4 - Queen of Hearts

47 12 23
                                    

“Alice-chan?” pekik Arisu tak percaya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Alice-chan?” pekik Arisu tak percaya. Refleks, tangan kanannya bergerak mengusap pipi. Bayangan di cermin pun melakukan hal yang sama. Masih belum puas, ia sentuh hidung, dagu, dan dahinya. Lalu, ia coba mengibas-ngibaskan rambut. Ah, sejak kapan kulitnya yang berminyak jadi begini lembut? Sejak kapan matanya jadi begini bulat dan lebar? Sejak kapan rambutnya jadi begini halus berkilau? Sungguh sulit baginya untuk menerima bahwa semua ini nyata!

Tunggu, kalau aku adalah Alice-chan, berarti suaraku ikut berubah. Arisu mulai menyanyikan lagu Starlight pertama yang terlintas di benaknya, Kenangan Musim Gugur. Biasanya ia selalu kesulitan menyanyikan lagu bernuansa ballad itu. Namun, sesuai dugaannya, kini ia dapat mencapai nada-nada tinggi dengan mudah. Percayalah Arisu bahwa ia benar-benar telah masuk ke dalam raga idolanya.

“Astaga, ini menyenangkan!” serunya spontan. Sedetik kemudian, buru-buru telapak tangannya menutupi mulut. Ia tak tahu dengan siapa Alice tinggal. Kalau ternyata ada orang lain yang memergokinya berteriak-teriak heboh seperti orang kesurupan, wah, bisa gawat! Sejenak gadis itu terdiam memikirkan langkah yang harus ia ambil. Akhirnya, ia memutuskan untuk mencari sarapan. Gadis itu mencuci muka cepat-cepat, menyisir rambut sebisanya, lalu beranjak keluar kamar.

Perlahan, Arisu berjingkat-jingkat melintasi lantai. Sandal bulu berwarna putih yang ia kenakan membuat kakinya terasa bagai tenggelam. Ia mengawasi keadaan sekeliling, takut kalau-kalau ternyata ada orang lain di apartemen. Namun, tempat itu kosong. Dengung pelan air purifier di samping televisi menjadi satu-satunya suara.

“Besar sekali!” Arisu terbelalak kagum. Ruang tengah apartemen Alice terdiri dari ruang santai, pantry, dan ruang makan yang tersambung jadi satu. Seluruhnya berdesain minimalis, dengan warna dominan krem dan cokelat tua. Sebuah meja mini bar berdiri di tengah pantry. Didorong rasa penasaran, jemari Arisu mengusap permukaan marmer meja itu. Dingin dan kokoh, jauh berbeda dari meja dapur berlapis keramik di rumahnya.

Lama Arisu menelusuri pantry itu. Ia buka satu persatu lemari. Meski besar dan mewah, tidak banyak bahan makanan yang tersedia. Tentu idol seperti Alice-chan tidak sempat memasak sendiri di rumah, pikirnya. Ia menemukan sekotak sereal muesli yang terisi separuh di lemari, serta sebotol susu yang masih tersegel di dalam kulkas. Sambil bersenandung kecil, ia mulai menyiapkan sereal.

“Senang?” Tiba-tiba kepala si kelinci menyembul dari kolong meja. Matanya berkilat-kilat licik.

“Wah!” seru Arisu kaget. Nyaris saja ia menumpahkan susu dari botol. “Oh, tentu saja, Tuan! Maksudku, ini menakjubkan! Tidak kusangka kau akan benar-benar membuatku menjadi Alice-chan.”

“Asal kau tahu saja, aku masih punya satu hadiah lagi untukmu. Namun, sebelumnya, bisakah aku minta sedikit sereal? Menggunakan sihir membuatku lapar. Oh, ya, susunya sedikit saja.” Dengan satu lompatan, kelinci itu duduk di kursi meja makan. Hidung merah mudanya bergerak-gerak.

Kelinci makan sereal? Sebelah alis Arisu terangkat. Namun, setelah mengalami keajaiban, ia enggan bertanya terlalu banyak. Gadis itu mengeluarkan satu mangkuk lagi, lalu menuangkan sereal biji-bijian ke dalamnya. Dengan kecekatan seperti manusia, kelinci itu menyendok sereal dan makan dengan lahap. Usai makan, ia mengeluarkan sapu tangan dari saku jasnya, lalu mengelap mulut. Kumisnya, yang dibasahi susu, bergerak-gerak puas.

Wonderland's EndWhere stories live. Discover now