13 - Tragedi yang Lebih Besar

17 5 3
                                    

Chika tentu saja tidak menerima kabar pemecatan dirinya dengan hati legawa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Chika tentu saja tidak menerima kabar pemecatan dirinya dengan hati legawa. Begitu keputusan diumumkan, gadis itu langsung memprotes keras. Arisu bisa mendengarnya memohon-mohon kepada para pimpinan untuk mempertimbangkan ulang keputusan mereka. Namun, dari potongan-potongan kalimat yang berhasil ia tangkap, agaknya usaha Chika tak membuahkan hasil. Arisu harus berusaha keras agar tidak menunjukkan setitik pun kepuasan dalam raut wajahnya, betapa pun ia ingin bersorak gembira.

Seorang petugas kebersihan keluar dari lift. Arisu buru-buru menyingkir dari depan kantor manajemen. Ia tak ingin ketahuan sedang menguping. Gadis itu kembali ke ruang kelas homeschooling Starlight di lantai lima. Saat itu memang jam istirahat, tetapi suasana kelas sangat muram. Pemecatan Chika telah mengacaukan perasaan keempat gadis di dalam kelas. Langit mendung di luar makin menambah kesuraman suasana hati mereka.

“Pengumumannya sudah diunggah di situs resmi Starlight. Berarti, sudah pasti kita tinggal berlima saja ….” gumam Akari. Gadis itu merebahkan kepala di meja sambil terus membaca berita di ponsel. Kakinya berayun-ayun ke depan dan belakang. “Kalau tahu akan begini ujungnya, mungkin seharusnya aku bersikap lebih baik pada Chika-chan beberapa hari terakhir ini ….”

“Ah, biarkan saja orang itu.” Megumi mendorong kursinya, yang berada di dekat dinding, hingga bersandar dalam posisi miring ke dinding. “Keterlaluan sekali tuduhannya pada Alice-chan! Sampai sekarang, aku masih penasaran mengapa ia mengatakan hal-hal semacam itu.”

“Sudah jelas ia ingin Alice-chan dikeluarkan.” Hana mengangkat pandangan dari boneka yang ia rajut, lalu menyahut. “Andai ia berhasil membuat publik percaya bahwa Alice-chan memplagiat tariannya di audisi, tentu Alice-lah yang akan dibenci orang banyak. Karena itu aku tidak bisa kasihan padanya. Jelas ia berusaha memecah belah Starlight.”

“Sudahlah, teman-teman, mari kita bicarakan hal lain saja,” tukas Arisu. Gadis itu berjalan cepat memasuki kelas, lalu menghempaskan diri ke kursi di samping jendela. Lama ia termenung sambil menghadap ke luar. Ia mengira hatinya akan tenang setelah kepergian Chika, tetapi ia justru tak bisa mengenyahkan perasaan bahwa bencana yang lebih besar justru sedang mengintai.

Sial, apa-apaan yang kupikirkan ini? Lupakan saja si brengsek itu! Bisa-bisa aku gila kalau memikirkannya terus.  Arisu menggeleng pelan. Rintik-rintik hujan mulai berjatuhan. Teman-temannya masih ribut berbicara, tetapi ia tidak mendengarkan. Bangku yang biasa ditempati Chika berdiri di balik punggungnya, kosong tanpa penghuni. Jam dinding berdetak pelan. Perlahan, mata Arisu mulai terpejam. Angin sepoi-sepoi membuai rambut hitamnya. Tak sanggup lagi ia menahan rasa kantuk.

Tiba-tiba, Arisu tersentak bangun. Haruhi mengguncang bahunya keras-keras. Kelas masih segelap tadi, tetapi suasana di dalam telah berubah. Sayup-sayup, terdengar keributan dari jauh. Megumi, Hana, dan Akari sudah terlebih dahulu berlari keluar. Arisu mengerjap-ngerjap, berusaha memahami keadaan. Aneh, wajah Haruhi tampak panik. Gadis bertubuh mungil itu berbicara cepat, terlalu cepat untuk dipahami otaknya yang masih setengah sadar.

“Apa katamu? Bicaralah sedikit lebih lambat, Haruhi-chan!” Arisu mengernyit bingung.

“Alice-chan, Chika-chan menghilang! Kudengar ia sempat mengancam CEO Kojima dengan pisau lipat, lalu kabur setelah melukai petugas keamanan. Sekarang ia masih berkeliaran. Ichinose-san meminta kita pergi ke ruangannya, yang bisa dikunci dari dalam. Ayo, cepat bangun!”

Haruhi menarik lengan Arisu begitu keras hingga gadis itu terhuyung bangun. Masih setengah bermimpi, Arisu membiarkan dirinya diseret oleh Haruhi menuju ke kantor Kaito yang berada di ujung lain lantai lima. Hana, Akari, dan Megumi sampai terlebih dahulu. Ketiganya mengintip dan berseru-seru dari balik jendela ruang manajer. Namun, baru saja Arisu dan Haruhi lewat setengah jalan, Chika tiba-tiba menyeruak dari balik pintu menuju tangga darurat dan langsung mengayunkan pisau ke arah Haruhi. Gadis itu benar-benar tampak seperti orang kesetanan. Pakaian dan rambutnya berantakan, matanya menyala-nyala penuh amarah.

“Haruhi-chan, awas!” seru Arisu. Haruhi buru-buru melompat minggir. Ia memekik saat kelebatan logam tipis keperakan itu memisahkan dirinya dan Arisu secara paksa. Untung, keduanya tidak terluka. Namun, Arisu tahu serangan Chika baru awalnya saja. Ia yakin gadis yang sedang murka itu takkan berhenti menyerang hingga berhasil melukai dirinya.

Aku harus membawa Chika pergi jauh-jauh dari para anggota Starlight yang lain! pikir Arisu cepat. Refleks, ia mendorong Haruhi ke belakang dan berlari ke balkon. Haruhi berteriak menyuruh Arisu kembali, tetapi ia tidak menggubris. Lantai lima memiliki balkon yang menghadap ke jalan raya di belakang gedung. Dengan cepat Chika menyusulnya. Pintu tertutup di belakang mereka. Chika mendorong selot pintu hingga terkunci.

“Mari kita mati bersama hari ini, Alice Akiyama!” seru Chika ganas. Gadis itu berlari menerjang Arisu, yang buru-buru mengelak.

“Hentikan, Chika-chan! Sudah cukup!” Arisu berusaha menghindari serangan membabi buta dari mantan rekannya itu. Ia mencoba mencekal pergelangan tangan Chika, tetapi ketangkasan memang bukan keahlian terkuat Arisu. Sebentar saja ia kewalahan. Apalagi, Chika seolah sudah tidak mengenal takut. Beberapa kali ujung pisau menggores lengan Arisu. Ketika hendak menjauh, tak sengaja kakinya salah berpijak. Gadis berambut hitam itu terbanting ke lantai. Dengan senyum penuh kemenangan, Chika langsung menghujamkan pisau ke bahu kanan Arisu. Bilah pisau lipat mungil sepanjang delapan sentimeter itu dengan mudah menembus bahu Arisu yang hanya ditutupi sehelai blus katun tipis. Seketika, cairan merah membasahi kain blus dan telapak tangan Chika.

“Ah ….” Chika terhuyung ke belakang. Pisau meluncur jatuh dari genggamannya. Gadis itu membelalak ngeri menatap noda darah di tangannya. Kejadian itu seolah telah mengembalikan kesadaran ke dalam dirinya. Kini, gadis itu tampak tak lebih daripada seorang remaja biasa yang ketakutan. Sementara itu, sambil mencengkeram luka tusuk di bahu kanannya, Arisu berdiri tertatih-tatih. Luka itu memang tidak terlalu dalam, tetapi terus menerus mengeluarkan darah.

“Semua sudah berakhir. Kau tak bisa kembali lagi, Chika-chan,” ucap Arisu serius. Bisa ia dengar derap langkah para petugas keamanan mendekati pintu balkon. “Begitu petugas keamanan menangkapmu, selesai sudah. Kau akan dipenjara, dan orang-orang hanya akan mengingatmu sebagai seorang kriminal.”

“Kuharap suatu saat nanti kau akan sadar jika kaulah yang memaksaku melakukan ini, Alice-chan. Kuharap kau membusuk di neraka.” Chika tertawa sumbang. Dengan lincah, gadis itu memanjat pagar balkon. Arisu, yang menyadari apa yang hendak Chika lakukan, membelalak kaget.

Tidak. Arisu hendak berseru. Namun, Chika sudah terlebih dahulu melompat. Gaun birunya berkelebat di udara, membuatnya tampak bagai seekor burung eksotis selama sepersekian detik. Angin membawa jeritannya ke telinga Arisu. Gadis itu tidak tahu apakah Chika menyesali keputusannya. Satu yang jelas, tak ada kesempatan kedua bagi seorang Chika Sawamura. Tubuh gadis itu terbanting ke aspal tepat di depan sebuah truk pengangkut peti kemas, yang langsung melindas dan menghancurkan tubuh langsing itu hingga tak lagi dapat dikenali.

 Tubuh gadis itu terbanting ke aspal tepat di depan sebuah truk pengangkut peti kemas, yang langsung melindas dan menghancurkan tubuh langsing itu hingga tak lagi dapat dikenali

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Chika geprek 😋

Wonderland's EndWhere stories live. Discover now