Milka menghembuskan napas, dia memegangi dadanya yang berdegup kencang.

oOo

Milka turun dari mobil begitu Hema membukakan pintu. Dia memakai tasnya dengan gestur yang agak canggung.

"Makasih," ucap Milka.

Hema hendak menunduk, Milka membelalak karena seolah bisa menebak apa yang akan terjadi. Tiba-tiba Milka pun berjinjit, seolah akan mencium pipi Hema dengan memakai jarak--mengambil alih tugas Hema biasanya, tapi karena buru-buru, pipi mereka sempat bersentuhan.

"Aku duluan ya," lanjut gadis itu lalu kemudian berjalan ke arah rumahnya dengan langkah yang cukup berantakan untuk ukuran seorang Milka Sashikiran biasanya.

Hema merapatkan bibir untuk tidak tertawa. Milka yang malu-malu seperti itu terlihat menggemaskan. Tegur Hema jika dirinya sampai lupa menandai di kalender tentang hari ini.

Sementara itu, Milka yang sudah memasuki rumah dibuat sedikit gugup begitu melihat Prita yang tengah terduduk di sofa sembari memegang cangkir teh.

"Kalian dari mana?" tanya wanita itu yang kemudian menyesap tehnya.

"Hema ajak ke villa."

Prita terdiam. "Hubungan kalian membaik ternyata." Prita mengangguk-angguk. "Padahal sebelumnya dia nggak terlihat ada inisiatif lain dalam hubungan kalian."

Prita menepuk sofa di sampingnya. Milka sedikit terbingung karena Prita benar-benar menyuruh duduk di sampingnya. Bukan single sofa yang bisa membuat nyaman mengobrol secara formal. Meskipun begitu Milka tetap menurutinya.

Prita mengangkat tangannya, dia meraih helaian-helaian rambut di wajah Milka lalu menyelipkan ke belakang telinga.

"Kamu jangan mudah terbuai. Sikap baik Hema bisa jadi hanya sekedar rasa bersalah dia karena dekat dengan perempuan lain."

Jemari Prita menyusuri garis rahang Milka. "Kamu anak yang Mama besarin dengan begitu cantik. Kamu boleh lakuin apa pun buat Hema, tapi jangan pernah kasih hati kamu sama dia."

Milka mengernyit. Prita yang mau bicara berdua seperti ini saja sudah aneh apalagi dia yang sampai memberikan nasihat khusus pada dirinya.

"Kamu cantik dan luar biasa, jangan sampai menjadi jatuh karena segelintir kata yang disebut cinta."

Milka semakin tidak mengerti.

"Bukan juga Mama nyuruh kamu menjadi wanita bodoh di luaran sana. Mentang-mentang nggak pakai hati, dibiarin pasangannya lirik sana-sini."

Prita menatap kosong, dengan sudut bibir yang tertarik.

"Hema itu pasangan kamu, milik kamu. Kamu punya hak penuh atas dirinya. Saat dia ngelakuin kecurangan, kamu berhak bertindak. Maaf karena sebelumnya Mama menganggap remeh situasi kalian. Setelah melihat sikap nggak tau malu perempuan itu, Mama terpikir bahwa kamu nggak perlu diam saja.

"Siapa pun yang menjadi jalang, kamu berhak atas penghancuran hidup dia. Jangan terima begitu saja olok-olokan yang kamu dapatkan karena dia."

Prita mendekat dia mengecup kening Milka. "Kamu anak Mama. Jangan buat Mama kecewa."

oOo

Semua menatap Milka dengan heran seperti biasa. Mengambil hak dirinya untuk berjalan tenang seperti biasa. Kalau bukan ada buku yang harus Milka ambil di perpustakaan dengan jeda bel yang sudah mepet, Milka tidak akan melewati kawasan yang ramai.

Milka tak sengaja melewati kerumunan. Tokoh utamanya duduk pada bangku beton sementara siswa-siswi yang lain berdiri melingkar, mengerubuni dengan penuh penasaran.

"Bengkak banget loh Melody. Yakin nggak ada yang terjadi?"

"Nggak papa kok, semalem Melody nonton film sedih jadinya nangis sampe kebablasan bengkak kayak gini."

"Mel, sesedih-sedihnya film nggak bakal bikin gini. Ini kayak nangis berjam-jam. Kemarin juga kamu pulang duluan."

"Melody ada urusan."

"Kemarin aku kayaknya liat mobil Mama Milka deh. Dia emang suka datang buat nanya tentang Milka ke guru, kayaknya terlalu kebetulan deh kalo Melody kayak gini tapi nggak ada sangkut pautannya sama itu."

"Eh, beneran Melody nggak papa."

"Mel, jangan ditutupin lagi deh."

Milka mempercepat langkahnya tidak ingin lanjut mendengar obrolan mereka. Ketukannya begitu cepat hingga tiba-tiba sebuah tangan menariknya dari lorong sebelah kiri.

Milka hampir berteriak, jika tak cepat Hema membalikkan tubuhnya agar menghadap pria itu.

"Selamat pagi," ucap Hema diiringi senyuman manis.

"Aku bikin kaget ya? Maaf," lanjutnya begitu Milka tak bereaksi atas sapaannya.

"Ng, nggak papa."

Hema meraih kedua tangan Milka lalu menggenggamnya erat. Dia menunduk lalu mencuri kecupan singkat dari gadis itu. Hema tertawa kecil, selalu suka akan ekspresi kaget Milka jika dirinya melakukan hal itu. Gadis yang selalu elegan dengan pembawaan dewasa, sangat manis saat dia tiba-tiba terbingung dengan pipi tersipu.

Milka mendorong dada Hema menjauh. "Aku mau ke perpus."

"Aku temenin?"

Milka melirik Hema sinis yang membuat Hema tertawa.

"Kenapa vibes-nya kita lagi backstreet ya?"

Milka memutar bola mata. Benar, yang diucapkan Hema begitu tepat. Padahal Hema dan Melody bisa dengan bebas mengumbar kebersamaan. Sementara untuk menemui Milka, Hema harus sembunyi-sembunyi.

Tunggu, kenapa kesannya Milka merasa iri ya?

"Aku duluan," ucap Milka dengan nada yang lumayan ketus kemudian melangkah pergi tanpa melihat Hema lagi

"Kamu ngambek ya?" tanya Hema yang cukup terkesima. Tak lama dirinya pun menangkup wajahnya dengan senyuman lebar.

"Damn, she's so cute."

oOo


*Baca duluan di Karyakarsa

Fight for My Fate [TAMAT]Место, где живут истории. Откройте их для себя