BAB 10

5 1 0
                                    

"Rumah ini hanyalah sebuah bangunan tanpa tuan, dan aku adalah tamu yang dibiarkan sendirian."
~Almeera

***

Almeera duduk, memperhatikan dua orang lelaki, yang mungkin adalah teman dari abangnya. Dia tak pernah tahu, jika mendiang abangnya memiliki seorang teman yang berwajah teduh dan menenangkan.

"Jadi?" Almeera membuka suaranya.

Berusaha sebisa mungkin membuat dua orang itu cepat menjelaskan kedatangannya.

"Sebelumnya saya turut berdukacita atas kepergian Reno, dia orang baik." Ucap salah satu dari mereka.

Almeera tersenyum, kemudian mengangguk pelan, "terimakasih."

"Saya Abdi, dan ini teman saya Dani. Dua bulan yang lalu kami tidak sengaja bertemu dengan Reno di sebuah acara, dan kami berkenalan." Abdi, berbicara dengan maksud menjelaskan.

"Kami dengan Reno memang baru kenal dua bulan yang lalu, namun sudah banyak yang kami lakukan. Termasuk hal-hal besar yang mungkin tidak kamu ketahui tentang Reno akhir-akhir ini."

Mendengar itu, Almeera mengernyit heran. Apa yang tidak dia ketahui dari abangnya sebelum meninggal. Dia rasa apapun yang abangnya lakukan, dia pasti mengetahuinya.

"Maksudnya?" Tanyanya.

"Sebenarnya Reno sudah menduga bahwa setelah kepergiannya, kamu akan hancur seperti saat orang tua kalian meninggal. Oleh karenanya, dia menitipkan surat ini pada kami untuk diberikan langsung pada kamu setelah dia pergi." Dani mengeluarkan sebuah amplop putih, dan menyodorkannya ke hadapan Almeera.

Almeera semakin heran. Tangannya bergerak menggapai amplop putih itu. Pikirannya berkecamuk, menebak-nebak apa yang abangnya hendak sampaikan lewat surat yang dititipkan pada teman barunya ini. Apakah Reno benar-benar sudah merencanakan kepergiannya, hingga yang terjadi sekarang seperti sebuah film yang sudah tertata rapi alurnya.

Saat tangannya hendak membuka surat yang diberikan dan membacanya, pergerakannya dihentikan oleh suara Abdi yang menginterupsi.

"Kamu bisa membacanya nanti. Sebelum itu, saya ingin memperlihatkan sesuatu pada kamu."

Abdi nampak mengotak-atik ponselnya, gelagatnya seperti mencari sesuatu yang penting di benda pipih itu. Beberapa detik berikutnya, dia memberikan ponselnya pada Almeera.

Sebuah video diputar. Memperlihatkan Reno dengan tubuh ringkih nya mengenakan baju putih, duduk di hadapan sebuah lelaki paruh baya, serta disaksikan banyak orang di sekitarnya.

Apa yang abangnya lakukan di video itu. Almeera menebak-nebak.

Tidakkah pemandangan ini begitu asing di matanya. Prosesi apa yang akan abangnya lakukan, hingga disaksikannya banyak orang.

Tak beberapa lama, lelaki paruh baya dalam video tersebut bersuara. Almeera mendengarkan dengan cermat, kata demi kata yang terucap.

"Mas Reno yakin?" Tanya lelaki paruh baya itu.

Nampak Reno mengangguk dengan mantap.

"Sebelum itu, katakan bahwa mas Reno melakukan ini murni dari hati dan tanpa paksaan siapapun."

"Apa yang saya lakukan hari ini adalah murni kemauan hati saya, dan tanpa paksaan dari siapapun."

"Tidak ada yang memaksa maupun memberi ancaman?"

"Tidak." Jawab Reno mantap.

Almeera semakin heran dengan apa yang akan dilakukan Reno. Kenapa kejadian di dalam video seperti prosesi sakral.

Pesan Terakhir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang