie abu muda yang membuat Charles cukup cengo. Baru seminggu disini, Charles melihat laki-laki itu berubah. Dia agak kurusan, gak makan kah?

"Om," Di hadapan Charles, Gavin menyalami tangan pria itu.

"Pie? Peteng ora dalane?" Tanya pak Seno kepada Gavin.

Gavin mengangguk, "Yang deket pengkolan sana mati lagi lampunya."

"Mati meneh?? Yo sesok tak ganti wae lampune."

"Apa kabar, Vin?" Basa-basi Charles.

"Baik, Om sendiri gimana?"

"Ya gitu. Sekarang saya punya anak perempuan tiga. Semua lagi nggak akur. Menurutmu saya baik-baik aja?"

"Maaf."

"Udah gak apa. Elen gimana? Seneng gak ketemu Papa lagi?" Tanya Charles kepada cucunya.

"Se-seneng!" Girangnya.

Gavin tersenyum, lalu pandangannya beralih menatap Vanya yang berada di samping Charles. Wanita itu juga sedang menatap dirinya namun tatapannya kali ini tidak Gavin mengerti sama sekali.

"Van," Sapa Gavin menatapnya memuja. Vanya makin lama makin cantik ya. "Kamu baik-baik aja kan?" Lanjutnya bertanya. Apalagi setelah tahu sempat kumat beberapa hari lalu.

"Iya," Jawab Vanya lembut seperti biasa.

"Jangan kebanyakan pikiran."

"Enggak kok."

"Papa!" Panggil Elen sebab hanya didiamkan oleh Gavin.

"Eh? Papa lupa ada princess disini," Canda Gavin lalu Elen merajuk.

"Vin, dia dari kemarin nyariin kamu tuh. Jangan digodain terus," Sahut Charles membuat Gavin terkekeh.

"Mau nggak kita sepedaan keliling desa?" Tawarnya lalu Elen mengangguk cepat. "Oke, berangkat!!"

Mengetahui betapa antusiasnya Elen, Gavin langsung membawanya menuju ke sepeda yang ia parkir kan tadi. Anak kecil itu senang bertemu kembali dengan Papanya.

"Kamu gak ikut mereka?" Tanya Charles kepada Vanya, dia menggeleng.

"Pa, di mobil ada jaket nggak ya? Udah malam, kasian kalau Elen kedinginan," Tanya Vanya.

"Ada non, satu jaket crop top punya nyonya selalu tersedia di mobil," Sahut Bram lalu mengambilkan salah satu jaketnya.

Setelah mengambil jaket di dalam mobil, Bram bergegas kembali menuju ke tempat semula. Ia memberikan jaketnya kepada Vanya.

"Terima kasih, Pak," Ucap Vanya lalu beranjak dari sana menghampiri Gavin yang sedang menaikkan Elen ke boncengan sepeda.

"Mama! I-ikut g-gak?!" Pekik Elen bersemangat melihat Vanya berjalan ke arahnya. Sambil tersenyum, Vanya menggeleng.

"Kenapa? Beneran gak mau ikut?" Tanya Gavin sebab Vanya tiba-tiba kemari.

"Enggak, kalian aja. Elen pakai ini dulu," Ucap Vanya sembari memakaikan jaket kepada Elen.

Sungguh hati Gavin menghangat melihat betapa baiknya Vanya sebagai seorang ibu. Benar kata kebanyakan orang, Vanya terlalu baik untuk dunia yang jahat.

"Ma, i-ikut a-aja!" Paksa Elen.

"Iya ikut aja, nanti Elen duduk depan. Pak Seno punya boncengan buat anak-anak duduk di depan."

Vanya menyilangkan kedua tangan di depan dada. Sebetulnya ia juga ingin jalan-jalan disekitar sini karena suasana disini mengingatkan dia akan sosok Ibu yang sangat pekerja keras, Ayumi.

Sayangnya malam ini cukup dingin membuat Vanya yang hanya menggunakan dress berlengan pendek kedinginan. Itulah yang membuatnya merasa tak masalah kembali duduk di samping Charles.

Di sisi lain, Gavin yang sok tahu dan mengira Vanya kedinginan pun melepas hoodie nya. Ia berikan hoodie itu kepada Vanya.

"Boleh minta tolong bawain?" Tanya Gavin menyodorkan hoodie itu kepada Vanya.

Dengan ragu, Vanya ambil hoodie itu dari tangan Gavin. Yang bikin Vanya heran, Gavin malah pergi menemui pak Seno. Vanya spontan memegangi sepeda karena Elen sudah naik di boncengannya.

"Minta apa?" Tanya Vanya melihat Gavin kembali.

"Ini," Laki-laki itu memasangkan tempat duduk khusus anak-anak di depannya duduk.

"Nah sini, Len, duduk depan," Gavin memindahkan Elen ke depan. "Sabuknya dipakai."

Setelah beres dengan Elen, saatnya Gavin membenahi Vanya, "Pakai aja, Van. Bersih kok, baru aku pakai malam ini."

"Kenapa harus pakai?"

"Nanti kedinginan, sini," Gavin memakaikan hoodie itu secara perlahan. Setelah kepalanya masuk, pelan-pelan ia menuntun kedua tangan Vanya agar masuk ke dalam bolongan untuk lengan.

"Masih wangi kan? Aku bener-bener baru pakai ini sekarang," Ucap Gavin takut Vanya tidak percaya.

"Masih, terus kamu?"

"Aman," Gavin membenahi kaos hitamnya agar rapi.

Barulah Gavin naik ke atas sepeda. Dia juga memerintahkan Vanya secara lembut agar naik ke boncengan belakang. Untung Vanya pakai legging hingga dia bisa membonceng seperti biasa tanpa harus duduk miring.

"Yey!! Ma-ma i-ikut," Sorak Elen mengangkat kedua tangan saat Gavin mulai mengayuh sepeda. Malam ini Gavin benar-benar full senyum.

•••••

"Malam, Ma."

"Malam, Tante."

Dua perempuan yang baru saja tiba di restoran privat bintang empat itu sama-sama tertegun. Dalam ruangan ini hanya ada mereka bertiga. Kalau ada yang lain pun paling pelayan restoran.

"Lo kok disini, Dar?" Tanya Acel berkerut kening.

"Gue yang harusnya tanya. Lo ngapain disini?" Sahut Adara.

"Lah, gue ada janji sama tante Clara."

"Gue juga."

"Ssstttt, bisa kalian duduk?" Potong Clara. Capek kalau dengerin adu mulut anak-anak muda.

Posisinya saat ini, mereka duduk mengelilingi meja bundar lumayan besar dengan taplak merah maroon diatasnya. Awalnya hening, hanya ada lirikan-lirikan tidak jelas antara Acel dan Adara. Namun setelahnya, Clara mulai angkat suara.

"Saya sengaja mempertemukan kalian disini untuk progres kelanjutan Vanya," Kata Clara.

"Saran dari aku, mending kita rembukin bersama, sekalian sama Vanya-nya," Ucap Adara.

"Iya, Adara bener, Tan," Acel menyetujui sarannya.

"Kalau saya buatin jadwal lunch untuk kita semua. Apa kalian bisa datang?" Tanya Clara.

Mereka mengangguk, "Apapun demi Vanya," Ucap Adara serius. Bagaimana pun dia telah menganggap Vanya seperti keluarga kandung. Demi Vanya, semua akan Adara lakukan.

"Kenapa pucat, Acel?" Tanya Clara melihat betapa datarnya raut wajah Acel.

"Tante mau nagih ucapan aku?" Dari pertama perbincangan dimulai, firasat Acel sudah tak enak.

"Ya," Jawab Clara langsung dan tegas.

"Kalau gitu, waktu kita semua lunch besok, aku mintain kesepakatan dari Vanya."

"Good, sekarang dirimu sudah mampu. Jangan takut walau hanya untuk mengeluarkan pendapat."

"Kesepakatan?" Beo Adara. Dia seperti tak diajak dalam perbincangan ini. "Kesepakatan apa?"

"Hukuman dari Acel dan Vanya langsung untuk mereka," Jawab Clara elegan.








Bersambung.

Kalo Vanya udah ngeluarin mandatnya berarti udah tamat heheh see u!!

Yang belum vote buruan pencet dulu.

1 3 24

HER LIFE - END (OTW TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang