Four

745 192 16
                                    

"Kamu yakin kita sanggup, Ti?" tanya Eza sambil menatap tajam Putri yang sedang menyeruput es telernya.

"Bandung gak jauh, kok, Za... kamu sendiri ngerasa sanggup gak?"

Eza menghembuskan napas kencang. "Aku gak suka, Ti. Aku udah terlalu terbiasa ketemu kamu nyaris setiap minggu. Telepon kamu tiap hari walau uang saku aku dipotong sebagai kompensasi. Its been two years dan aku gak tau nanti akan gimana," ucapnya bersungut-sungut yang malah membuat Putri tertawa.

"Padahal yang ninggalin aku itu kamu, tapi malah kamu yang berasa paling nelangsa!" ledek Putri.

Cemberut, Eza merajuk. Dari tadi dia hanya memainkan sendok makannya saja tanpa keinginan untuk menelan. "Kamu kok kayak seneng banget aku tinggal sih?" protesnya.

Putri mengusap-usap lengan Eza penuh sayang. "Kalaupun aku minta kamu untuk tetap tinggal, would you stay? Masuk ke kampus kamu gak mudah, Za. I'm so proud of you... sayang kan kalau kamu gak ambil. Apalagi kalau alasannya cuma karena jauh dari aku. Bukan aku gak sedih, loh. Tapi, kan ini juga salah satu proses kita buat jadi dewasa."

Eza kembali menghela napas berat. Tangannya terulur menepuk-nepuk puncak kepala Putri. "Jangan macem-macem pas aku jauh!"

Putri tertawa. "Gak kebalik, nih? Harusnya aku yang bilang begitu!"

Eza mengabaikan protes Putri. "Kalau ada maba atau kating sok akrab, ngajak kenalan, mendadak PDKT... langsung kamu pamerin foto kita aja! Ada banyak kan, tuh!" tambahnya lagi merujuk kepada kebiasaan mereka untuk berfoto box ria setidaknya sebulan sekali.

"Aku harus bawa-bawa 3 album penuh foto
kita tiap ke kampus??? Oke. Noted!" ucap Putri sambil menahan tawa karena Eza memasang wajah super seriusnya.

"Telpon aku... or text... kapanpun kamu butuh aku... just let me know. Jangan sampai aku buta sama kondisi kamu. Jangan segan buat kasih tau aku apapun yang kamu rasain setiap hari. Mau kamu happy, sad, mad, capek, excited, atau apapun.. let me know. Cerita ke aku soal hari-hari kamu. Sesibuk apapun kita nanti... aku mau kita tetap berkabar tiap hari ya, Sayang."

Putri meraih jemari Eza dan menggenggamnya lembut. "Kamu juga ya... jangan sampai kita putus komunikasi walau cuma sehari. Kalau sampai kejadian... aku anggap ada apa-apa yang bikin aku harus curiga!"

"Belum juga pergi, akunya udah dicurigai aja! Gak percaya banget aku bakal setia sih, Ti?" gerutu Eza.

Tertawa, Putri menyahut. "Percaya, kok! Percayaaaa...."

Eza memiringkan wajah, menatap Putri dengan tatapan khasnya yang tajam seakan sedang menganalisa isi kepala lawan bicaranya. "Really?"

Tersenyum tipis, Putri menjawab. "Khawatir sama hal yang belum terjadi itu melelahkan, Za... jadi aku memilih untuk percaya penuh ke kamu. Toh, selama ini kita juga beda sekolah, beda wilayah tempat tinggal, tapi hubungan kita lancar-lancar aja, kan?"

Eza balas tersenyum. "Lucu tapi ketika kamu bahas rumah. Selama ini kan aku gak pernah tau rumah kamu di mana... padahal kamu pernah aku ajak ke rumahku beberapa kali."

Putri menggaruk-garuk kepalanya yang mendadak terasa gatal. "Kemarin-kemarin itu belum waktunya, Za... kan kamu udah sering aku bilangin kalau mama aku gak ngasih izin aku buat pacaran selama SMA. Walau aku yakin banget dia udah curiga soal kamu, tapi karena gak ada bukti... ya mama milih buat diem aja dan gak negor aku."

Eza ikut menggaruk-garuk tengkuknya sendiri. "Ya... ya... gak boleh pacaran selama SMA karena takut kalau kamu hamil pas masih sekolah. Padahal kan kita gak pernah aneh-aneh juga, Ti!"

Tertawa, Putri menjawab. "Kasus MBA trus putus sekolah di lingkungan sekitarku tuh, banyak, Za... wajar dong kalau mamaku parno. Lingkungan tempat tinggalku bukan lingkungan elit kayak rumah kamu. Harap maklum ya...."

Eza terdiam, memilih menghabiskan es campurnya yang masih tersisa banyak.

"Eh, ada satu keuntungan tersendiri loh kita mau mulai kuliah begini...." ucap Putri tiba-tiba.

"Apa?"

Tersenyum amat lebar, Putri mengacak rambut Eza gemas. "Sekarang kamu bisa aku kenalin ke mama. Kalau udah kuliah aku dibolehin pacaran. Mau ketemu mama aku gak?"

Eza balas tersenyum amat manis. "Mau banget!"

"Minggu depan aja ya! Tapi jangan syok pas ke rumah aku karena rumahnya rame isinya soalnya kami numpang di rumah nenekku. Trus jelek juga...."

"Kok kamu ngomongnya gitu, sih?" protes Eza.

"Ini aku coba jujur loh... jauh deh pokoknya dari rumah kamu. Jaga-jaga takut kamu syok.  Aku kan pernah bilang ke kamu kalau aku bukan orang berada, Za... tapiii... walau mamaku cuma lulusan SMA, dia ngotot semua anaknya harus kuliah, harus ikut les bahasa Inggris buat nambah skill yang dulu mauuuu banget dia pelajari tapi terkendala biaya," jelas Putri lugas.

"Mama kamu hebat, Ti...." gumam Eza.

Dada Putri membusung bangga. "Pastinya!!!"

———————————————

Ponsel Putri bergetar menandakan telepon masuk. Saat dia mengecek, ternyata panggilan dari Reinald.

"Hai...." sapa Putri setelah memberi gestur meminta izin ke Eza untuk menjawab telepon.

"Masih lama?" tanya Reinald tanpa basa-basi sebelumnya.

"Ummm kurang tau." Lalu dia mengubah panggilannya ke mode video call. "Rei nanya... kira-kira masih lama gak, Za?" ucap Putri sambil mengarahkan layar ponselnya ke Eza.

Eza tertawa, melambaikan tangan sejenak ke arab Rei yang tampak terkejut sendiri dengan tindakan Putri dan balas melambai walau canggung.

"Tunggu kopi abis ya, Rei...." ucap Eza.

"Oke... gak usah dianter pulang ya...." balas Reinald cepat.

"Siap!" jawab Eza.

"Beb, kabarin kalau udah pulang...." ucap Reinald lagi.

"Iya, Sayang... iyaaaa...." jawab Putri segera.

"Oke... Love you, beb!" tutup Rei sambil menyudahi panggilan telponnya.

———————-

Never in my life... nulis cerita dengan konsep kayak begini sebelumnya. Maafkan kalau ceritanya kelihatan belum jelas arahnya ke mana ya... tapi moga-moga idenya ngalir terus sampe tamat.

Wish me luck!

Anyway, adakah yang kesulitan dengan pengaturan timeline-nya? Saat ini sih neng mencoba konsisten dengan line awal itu balik ke masa lalu. Tanda garis memanjang itu artinya pergantian waktu ke masa sekarang. Tapi kalau ternyata ada yang masih kesulitan memahami, just let me know... nanti neng perbaiki biar lebih jelas penandanya.

Smell ya later!

Luv,
NengUtie

Second ChanceWhere stories live. Discover now