Prolog

82 20 10
                                    

Annyeong Rineun!

Welcome to my story!

Buat kalian yang mungkin merasa kalau Ayah luka pertama kalian. Tenang aja, karna kalian ngga sendirian kok!

Tapi tetep harus semangat, yah?

Happy Reading!

***

"Tuhan itu adil. Tuhan ngasih kalian cobaan sebesar ini karna Tuhan tau kalau kalian itu kuat. Jadi, stop bilang Tuhan nggak adil, karna pada nyatanya, kalian harus tetap semangat menunggu kebahagiaan kalian, yang akan datang."

~Gevita Anaillya Bhelandra~

***

"Akh! Sakit, Pa..." seorang gadis yang kini sedang bersimpuh di lantai berujar lirih, ia memegangi lengan atasnya yang terlihat memerah akibat benda panjang nan keras yang terbuat dari kayu itu.

Gadis itu, Gevita, menangis dalam diam. Tangannya masih setia memegangi lengannya yang memerah. Walau sudah terbiasa, namun tetap saja rasanya sangat sakit.

Pria paruh baya dihadapannya, menatap tajam dirinya, tangan pria paruh baya itu mencengkram kuat kedua pipi Gevita. "Kamu lihat muka saya, apa saya peduli? Hah? TIDAK!"

Plak!

Tamparan itu didaratkan, tamparan yang sangat keras sehingga pipi kiri Gevita memerah dan memperlihatkan cetakan telapak tangan pria paruh baya dihadapannya. Pria yang dipanggil 'Papa' itu---Gava Putra Bhelandra---berdicih sinis lalu kembali mendaratkan tamparannya.

Plak!

"Anak pembangkang seperti kamu, tidak pantas untuk hidup!" Gava kembali mengambil sebuah rotan yang tadi ia pakai, pria itu lalu mengangkat tinggi-tinggi membuat Gevita menutupi kepalanya dengan kedua lengannya.

Namun hal yang Gevita lakukan tak membuat Gava menurunkan rotan itu dari tangannya, Saat hendak mendaratkan rotan itu pada Gevita, suara dari seorang pria yang sekiranya berusia 60 tahun keatas itu terdengar.

"Jika sekali lagi kau mendaratkan rotan itu pada cucuku, maka nyawamulah yang menjadi taruhannya, Gava." ujar pria tua itu lalu berjalan mendekat ke arah mereka berdua. Gava, pria itu kini dibuat mati kutu dengan kedatangan Ghani---ayahnya.

"P-papa?" Gava menjatuhkan rotan itu, ia mundur dengan perlahan. Kakinya bergetar menatap Ghani dengan wajah takutnya. Jujur saja, sekejam-kejamnya dirinya, ia akan kalah dengan Ghani.

Ghani, ayahnya itu lebih jauh menakutkan jika sedang marah besar. Ghani adalah tipikal orang yang ramah, baik, sopan, dan lainnya. Namun, jika pria tua itu sudah marah, pria yang dikenal dengan hati malaikatnya itu akan berubah menjadi Iblis yang paling menakutkan.

Di usianya itu, Ghani sama sekali tidak memakai alat bantuan untuk berjalan, bahkan wajahnya yang awet muda, membuatnya nampak masih seperti seseorang berumur 40 tahun.

Pria tua itu lalu berjongkok, ia mensejajarkan dirinya pada Gevita, lalu mendekap tubuh bergetar cucu kesayangannya. Ia mengelus lembut kepala Gevita, hal itu membuat air mata Gevita turun dengan deras.

Hanya Ghani, satu-satunya orang yang sayang padanya, satu-satunya orang yang peduli terhadapnya, dan yang terutama adalah satu-satunya orang yang akan melindunginya dibarisan paling depan. Ghani akan siap menolong Gevita, walau nyawanya yang menjadi taruhannya.

"Cucu Kakek kuat. Maafkan ayahmu, ya, Cu. Dia cuman masih belum bisa menerima kenyataan, Kakek yakin, suatu saat ayahmu akan berubah," Ghani menepuk pelan punggung Gevita yang masih bergetar, ia terus saja megucapkan beberapa kata-kata yang membuat Gevita tenang.

Sedangkan, Gava yang melihat interaksi antara ayahnya dengan anaknya itu, membuat Gava mengepalkan kuat tangannya kuat. Kuku-kuku jarinya sampai memutih, saking kuatnya kepalan itu.

"Lihat saja Gevita...saya akan membuat kamu hancur! Lihat saja." gumam Gava sangat pelan, matanya menatap tajam gadis yang kini sedang ditenangkan. Jika saja pria tua itu tidak datang, ia benar-benar akan menghancurkan Gevita saat itu juga.

Ia benci Gevita, benci yang sebenci-bencinya, ia akan membalaskan dendam Istrinya yang kini sudah tiada. Ia akan membuat Gevita merasakan hal yang sama.

"Ingat Gevita, nyawa dibalas nyawa itu adil." senyum miring terbit di bibir Gava, ia membayangkan jika rencana yang ia buat berhasil, dan Gevita dapat merasakan hal yang sama. Hal itu membuat Gava menggantikan senyuman miring miliknya menjadi senyuman manis, saat membayangkan bagaimana Gevita memohon dengan lirih, bahkan dibayangannya, tubuh Gevita sudah berlumuran darah.

"Tenang, tidak langsung ke intinya, namun saya akan bermain-main dulu dengan kamu, Gevita Anaillya Bhelandra."

***

Segitu aja lah ya prolognya😜👌

Oh ya, kalo kalian perhatikan dan baca dengan seksama, disana ada petunjuk untuk salah satu plot twist cerita ini👀

Kira-kira ada yang bisa nebak nggak yah?🤔

Jangan lupa tinggalkan jejak di setiap paragrafnya ya Rineun!

Votenya juga jangan lupa ya!😜

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gevita's Story ✓ (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang