9. Si Bopengan

33 3 1
                                    

"Kenapa tiba-tiba?" ungkap Yudi yang terkejut mendengar teriakan Alin yang baru saja sampai. Ia sedang mempersiapkan peralatan latihan yang ada pada camp.

Wajah yang tadinya menggebu, kini kembali layu. Ia menghempaskan tas olah raga yang dibawa dan menghempaskan dirinya begitu saja. Ia menyadari tubuhnya sedikit lebih leluasa dalam bergerak.

Yudi pun turut duduk di sebelahnya. "Apa sih? Hasil ujian atau ada yang mengganggu lagi?"

Alin merengkuh dan menyandarkan dagu pada lutut. "Yud, lihat ini. Aku sudah bisa melipat tubuhku. Apa aku sudah kurusan?"

Yudi mengerutkan dahinya. "Hmmm, lumayan. Udah ditimbang lagi?"

Alin menggeleng. "Aku takut ga sesuai ekspektasi."

"Gak apa, yang penting kamu sudah merasakan perbedaan dibanding dulu," ucap Yudi.

"Huuufffttt, seandainya aja Nyak masih hidup ...."

"Banyakin kirim doa, minta dilapangkan kuburnya gitu," ucap Yudi mengingatkan.

"Pasti lah. Hanya saja, jika Nyak masih hidup, Babe mungkin tak akan kawin lagi," keluh Alin.

Kali ini Yudi memilih diam menjadi pendengar yang baik. Ia pun mulai mengerti bagaimana perasaan Alin yang belum lama kehilangan ibu, tetapi sang ayah malah memilih untuk menikah lagi.

"Aku bahkan tak tahu harus memanggilnya siapa. Apa memanggilnya 'mama' seperti anaknya memanggil dirinya. Atau mungkin 'nyak' seperti sebelumnya.' Tapi, setidaknya kali ini aku memiliki seorang adik perempuan," ucapnya menenangkan diri sendiri.

"Meski demikian, kenapa harus di saat aku akan melaksanakan ujian akhir? Aku stress mikirinnya dan tak satu pun ujian yang bisa aku selesaikan dengan baik."

Alin menegakkan tubuhnya kembali. "Rasanya aku ingin mengeluarkan segala kekesalanku pada samsak itu! Apa aku sudah boleh melakukannya?" ucapnya dengan menggebu mengadu kedua kepalannya.

"Ya, silakan. Jika kamu ingin meluapkan emosimu yang tengah membara, kamu bisa melakukannya kapan pun. Walau kamu tak memilih kelas petarung pun, kamu tetap bisa menggunakan samsak untuk latihan."

"Memukul dan menendang samsak akan melatih ototmu dan akan membuatnya menjadi kencang."

"Baik lah." Alin mengangguk mantap. "Aku akan langsung ke sana." Ia bangkit tanpa merasa kesusahan seperti sebelumnya. Ia pun segera menuju samsak yang kebetulan sedang kosong.

Alin memasang semua peralatan terutama sarung tinju dan pelindung lutut. Setelah merasa mantap, ia melakukan pemanasan sejenak dan langsung meninju-ninju samsak seperti yang sudah dilakukan saat tahap dasar.

"Sini, biar aku pegangin." Yudi memegang samsak tersebut membuat Alin merasa lebih mudah melakukannya dibanding saat bergerak tadi.

"Ah, kalau aku tahu ternyata kamu sebaik ini, mungkin dari dulu aku bener-bener akan nulis surat cinta untukmu, Yud," ucap Alin sambil bercanda dan meninju samsak kembali.

"Kalau begitu, mungkin aku akan benar-benar membencimu sejak dulu," balas Yudi.

"Oh gitu ..." Alin masih meninju samsaknya.

"Iya." Yudi masih konsentrasi memperhatikan gerakan Alin. "Kali ini, coba pakai kaki," titah Yudi.

Alin mencoba mengangkat kaki melakukan tendangan. Namun, kakinya masih cukup terasa berat dan kaku.
"Susssaaahh," keluhnya.

"Pelan juga tidak apa, tapi kakinya harus gantian, biar terbiasa," ucap Yudi lagi.

Alin mengernyitkan wajahnya di saat melakukan tendangan dengan kedua kaki bergantian. Setelah itu ia merasakan pembakaran pada otot perut dan pahanya. Hal ini membuatnya menjadi semakin bersemangat dan mengulangnya lagi.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 18 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Mengejar Cinta Duda Kere(N)Where stories live. Discover now