Miriam tersenyum bangga. "Anak itu ternyata sudah dewasa ya."

Hema adalah cucu kesayangan Miriam. Bisa dibilang beliau menyayangi Hema secara buta. Sekarang mungkin terlihat normal. Namun, akan ada saat-saat tertentu di mana sayang Miriam yang berlebihan itu akan nampak. Selain Hema, Miriam juga sosok Danuarta paling sulit untuk Milka hadapi.

"Apalagi yang Hema lakukan?"

"Hema beliin obat buat Milka, dia juga ngasih teh yang bisa buat Milka tidur nyenyak sampe pagi."

Miriam terkekeh senang mendengar cucu kesayangannya yang Milka deskripsikan bak pahlawan.

Milka pikir malam ini akan dirinya lewati dengan mudah. Namun, semua berubah 180 derajat begitu mereka bertemu dengan Hema dan Melody di pintu masuk. Kekeh Miriam menghilang beriring awan hitam yang dirinya tarik hingga membuat Milka merasakan sesak.

Milka tak punya sedikit pun hak untuk bersuara saat Miriam membuat mereka makan bersama dalam satu meja. Senyum wanita itu pada Milka tidak setulus sebelumnya. Meskipun itu masih tergolong lebih baik karena pada Melody, wanita itu hanya sekali memberi lirikan tajam lalu seterusnya menganggap seolah tidak ada di sana. Melody yang biasanya punya pembawaan ceria itu pun kikuk setengah mati.

"Kamu tau sekarang real food lagi banyak dibicarakan bahkan mungkin bisa jadi trend."

Setelah selama sesi appetizer Miriam sibuk mengobrol dengan cucu tercintanya, saat maincourse mulai dihidangkan, Miriam pun mengajak bicara Milka.

Miriam adalah orang yang sangat bangga ketika menceritakan betapa penuh ambisinya dia saat muda. Alasan kenapa Milka harus memperluas wawasan mati-matian, karena dalam situasi tertentu bukan hal mudah mengimbangi obrolan wanita itu.

"Itu cukup banyak pro kontranya Oma. Yang pro tentu karena sehat. Dan kontranya banyak banget terutama dari kalangan yang udah biasa makan junkfood." Milka melirik Melody yang menyendok krim supnya. Tangan lentik Milka menahan tangan gadis itu.

Tanpa sedikit pun mengalihkan perhatian dari Miriam, Milka mengambil sendok Melody dan membawanya turun. Milka membuat gerakan setengah lingkaran secara berulang dengan sendok itu pada mangkuk berisi krim sup milik Melody

"Satu poin kontra yang Milka soroti karena cara makan mereka yang agak bar-bar. Kadang mereka metik langsung dan makan sambil berdiri. Atau makan sayuran yang ukuran besar langsung digigit tanpa dipotong-potong dulu."

Miriam mengangguk-angguk. "Benar, di sana nggak ada nilai estetikanya. Kalau mereka mengemas lebih rapi, mungkin nggak akan banyak yang komentar miring. Oma padahal setuju kalau ini jadi trend."

"Jadi Oma bercita-cita jadi ulat?" ucap Hema. Yang membuat Miriam terkekeh dan memukul pelan paha pria itu.

Milka  memanfaatkan momen itu untuk berbisik pada Melody. "Jangan pernah tiup makanan di hadapan Oma." Milka pun menyimpan kembali sendok Melody itu.

Milka mulai menikmati hidangan-hidangan utama itu dengan masih diselingi obrolan dengan Miriam. Hingga Milka mendengar dentingan kuat dari sendok yang Miriam jatuhkan. Milka refleks melihat ke sisi kanannya. Ada Melody yang mematung dengan sendok di depan mulutnya.

"Kenapa harus ada hal yang menjijikan di meja saya," ucap Miriam dengan nada yang benar-benar dingin.

Milka bisa melihat wajah Melody yang berubah pucat. Padahal Milka serius tidak ingin ada kesalahan di sini. Meski harus mengesampingkan rasa tidak sukanya pada gadis itu.

"Ayo Milka, mungkin ini memang bukan tempat kita."

Milka bergegas bangkit lalu mengejar langkah Miriam yang berjalan penuh dengan amarah. Meskipun sudah tua jalannya tetap tegap dan tegas. Dia tak sedikit pun lengah untuk tetap menunjukkan kuasanya.

"Jadi selama ini kamu itu tidak bisa membahagiakan Hema?" tanya Miriam dengan nada dingin di antara ketukan langkah kaki mereka. Milka merasakan seperti seseorang menusukkan besi pada punggungnya.

"Konyolnya lagi dia cuma gadis bar-bar yang kosong etika." Miriam mengeluarkan kekeh yang mampu membuat Milka menciut dengan begitu ekstrim.

"Sebenarnya apa yang selama ini kamu lakukan sampai-sampai kalah dengan gadis rendahan seperti itu."

Milka tidak bisa bernapas, lehernya terasa dicekik dengan kuat. Hal yang paling dirinya takuti. Ketika semua usaha yang dia lakukan mati-matian ditelanjangi dengan kalimat sebenarnya apa yang selama ini kamu lakukan?

"Kamu masih unggul karena dia terlalu payah. Tapi kamu harus ingat, saya juga tidak memerlukan orang yang tidak bisa membuat bahagia cucu saya."

Milka membungkuk sopan begitu Miriam masuk ke dalam mobilnya, Milka tidak berani mengangkat wajah sampai mobil wanita itu benar-benar pergi dari basement itu.

Milka tidak bisa menahan tubuhnya lagi. Ia berjongkok dengan wajah yang dibenamkan pada lutut.

Melody, Melody, Melody. Kenapa dia terus membuat Milka berada di titik ini. Milka sudah lelah untuk semua hal, kenapa gadis itu terus membuat beban Milka bertambah. Milka sudah cukup berusaha agar tidak bersinggungan dengan dia, tapi dia selalu menjadi pengacau di setiap hari Milka.

Kepala Milka sekarang bahkan habis untuk berpikir. Dia tidak tahu caranya untuk pulang sekarang. Prita tidak akan diam jika dirinya yang semula dijemput Miriam tapi pulang sendirian. Milka juga tidak bisa mengulur waktu sampai orang tuanya tidur, karena kalau Milka ketahuan keluyuran, konsekuensi untuk dirinya justru menjadi ganda. Milka tidak punya jalan untuk dipilih.

"Hema maaf, padahal Milka udah ngasih tau, Milka juga udah buat supnya dingin, tapi Melody bener-bener nggak sadar niup makanannya."

Sayup-sayup Milka mendengar suara gadis itu. Milka bahkan sudah kehilangan tenaga untuk sekedar berdecih.

"Nggak papa, Melody. Yang kamu lakuin itu bukan dosa, memang Omanya yang terlalu sensitif. Bukan hal mudah juga ngelakuin hal yang bukan kebiasaan kita."

Milka tidak akan iri pada Hema yang mudahnya memaklumi Melody, Milka ingin mereka cepat-cepat pergi."

"Tapi Melody buat Oma Hema marah besar."

"Nggak papa. Buat kejadian hari ini kamu jangan masukin ke dalam hati ya."

"Makasih, Hema."

Milka mendengar suara pintu mobil yang tak lama kemudian bunyi dari ban mobil yang bergerak menjauh.

Ponsel Milka berbunyi. Dia sedikit mengangkat wajahnya untuk memeriksa.

Hema:
- Passcode-nya tanggal lahir Oma.

oOo

*

Baca duluan di Karyakarsa

Fight for My Fate [TAMAT]Where stories live. Discover now