"Kamu beliin Vanya hp?"

"Heem."

"Kamu pikir saya gak mampu beliin anak saya hp?" Nadanya terdengar ketus.

"Ck, Om kok baperan sih? Orang niat aku baik mau berkabar sama Vanya. Inget, jangan sampai Tante Clara tahu."

"Iya, bawel amat, Gemblung. Kamu juga, berani-beraninya kasih saya tugas. Padahal harusnya saya yang kasih kamu tugas!"

"Pa?" Panggil seseorang dari arah pintu.

Posisi saat ini Charles berada di dalam kamar. Dia cukup terkejut dengan kedatangan Clara. Melalui pergerakannya yang santai, Charles menutup telfon dari Gavin.

"Kenapa?" Tanyanya biasa.

"Meera barusan kesini, dia lagi nge-cek kondisi Vanya." Charles mengangguk.

"Mau kesana?" Tawarnya namun dibalas gelengan oleh Clara. Kening Charles berkerut.

"Aku gak sanggup lihat Vanya," Celetuk Clara sembari menundukkan kepala.

Satu alis Charles terangkat ke atas. Ia tidak, ada apa dengan Clara saat ini? Charles menunggu istrinya kembali membuka suara.

"Apa aku harus bawa Elen kesini?" Tuturnya gengsi.

"Kok tiba-tiba mikir gitu, ada masalah apa?" Tanya Charles.

"Obatnya Vanya itu bukan psikiater, melainkan Elen."

"Udah sadar? Memang benar obat Vanya cuma Elen. Meera hanya sebagai pemandu." Charles berjalan lalu duduk di ujung kasur.

"Sini duduk," Ucapnya lembut menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya.

Ragu-ragu, Clara berjalan pelan lalu mendudukkan diri di samping sang suami. Ia masih terus menunduk. Pikirannya berkecamuk memikirkan masalah yang sudah ia buat ini.

"Udah ngerti kesalahan kamu apa?"

"Kenapa kamu gak marahin aku?" Tanya Clara pelan.

"Dulu aku pernah tidak menerima Vanya atas kehamilannya. Lambat laun aku ngerti apa yang udah aku lakuin ini salah. Seharusnya aku support Vanya, bela dia, bukannya malah ngusir dia dari rumah."

Charles tersenyum kecut sebelum melanjutkan kalimatnya. Bodoh sekali dirinya kala itu.

"Kamu juga marahin aku kan karena tega ngusir anak kita dan dia gak boleh membawa sepeser uang? Dari situ, aku merasa semua masalah kalau kita selesaikan pakai emosi itu gak bakal selesai."

Clara diam membisu. Tak lama kemudian ia kembali mengangkat suara, "Aku gak mau laki-laki itu terus deketin Vanya."

"Ngerti Sayang. Tapi kamu mikir gak imbas semua ini ke cucu kita?"

"Kalau aku jujur, kamu bakal marah?"

"Tergantung."

"Disisi lain aku malu sama temen-temen," Ujar Clara memberanikan diri menatap mata Charles.

"Kenapa lagi?" Tanya Charles tenang.

"Cucu kita... Harus banget aku omongin?"

"Malu karena punya cucu yang berkebutuhan khusus?" Clara mengangguk kecil.

"Mereka semua ngeledek. Aku udah coba belain cucu kita tapi... Udahlah."

"Elen itu anak pintar. Dia punya keinginan tinggi untuk sembuh. Aku yakin suatu saat nanti dia bisa bicara normal," Terang Charles. "Sini."

Laki-laki setengah tua itu menarik Clara agar masuk ke dalam dekapan. Ia tahu Clara. Semua yang perempuan itu rasakan diketahui oleh Charles. Tentu saja, mereka hidup bersama sudah bertahun-tahun lebih.

HER LIFE - END (OTW TERBIT)Where stories live. Discover now