"Ya... Mama tahu sendiri kelakuan anak bungsu Mama kayak gimana," Sahut Bevan memutar kedua bola mata jengah.

Helaan nafas Berlin membuat Gavin menyibukkan diri bersama Elen. Tak lama, Elen diambil alih oleh Bevan pergi menuju kamar Gavin.

"Kamu kok jadi nempel banget sih sama Papa kamu?" Tanya Bevan gemas. Sayang sekali gadis kecil itu hanya diam malu-malu kucing.

Masih diruang keluarga, Gavin sibuk berhadapan dengan Berlin. Wanita itu menatap tajam putra yang paling brengsek ini.

"Mulai detik ini terserah kamu mau gimana, yang jelas Clara tetap menolak kalau Vanya menikah sama kamu. Mama sih setuju-setuju aja karena belain kamu itu gak ada gunanya, ngerti?"

"Ma???"

"Mama pusing, Gavin! Perusahaan kamu abaikan begitu aja, masalah orang tua Vanya yang belibet. Habis ini terserah lah! Mama capek."

"Gavin mau tanggung jawab. Gavin janji gak bakal nyakitin Vanya lagi--"

"Buktiin. Mama butuh bukti dari kamu bukan omong kosong."

•••••

"Sayang cobain deh. Ayo kita couple hoodie," Adara semangat menunjukkan salah satu hoodie seukuran Juna.

Entah hari ke berapa Adara berada di Jakarta. Namun percayalah, ini baru pertemuan keduanya dengan Juna selama disini.

Maklum Juna sibuk, Adara juga main ke Jakarta gak asal main-main doang. Dia main kesini sambil menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk di Bali. Belum lagi tahu kabar terkini tentang sahabatnya.

"Kita udah ada couple ungu sama pink gitu. Coba kalo yang hitam atau putih sayang?"

"Baju-baju kamu tu warnanya itu semua. Bisa gak ganti warna cerah?"

"Masa aku suruh pake warna kuning, pink muda, ungu muda, merah, hijau muda? Jelek tahu."

"Ck! mana ada, kamu aja yang belum pernah nyoba makannya bilang kayak gitu."

"Ya udah lah, ikut kamu aja," Final Juna tak mau berdebat dengan sang pujaan hati.

Senyum Adara semakin mengembang. Kalau Juna nurut gini kan enak. Akhirnya Adara pilihkan satu hoodie berwarna abu-abu untuk Juna satu dan untuknya satu.

"Totalnya 404.000 ribu kak," Ucap mbak kasir.

Hendak mengeluarkan atm, tangan Juna lebih dulu maju memberikan atmnya, "Pake ini aja."

"Kok gitu? Kan yang ngajak couple-an aku?"

Juna diam, sengaja tak membalas Adara sebab ia tahu ini akan memanjang kalau disahuti. Selesai bayar-membayar, Juna merangkul Adara dan membawa paper bag belanjaan keluar dari toko tersebut.

Mall ini begitu besar dan luas. Mereka berdua hanya jalan sambil berbincang bercanda seperti orang pacaran pada umumnya.

"Laper gak, Yang?" Tanya Juna merasa perutnya berbunyi.

"Emm biasa aja," Ucap Adara sedikit berpikir.

"Ya udah ayo kita makan."

Juna gandeng erat tangan Adara hingga sampailah mereka dilantai paling atas dimana banyak restauran dan food court mall ini.

"Mau makan apa?" Tanya Juna bingung saking banyaknya tempat makan.

"Sushi!"

"Gass."

Banyak macam sushi yang Adara ambil. Padahal Juna sudah mewanti-wanti dari awal kalau Adara merasa dirinya gendut karena makanan ini, maka jangan merengek pengen diet.

Sebenarnya Adara gendut itu tak menjadi masalah bagi Juna, tapi masalah bagi orangnya sendiri.

"Kamu tidur di rumah sahabatmu terus, ngga ngerepotin emangnya?" Tanya Juna ingin tahu.

Sambil memasukkan sushi ke dalam mulut, Adara menggeleng, "Dia itu sahabat sekaligus keluarga aku."

"Ditelan dulu ih, kebiasaan mulut penuh masih aja ngomong," Cibir Juna tertawa kecil. Manis.

"Iya udah, itu tadi jawabanku," Lanjutnya setelah menelan makanan yang berada di dalam mulut.

Juna mengangguk, "Sahabat kamu namanya siapa? Kok gak pernah cerita ke aku kalau ada sahabat di Jakarta?"

"Udah lama nggak kesini, jadi lupa mau cerita. Oh ya, Juna, kamu dulu alumni mana?"

"Kuliah di luar negeri, masa kamu lup--"

"Bukan-bukan. SMA-nya, kamu alumni E-eup??"

"Euphoria, kenapa?"

"Sahabat aku juga di sana tahu! Barang kali aja kamu kenal."

"Serius? Siapa namanya?"

Bukannya menjawab, Adara malah memasang raut sedih. Cerita Vanya yang diperlakukan tidak adil oleh segerombolan laki-laki bajingan itu terus menghantam dada Adara.

"Sayang?" Panggil Juna membuyarkan lamunan pacarnya. "Semua baik-baik aja kan?"

"Aman sih," Adara mengangguk dan kembali menetralkan isi pikirannya.

"Juna... Aku mau tanya sesuatu," Lirih Adara setelah itu.

"Apa? Kayaknya penting banget."

"Sahabat aku korban bully selama 3 tahun waktu SMA. Dia juga korban pemerkosaan. Kamu kan alumni Euphoria, apa kamu tahu siapa gerombolan laki-laki yang udah setega itu sama Vanya?"

Juna meneguk saliva susah payah. Pandangannya membeku, saling memandang dengan Adara namun penuh ketakutan.

Sebentar, jadi Juna jemput Adara di rumah sahabatnya itu rumahnya Vanya?

Tak lama kemudian, Juna menggeleng seperti sedang mengelak isi pikirannya. Jangan bilang, Vanya sahabat Adara itu adalah Vanya yang ia bully habis-habisan bersama teman-temannya waktu SMA dulu.

"Vanya?" Ulang Juna lirih. Adara mengangguk.

"Kamu kenal?"

"A-aku... Aku..."

"Kayaknya kamu gak kenal ya?"

"Vanya anaknya Om Charles bukan?" Tanya Juna berani.

"Iya, kamu kenal??" Adara mulai bersemangat.

Juna menunduk, ia tak berani menatap Adara lagi. Matanya terlihat seperti sedang meratapi sesuatu lalu jemari-jemari tangannya tak bisa diam.

Dengan segala kesiapan dan kekuatan, Juna mengakui semua dari awal sampai akhir. Adara yang kaget pun spontan meremas erat sumpit yang di bawa.

"Juna...." Dia sudah tak bisa berkata-kata lagi. "Aku mau ketemu kamu sama semua temen-temenmu."

"Sayang, aku minta maaf," Juna berusaha menggenggam tangan Adara, namun dengan cepat ditepis oleh gadis itu.

"Aku gak punya pacar brengsek kayak kamu Juna!! Aku tunggu kalian besok di rumah Vanya."








Bersambung.

Hai, nih aku bela-belain up buat kalian yg udah neror mulu☺️🫀🌷

Aku kira tu aku dh sembuh kemarin senin, eh malah bapil. Jaga kesehatan yaa semua!!

MAU 2K+ VOTE.

6 2 24

HER LIFE - END (OTW TERBIT)Where stories live. Discover now