Sixteen

546 189 38
                                    

"Kamu sengaja banget cuti buat ke nikahan Rizki doang?" tanya Putri saat dia sudah duduk manis di mobil Mercedes C-Class putih milik Eza.

"Gak segitu niatnya sih sebetulnya. Cuma aku lagi ada urusan di Jakarta 5 hari ini, Rabu aku baru balik ke site. Kayaknya aku udah bilang ke kamu deh pas aku balik ke Jakarta Kamis lalu," jawab Eza.

Putri tersenyum jahil. "Maaf, aku read doang trus aku ignore apapun isinya."

Eza mengangguk-angguk. "Ya... ya... gapapa... untung aku sabar."

Putri tergelak. "Sejak kapan kamu punya kesabaran, sih?? Perasaan apapun selalu digrasa-grusu deh sama kamu. Kesabaran kamu kan udah macam tisu kena air trus dibelah tujuh! Setipis ituuuu, Za!"

Nyengir, Eza menyahut. "Kalau urusannya sama kamu aku sabar, kok!"

"Halahhh gombal!" cela Putri.

Eza tertawa. "Kamu udah berapa lama pindah?"

"Dua minggu. Masih kosong banget apartemenku. Biasa di tempat kos yang kecil gitu, tau-tau harus ngisi barang biar gak sepi-sepi amat di sana."

"Kenapa pilih apartemen? Gak rumah tapak aja?" selidik Eza.

"Iya ya... padahal harga gak jauh beda...." gumam Putri yang membuat Eza tertawa kencang.

"Ini aku nanya kenapa apartemen malah kamu yang kebingungan sendiri," ledeknya.

"Ya aku kan tadinya ikut nemenin temen ke pameran rumah, tuh... sama Puspa... inget Puspa gak?"

"Ya inget lah!" jawab Eza.

"Kan aku liat-liat rumah ya.. yang sekiranya masuk on budget gitu kalau aku beli. Ehhh, kok ya lokasinya jauh-jauh banget! Sekalinya deket pintu tol ya harganya gak ngotak sementara aku gak minat untuk beli kendaraan pribadi. Pajak mahal, perawatannya juga mahal, biaya pemakaiannya punnn... tol aja harganya gila-gilaan sekali jalan. Yang ada boncos aku...."

"Iya, sih. Bensin mahal!!"Eza mengangguk menyetujui.

Putri mengerling sinis. "Udah tau bensin mahal pakenya C-Class," sindirnya.

Lagi-lagi Eza tertawa. "Punya papaaa... aku dapet lungsurannya aja!" serunya membela diri.

"Ya trus aku disamperin sales nawarin apartemen yang terintegrasi sama stasiun. Cuma karena indent ya akhirnya aku cari-cari aja apartemen area TangSel yang udah jadi dan tinggal jalan kaki deket stasiun. Liat beberapa penawaran, trus akhirnya pilih yang kutempatin sekarang. Kupikir lebih enak apartemen kalau tinggal sendirian ketimbang komplek yang banyak aja gitu kegiatannya. Komplek kakakku gitu soalnya. Nyaris tiap minggu ada acara. Ya entah senam bareng, potluck, kerja bakti... gak ada abisnya," jelas Putri panjang lebar.

Kening Eza berkerut tak mengerti. "Kenapa kamu kepikirannya buat hidup sendiri aja, Ti?"

"Ya aku kan mikirin yang baik buat diriku sendiri aja dulu. Semampuku juga biar gak usah ngandelin siapa-siapa. Aku mau banget punya properti sendiri dan mampunya apartemen di ujung dunia, ya udah itu yang kuambil."

Eza melirik sekilas seakan ingin bertanya, namun dia mengurungkan niatnya. Beralih membahas hal-hal lain sepanjang perjalanan.

"Boleh numpang ke toilet?" tanya Eza saat mereka memasuki kawasan apartemen.

"Ada di lobi... tapi kayaknya kamu kepo mau liat tempat tinggalku ya?" ledek Putri.

"Kok tau??" jawab Eza tanpa merasa malu.

"Kebaca!!"

"Boleh??" tanya Eza lagi.

"Hmmmm.... Boleh deh. Aku bikinin kopi buat bekel kamu pulang biar gak ngantuk."

Second ChanceWhere stories live. Discover now