[ Gulma ke-3 ]

437 246 347
                                    

"Sang ajal sangat menyukai kebahagiaan untuk dijajal.”

✶✷ 🎀 𝒜𝓁𝒶𝓃𝒶 🎀 ✷✶


Ruang dalam yang lapang dari suatu bangunan tembus pandang tampak sangat indah, karena dipenuhi oleh berbagai macam bunga dan beberapa serangga bersayap lebar. Dari mulai bunga dengan aksara 'A' sampai 'Z' ada di sana. Diawali Adenium dan diakhiri Zephyranthes. Begitulah keterangan singkat yang diberitahukan petugas kepada para pengunjung tadi. Hanya saja, jangan tanyakan tentang edelweiss dan dandelion. Kedua bunga itu tentu tak ada di sana. Edelweiss dengan kelangkaannya dan termasuk yang dilindungi, sedangkan dandelion yang akan sangat menyusahkan bila ada di antara bunga-bunga di sana.

"Saya jelaskan sekali lagi, di dalam taman bunga ini kalian bebas ingin ke mana saja. Para pengunjung diperbolehkan untuk memetik bunga dengan tata cara yang sudah berlaku. Selanjutnya, bunga yang sudah kalian petik akan dihitung nominalnya di bagian administrasi. Begitu pun bagi yang sudah memesan jasa foto kepada kami, bisa memilih dan mengambil hasilnya di bagian administrasi juga. Harap jaga sikap dan kebersihan. Waktu kalian lima belas menit dari sekarang. Terima kasih atas perhatiannya."

Pidato panjang petugas tersebut mendapat anggukan kepala dari para pengunjung. Setelah itu, kedip ketiga kelopak mata, mereka mulai tampak berserah di mana-mana. Menghampiri mahkota tanaman dengan paras elok tiada tara dan bermacam warna. Mengendus-endus harum bunga, berharap pikiran mereka akan lebih tenang---kebanyakan orang datang ke sana demi mencapai sebuah ketenangan.

Namun, sepasang manusia masih terpaku di tempat tanpa berniat menghampiri para bunga yang melambaikan tangan, merayu mereka untuk datang kepadanya. Siapa lagi kalau bukan Aru dan Gemini. Roman muka orang yang dibicarakan tampak bingung seperti tak tahu jalan. Padahal, petugas tadi telah menginfokan jika pengunjung boleh pergi ke mana saja.

"Dek, tukang fotonya emang cuma beberapa aja, ya? Terus kalo mau foto juga gak izin dulu sama yang mau difoto, ya?" tanya Aru tiba-tiba. "Maksudnya biar bisa pose dulu gitu. Mereka keliatan asal jepret aja mas lihat-lihat."

Kikihan tercipta dari mulut Gemini. Aru yang sering sekali bertanya dan menggerutu membuat gadis itu terhibur. Mas Aru lucu, deh. Kayak anak kecil. "Cara fotonya emang kayak gitu, Mas. Anak zaman sekarang nyebutnya candid. Jadi, hasil fotonya lebih alami dan bagus. Mas tenang aja, mereka profesional, kok." Tapi, aku bersyukur Mas Aru kayak gini. Daripada diem mulu kayak dulu.

Alamak, jadi yang kayak gitu emang ada, to? Kirain emang gak profesional aja fotografernya. Mana dulu aku pernah ngamuk waktu difoto candid lagi. "O-oh, yang kayak gitu namanya candid? Mas tau konsepnya, tapi gak tau namanya."

"Udah tau, kok, nanya, Mas?"

Aru berdeham. Bola matanya berkelintaran mencari jawaban yang sekiranya tidak menjatuhkan harga dirinya. "Biar ada topik aja, sih. Udahlah, ayo kita jalan lurus aja."

Serta-merta Aru mengaitkan jari-jemarinya dengan jari-jemari milik Gemini. Menggenggam tangan gadis itu tanpa rasa bersalah, sebab Gemini jadi senam jantung dibuatnya. Memang pada dasarnya pria itu selalu seenaknya, bukan? Atau wanita juga begitu?

Gemini ingin sekali bertanya kepada Aru tentang sikap pria itu yang dengan berani membungkus tangan kecil Gemini dengan tangan besarnya. Hanya saja, Gemini lebih memilih untuk mengurungkannya. Ia takut tautan hangat milik Aru akan terlepas dari tangannya jika ia berbicara. Yah, rezeki memang tidak boleh ditolak, apalagi kesempatan itu tidak datang dua kali. Mungkin seperti ini dulu lebih baik.

𝐃𝐀𝐍𝐃𝐄𝐋𝐈𝐎𝐍Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu