"Terserah mau percaya atau enggak."

"Vin, Vanya itu anaknya Om Charles. Lo sendiri tahu Om Charles bukan orang yang menye-menye."

"Lah kenyataannya gitu. Tanya Marvel. Dia yang sampai masuk ke rumah Vanya waktu itu."

"Hoamm," Marvel menggeliat di ambang pintu. Dia sempat mendengarkan sedikit perbincangan antara Gavin dan Alex barusan. "Pagi amat kalian bangun."

Drttt, drtt, drrtt.

Mendengar dering ponsel tiba-tiba membuat Marvel melonjak kaget. Sungguh, hp Gavin lagi di cas dan letak cas-nya itu berada di dekat Marvel berdiri, getar-getar lah lantai kayu yang ia pijak itu. Baru juga mengumpulkan nyawa, udah dikagetin aja.

"Cok!! Ngecas kok di deket pintu sih?!" Pekik Marvel setelahnya.

"Ya mau cas dimana? Colokan cuma disitu. Bisa emang kalau gue cas di lubang hidung lo?" Dengan santainya Gavin menjawab sambil beranjak mengambil hp dan melihat siapa yang meneleponnya sepagi ini.

"Vanya?" Gumam Gavin dapat didengar oleh Marvel dan Alex.

"Hah? Lo kontakan sama Vanya? Dari kapan? Kok gak ngasih tahu? Apa gue doang yang gak tahu?" Pertanyaan beruntun dari Alex membuat Gavin memilih untuk mengabaikannya dan mengangkat telepon Vanya.

"Halo? Kenapa, Van?"

Dari seberang sana, Vanya mendengar suara Gavin agak putus-putus. Dia sempat menjeda sebentar karena siapa tahu nanti udah bener. Setelah tiga detik barulah dia membalas Gavin.

"Halo Gavin? Suara kamu putus-putus," Ucap Vanya sebelum memberikan hpnya kepada Elen.

"E—ma—ng iya?"

"Nah udah nggak tapi masih."

"Kalo sekara—ng?"

"Udah enggak. Tapi masih."

"Oke, kamu kenapa telepon aku? Semua baik-baik aja kan?"

"Udah enggak!" Pekik Vanya masih membenarkan suara Gavin yang putus-putus, sedangkan Gavin sendiri menjauhkan hp dari telinga mendengar pekikan tiba-tiba dari Vanya.

"Iya, iyaa, Kenapa? Tumben telepon pagi-pagi."

"Gavin, ini Elen nangis terus cariin kamu," Lanjut Vanya lalu memberikan hpnya kepada Elen. Dia juga memencet loud speaker agar bisa mendengar percakapan antara Gavin dan Elen.

"Papa," Ucap Elen pelan.

"Halo princess-nya Papa, kenapa nangis terus, hm?"

"Papaaa hiks, P-papa ke-kemana? Ke-kena-pa gak su-su-lin aku sa-sama Mama?" Ucapnya terisak-isak.

"Jangan sambil nangis, Elen. Nanti sesek loh," Vanya menghapus air mata Elen dengan lembut.

Di seberang sana Gavin tersenyum mendengar suara Vanya yang begitu peduli kepada Elen, "Papa lagi ada acara. Nanti kalau udah selesai Elen sama Mama, Papa susulin deh."

"Ja-janji?"

"Iya, Janji."

"Aku Sa-sa-sayang Papa."

"Papa juga Sayang sama princess cantik satu ini."

"A-acara-nya ja-jang-an lama-lama," Ujar Elen sedih.

"Siap, gak lama."

"Udah, Ma," Samar, Gavin masih bisa mendengar percakapan Vanya dan Elen dari telepon.

"Udah?" Tanya Vanya mengambil hp yang tanpa sadar masih menyambung dalam telepon.

"Van?" Panggilan Gavin menyadarkan Vanya lalu menonaktifkan loud speaker-nya.

HER LIFE - END (OTW TERBIT)Where stories live. Discover now