9. Permulaan

834 107 9
                                    

Setelah ungkapan cinta Pete pada Way. Mereka tersenyum memadang wajah masing-masing. Pete mengusap rambut Way yang berantakan, juga mengusap kedua mata Way yang membengkak.

Way melihat jam dinding yang tergantung, dan mengalihkan pandangannya pada Pete.

"Kau tidak kembali ke kantor?"

"Bagaimana denganmu? Kau ingin aku menemanimu disini atau ku tinggal pergi?"

Way berpikir sejenak, ia mengerutkan dahinya tipis.

"Aku senang kau disini tapi pasti pekerjaanmu lebih membutuhkanmu daripada aku."

Pete melirik jam tangan di pergelangan kirinya. Kebetulan ia ada rapat jam 3 sore di kantornya. Pete menghela nafas pelan.

"Huft, aku ingin disini bersama mu. Tapi aku ada ada rapat sore ini."

Way memandangi kedua mata pria itu dalam. Lengan kanannya secara tidak sadar naik dan ibu jarinya mengelus ujung mata kiri Pete, lalu turun ke hidung hingga ke bibir Pete. Way secara bergantian memandang mata dan bibir Pete beberapa kali.

Pete mengecup ibu jari Way yang berada di bibirnya. Beberapa detik Way belum juga melepaskan ibu jarinya dari bibir Pete, hingga Pete memajukan wajahnya menempelkan bibir mereka dengan ibu jari Way yang masih berada diantara mereka.

'Cup'

Way mengedipkan matanya beberapa kali, lalu memejamkan matanya ketika kecupan itu naik ke ujung matanya dan dahinya.

Pete mempelkan dahinya dan Way. Sama-sama saling memejamkan matanya, menikmati hembusan nafas masing-masing.

"Aku harus pergi sekarang."

"Emm." Way menganggukan kepalanya.

Pete membuat jarak antara mereka dan menepuk kepala Way pelan sebelum bangkit dan pergi.

Way memandang pintu yang tertutup dan tangan kanannya naik ke dadanya, merasakan degupan jantungnya yang menggila.

Sementara itu Pete memandang luar jendela mobil dengan senyum yang terulas di bibirnya. Supir pribadinya melirik Pete yang terlihat tengah bahagia itu, sebenarnya sang sopir merasa beberapa hari ini bossnya itu dalam kondisi yang baik, yang mana hal itu juga membuat suasana di kantor lebih 'ceria'.

Pete secara sengaja membaca pikiran Way, ada banyak keraguan sebenarnya dalam diri Way. Namun dapat Pete rasakan perasaan Way yang benar-benar ingin melupakan Babe.

Pete tahu bukan hal yang mudah melupakan orang yang dicintai. Pete pikir ia harus berjuang keras untuk mendapatkan hati Way sepenuhnya.

***

Siang itu Way sedang membereskan barang-barangnya, ia sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Berterimakasih pada tubuh Enigma mempercepat penyembuhan luka Way.

"Kau sudah selesai?" Pete berdiri di ambang pintu, ia baru saja menyelesaikan administrasi Way.

"Emm sudah, ayo kita pergi."

Mereka berdua memasuki mobil hitam dengan Pete dibelakang kemudi mobil. Pete sengaja membawa mobil yang biasa dia kemudikan secara pribadi.

"Ingin mampir suatu tempat, Way?"

"Bagaimana dengan makan siang?". Pete diam berpikir sejenak sebelum berkata.

"Keberatan jika aku masakan sesuatu untuk mu?"

"Eh? Kau bisa masak?" Way melihat Pete dikursi pengemudi, Pete menganggukan kepalanya kecil.

"Mungkin tidak se-lezat restoran terkenal, tapi masih layak untuk dimakan. Jadi, keberatan jika aku berkunjung?"

To Be Continued...

Saya menyadari bahwa alur cerita ini cukup lambat. Jadi untuk chap selanjutnya mungkin akan saya percepat. Saya sangat menikmati kisah manis mereka, jadi untuk konflik akan sangat-sangat minim.

Terimakasih yang sudah mampir, vote bahkan komen 🙏

What If...Where stories live. Discover now