Prolog

3.6K 468 45
                                    

Mengenakan sweater warna khaki dan juga rok abu-abu selutut dan menyandang tote bag besar yang mampu menampung kucing oren gendut kesayangannya, Putri separuh berlari ke arah cafe yang dituju. Matanya menoleh sekilas ke jam tangan agak kedodoran kesayangannya. Hadiah dari Reinald yang tampaknya agak rabun saat memilihkan hadiah ulang tahun untuk Putri yang lengannya semungil ceker ayam.

Great! Dia terlambat nyaris 30 menit!

Putri mengutuk pelan kondisi jalanan Jakarta yang selalu padat namun harusnya hal itu sudah bisa dia kalkulasi sebelumnya walau jauh di lubuk hati sempat terbersit pertanyaan; Apakah sebenarnya keterlambatan dia adalah pesan semesta yang mengisyaratkan keengganan untuk mempertemukan mereka kembali?

Hak sepatunya berdecit agak nyaring saat Putri menghentikan langkah cepatnya. Dia berdiri agak gamang di depan kafe. Ingin rasanya dia memutar badan dan kembali pulang, namun sayangnya matanya tiba-tiba saja bersibobrok dengan bola mata gelap dan tatapan tajam yang dulu pernah mengisi hari-harinya.

Senyum Putri mengembang secara otomatis saat dilihatnya pria itu tersenyum amat ramah ke arahnya. Ekspresinya terlihat lega. Dia bangkit menyambut Putri yang bergegas menghampiri.

"Kamu nunggu lama ya? Maaf...." gumam Putri saat duduk di hadapannya.

"Macet?" tanya lawan bicaranya tanpa memedulikan permintaan maaf Putri.

"Mobil di depan taksiku bikin macet gitu pas nge-tap di pintu tol. Entah kartunya bermasalah atau mesinnya yang gak bisa baca. Jadi ya ketahan lumayan lama gara-gara itu. Maaf ya, Za...." ulang Putri lagi.

"Gapapa. Kamu mau datang aja aku udah seneng kok, Ti. Aku tadi pesen minuman duluan. Kamu mau pesen apa? Aku tadi udah kepikiran buat pesenin kamu choco mint yang biasa kamu pesen tiap ke sini, tapi takutnya selera kamu udah berubah."

Tersenyum lebar, Putri menjawab. "Sekarang aku udah bisa minum kopi, loh!!!" ucapnya sambil membusungkan dada. Bangga!

Mata Eza membelalak tak percaya. "Masaaaa???"

"Iya bener, kok!" Putri cepat-cepat meyakinkan. "Eeerrrrr... aku mau ice lychee tea... trus makannya apa ya?"

Tawa Eza membahana. "Katanya udah bisa minum kopiiiii... ujung-ujungnya tetep aja es teh!" sindirnya.

"Kan aku bilang bisa... bukan berarti aku mau minum kopi sekarang!" balas Putri sambil menjulurkan lidahnya tak mau kalah.

Sisa tawa masih terlihat di bibir Eza saat dia beralih tanya. "Kamu mau makan apa, Ti?"

Selesai memilih menu dan menunggu makanan datang. Putri mulai berbasa-basi sedikit. "Kamu apa kabar? Masih kerja roster, kan?"

"Kerja rodi lebih tepatnya...." jawab Eza cepat.

"Di sini berapa lama? Seminggu?" tanya Putri lagi.

"Dua bulan kerja, dua minggu pulang. Udah seminggu aku di sini. Sisa seminggu lagi."

"Ohhhh...." gumam Putri. "Gak perlu nanya aku kerjanya gimana ya, Za... biasa aja, kok. Kerja bagai quda.. lembur tak dibayar... pahit lah, pahit! Ni kalau aku curhat soal kerjaan kuliah 6 sks belum kelar juga loh! Jadi, ada baiknya gak usah balik nanya ya...."

Tawa Eza kembali membahana. "Gak berubah sama sekali ya kamu, tuh...."

Putri memegangi dadanya seakan terkejut. "Ini aku udah bisa bikin alis yang rapi, lohhh... gak kamu perhatiin ya? Tersinggung aku tersinggung!!! Masa dibilang gak berubah sama sekali!!!" serunya tak terima yang membuat Eza tertawa semakin kencang.

Tawa membahana Eza terpotong sejenak saat makanan dan minuman mereka disajikan. Sesaat mereka berkonsentrasi ke makanannya masing-masing sampai akhirnya Eza memecah keheningan.

"Ti, bener gak, sih, kabar yang aku dapet?"

"Kabar yang mana? Kalau berita aku jadi miliader atau menang undian apapun itu salah, ya... hih! Gak ada apa yang mau ngasih aku mini cooper merah?" balas Putri setelah menelan makanannya.

Eza menatap tajam Putri, wajahnya terlihat agak tegang saat bertanya. "Kamu sebentar lagi mau nikah?"

Putri tersenyum tipis, menegak minumannya dan melirik jam tangannya sekilas sebelum menjawab. "Iya dan tidak."

Kening Eza berkerut tak mengerti. "Maksud kamu."

"Ya kalau di-break down, pertanyaan kamu itu bisa jadi dua macam loh. Satu; apakah Putri mau nikah? Jawabannya, ya iya, aku mau... dua; apakah Putri nikah sebentar lagi? Hmmm... aku tanya Rei dulu ya dia mau ngelamarnya kapan."

Entah mengapa ekspresi Eza terlihat lega. "Oh... jadi kamu belum dilamar?"

Cemberut, Putri menjawab. "Ya emang kenapa, sih, kalau belum dilamar? Ya gak perlu buru-buru juga. Biar mateng semua dulu. Seumur hidup lohh ituuuu... aku gak mau salah langkah di awal. Banyak yang harus dibahas sebelum sampai ke level itu."

"Kamu gak mau salah pilih maksudnya?" tegas Eza.

Tersenyum lebar Putri menjawab. "Sejauh ini kayaknya aku belum salah pilih, kok. Setidaknya aku tau Rei setia sama aku."

Eza tertegun. Tangannya memainkan spaghetti di piringnya asal-asalan. "Sorry...." gumamnya tiba-tiba sambil menatap bola mata Putri.

Putri balas menatap Eza. Masih dengan senyum manis di bibirnya. "Udah lama lewat, Za... gak perlu minta maaf lagi."

"I wish you know the truth...." gumam Eza lagi.

"Maksud kamu apa, Za?"

——————————————

Neng datang lagi... dengan cerita baru di tahun yang baru ini dan minta dengan sangat untuk ditagih agar rajin nerusin cerita roman picisan ini... thank youuu...

Luv,
NengUtie

Second ChanceМесто, где живут истории. Откройте их для себя