Chapter 5

161 31 0
                                    

Yechan sangat tau bahwa jalan yang ia ambil sejak awal adalah jalan yang begitu gelap, tapi ia memilih tetap melewatinya bahkan meski tak ada cahaya sedikitpun.

Satu-satunya hal indah yang membuatnya termotivasi untuk terus melangkah adalah Kim Jaehan.

Meski mulanya hanya sebatas rasa Iba namun nyatanya lambat laun rasa itu semakin kuat menjadi rasa sayang dan cinta yang membuatnya begitu menghargai setiap kenangan yang ia lalui bersama Jaehan.

Kehadiran Jaehan merubah dirinya yang mati rasa, menjadi begitu mengasihi siapa saja yang hadir dalam hidupnya.

Menjadi Tuan Muda sejak lahir membuat Yechan seakan kebal dan tidak mengerti apa itu menyayangi dan disayang.

Ia bahkan tak mengingat sekalipun kenangan indah apa yang ia rasakan bersama keluarganya. Hanya di suguhi kemewahan tanpa kasih sayang dan cinta.

Yechan bahkan selalu bertanya, benarkah mereka menyayangi dan mencintainya?

Sampai pada dirinya bertemu seorang pria malang yang sudah seperti mayat hidup. Berdiri seorang diri dengan penyakit yang dapat membahayakan nya kapan saja.

Pria dengan wajah menawan, begitu teduh dengan hiasan senyumnya yang begitu indah.

Seperti hembusan angin pertama di musim semi. Dingin namun begitu menyejukan hati.

Bahkan kesan pertamanya saat Jaehan sudah kembali normal pasca dirinya dilarikan ke rumah sakit, terasa begitu indah bagi Yechan.

.

Membuka matanya dan membiasakan diri dengan bias cahaya yang ada, Jaehan merasakan sedikit pening.

Mulai menyadari keberadaannya dan tidak sedang sendiri, Jaehan berniat bangun dari kondisinya yang semula berbaring.

Seseorang di sampingnya yang masih membiarkannya membiasakan diri tak banyak bicara namun membantu Jaehan mendudukan dirinya.

"Kau siapa?" Tanya Jaehan dengan sedikit senyum canggung.

"Perkenalkan aku Shin Yechan. Aku yang membawa mu ke rumah sakit. Tadi kau tak sengaja menabrak ku dan tiba-tiba jatuh pingsan"

"Oh Tuhan. Maafkan aku Tuan Yechan. Apa aku menyakiti mu?" Jaehan yang mulai menyadari pun langsung gelapapan merasa tak enak hati. Ia pasti merepotkan.

"Tidak tidak, aku tidak apa-apa. Kau tak perlu khawatir dan panggil Yechan saja"

"O-oh iyaa. Sekali lagi terimakasih ya Yechan-ssi"

"Sama-sama tak perlu sungkan"

"Ohya aku belum mengetahui namamu"

"Kim Jaehan, kau bisa memanggil ku Jaehan. Sekali lagi maaf sudah merepotkan mu Yechan-ssi"

"Iyaa tidak apa-apa. Senang berkenalan dengan mu Jaehan-ssi"

Yechan tertegun melihat Jaehan yang tersenyum. Kenapa ada manusia seindah itu saat tersenyum.

"Senang berkenalan dengan mu juga Yechan-ssi, terimakasih ya"

"Umm sama-sama"

Sebenarnya Yechan masih mempertimbangkan untuk membicarakan soal kondisi Jaehan. Tapi rasanya akan lebih baik jika dibicarakan lebih awal. Bagaimanapun Jaehan memerlukan pengobatan.

"Jaehan-ssi?"

"Iyaa?"

"Mengenai penyakit mu. Apa kau sudah mengetahui nya?"

"O-oh itu. Iyaa aku sudah tau. Umm... Apakah aku pingsan karena itu?"

Yechan mengangguk.

"Sebenarnya lebih karena kau kelelahan juga. Saat tak sengaja bertemu dengan ku juga kau terlihat berlari tergesa-gesa. Boleh aku tau kenapa kau berlari?"

Jaehan terdiam sebentar, seperti tekanan kejadian waktu itu kembali ia rasakan. Yechan sedikit cemas. Ia juga tak ingin memaksa.

"Jangan dipaksakan Jaehan-ssi"

"Aku mengingatnya. Yechan-ssi, aku hampir terkena pelecehan seksual"

Yechan membelalakan matanya, terkejut tentu saja. Ia benar-benar menunjukan raut khawatir, dan sedikit bersyukur karena beruntung Jaehan bertemu dengannya.

"Apa kau mengingat pelakunya?"

Jaehan menggeleng lemas.

"Tidak"

"Tapi apa kau sudah terkena pelecehan? Atau kau sudah lebih dulu melarikan diri?"

Jaehan kembali menggeleng, kali ini lebih cepat. Sungguh ia tak bisa mengingatnya.

"Aku tidak bisa mengingatnya"

"O-oh oke oke baiklah, yasudah jangan dipaksakan. Lebih baik sekarang fokus pada kesehatan mu dulu."

"Terimakasih Yechan"

"Oh ya pihak rumah sakit memerlukan data diri dan data keluarga mu, apa boleh kau tunjukan kartu Identitas mu Jaehan-ssi?"

"Aku tak memiliki keluarga. Tapi kartu Identitas ku semua ada di dompet. Tas ku, apa saat aku menabrak mu aku membawa tas?"

Yechan mengangguk lalu mengambil sesuatu dari dalam nakas kecil samping kasur rawat Jaehan.

"Ini ya. Aku tak berani membukanya kalau kau belum sadar"

"Tak hanya baik hati kau juga sangat sopan dan mengerti tata krama Yechan-ssi. Kau luar biasa"

"Ahh tidak tidak, ku kira itu hanya hal dasar. Tak perlu berkata begitu"

"Hehe. Chaa ini, ini Kartu Identitas ku. Kau bisa menunjukkannya pada pihak rumah sakit"

Yechan menerima kartu itu dan tanpa bermaksud lancang, namun Yechan dapat membaca data itu dengan jelas.

"O-oh kau lebih tua. Maaf tidak memanggil mu hyung"

"Aishh tidak apa-apa. Memangnya berapa umurmu Yechan-ssi?"

"A-aku 21 tahun hyung, Umm sebenarnya tahun ini akan segera 22 tahu hehe"

"Hoo begitu. Biar nanti aku ikut merayakannya kalau begitu hehe"

Yechan tertawa pelan lalu mengangguk semangat. Tak di sangka, Jaehan adalah orang baru pertama yang bisa mengobrol sepanjang ini dengan dirinya. Bahkan orang tuanya saja kadang tak bisa semudah ini untuk berbincang dengannya.

"Tentu hyung. Boleh kan aku memanggilmu hyung?"

"Sangat boleh haha"

"Yasudah kalau begitu aku mengurus administrasi dulu ya hyung. Tak apa kan aku tinggal sebentar?"

Jaehan membalasnya dengan anggukan seraya tersenyum. Dan Yechan pun akhirnya pergi.

Namun sampai di luar Yechan baru menyadari sesuatu yang tadi sempat ia lupakan.

"Tak memiliki keluarga?..." Gumamnya.








Tbc.

✔The Last Letter - Yechan JaehanWhere stories live. Discover now