11. Penyesalan Yara

73 5 0
                                    

Yara menyesal atas apa yang semua terjadi padanya. Kenapa tidak kembali ke Indonesia secepatnya? Kenapa baru kembali? Yara ingat ketika Mama Fani menelpon dirinya beberapa bulan yang lalu, memintanya untuk pulang ke Indonesia karena ingin memperkenalkannya dengan lelaki pilihan Mama. Tapi Yara menolak keras, dia lebih memilih tinggal lebih lama di Singapura. Alhasil Zayna yang dijodohkan dengan Fatih.

Buru-buru Yara menyusul langkah Fatih sebelum menjauh dan sebelum ada orang yang melihat mereka berinteraksi, tangannya terulur menarik belakang baju koko warna putih Fatih secara paksa hingga Fatih berbalik badan.

"Apa maumu, Ra?"  tanya Fatih agak jengkel, menepis tangan Yara hendak menyentuh tangannya. "Lancang sekali!"

Mata Yara berkaca-kaca. Yara sudah tidak kuat lagi menahan apa yang dirasakan. Mencintai seseorang yang bukan miliknya begitu menyayat hati. Yara tak bisa menahan kendali dirinya sendiri. Bahkan dia hendak menyentuh kulit Fatih. Baru kali ini Yara menjatuhkan harga dirinya demi lelaki di depannya.

"Apa kamu benar-benar mencintai adikku, Mas?" tanya Yara dengan amat serius.

Fatih tak habis pikir Yara akan bertanya mengenai perasaan. "Bukan urusanmu!" ketus Fatih.

"Tapi aku ingin tahu jawabanmu, Mas," paksa Yara sangat ingin tahu. "Aku tak yakin kalau kau memang jatuh cinta padanya. Aku tahu pernikahan kalian atas perjodohan, Mas. Bukan karena saling mencintai," jelas Yara nada sedikit bergetar.

Fatih terdiam. Perasaannya campur aduk atas pertanyaan Yara yang telah mengetahui pernikahan karena perjodohan orang tua. Di sisi lain, ini pertama kalinya melihat wajah Yara dengan jarak begitu dekat sehingga Fatih dengan jelas melihat mata Yara memerah dan berkaca-kaca menahan tangis.

"Jawab!"

Fatih bersiap untuk bersuara, menarik napas berat. "Jangan kau tanyakan hal itu."

"K-kenapa, Mas? Apa memang benar kau tidak mencintai adikku?"

"Yara!" Fatih geram dengan wanita itu. "Sudah cukup berbicara omong kosongmu itu. Sini mukenanya Zayna!"

Yara tak bisa berbuat apa-apa lagi selain mengunci mulut dan menyerahkan mukena itu. Sementara Fatih tidak ingin berlama-lama berbincang dengan wanita itu. Takut Zayna melihat dan salah paham. Fatih pun menerima mukena milik Zayna yang dipegang oleh Yara tanpa menatap wajahnya. Tidak mungkin Yara mengembalikan mukena dengan masuk ke kamarnya. Lalu Fatih menyuruh Yara untuk cepat-cepat bergabung di ruang tamu di mana tamu-tamu telah datang, tinggal menunggu kedatangan ustadz saja.

Suasana hati Yara buruk sejak berbicara dengan Fatih. Yara tidak akan menduga, coretan di lembar kertas dibaca oleh Fatih bukan Zayna. Padahal Yara mengharapkan adiknya yang membaca bukan Fatih. Ditambah keramaian di ruang tamu itu membuat Yara sedikit tidak nyaman, apalagi Yara orang introvert. Untuk sekedar basa-basi tidak segampang itu memulai percakapan. Yara duduk di sebelah Ibu-ibu dengan senyuman canggung.

Sambil menunggu acara syukuran rumah dimulai, mata Yara tanpa sengaja menangkap foto pernikahan Zayna dengan Fatih terpajang di dinding ruangan itu. Sakit sekali menerima mimpi buruk beberapa hari ini.

Batin Yara menjerit menahan pedih. "Seharusnya Mas Fatih menjadi milikku! Bukan Zayna!" Dan Yara mulai membayangkan wajah dirinya yang ada di foto pernikahan tersebut.

***

Desi berbisik lirih ke telinga Zayna, "Nak Zay, wanita itu Kakak kamu, kan?" Desi duduk di sebelah Zayna. "Yang pernah mengantarkan kue untuk kamu. Mama belum sempat berkenalan."

Zayna mengangguk. "Iya, Ma. Namanya Mbak Yara. Selama ini tinggal di Singapura, menyelesaikan studinya di sana dan kerja juga. Mbak Yura pandai berbahasa Inggris. Zayna merasa bangga punya seorang Kakak seperti Mbak Yara. Pintar, cantik, sholehah, dan pandai memasak. Benar-benar wanita sempurna, tidak ada kekurangan satu pun, Ma," ucap Zayna panjang lebar membanggakan Kakaknya di depan keluarga Fatih.

"Masya Allah. Hebat ya Kakak kamu," tanggap Desi sambil memperhatikan Yara dari jarak sedikit jauh. Wanita itu kagum dengan Kakak Zayna. "Pasti Kakak kamu akan mendapat jodoh yang terbaik."

"Aamiin, Ma."

Sejujurnya Zayna merasa tidak enak hati melangkahi Kakaknya, menikah lebih dulu. Apalagi Zayna menikah muda dengan salah satu dosen di kampusnya. Semoga saja Yara segera menyusul.

***

Acara syukuran rumah selesai dan berjalan lancar, orang yang telah diundang telah pulang ke rumah masing-masing. Ini untuk pertama kali keluarga Zayna dan keluarga Fatih berkumpul secara lengkap. Kedua keluarga telah dipertemukan lagi sedang saling berbincang-bincang duduk di bawah hanya dialasi dengan tikar.

Zayna melihat sekeliling, ruang tamu sudah tidak seramai tadi. Dia membiarkan kedua orang tuanya berbicara dengan keluarga Fatih. Mata Zayna mencari-cari Fatih, yang dilihat malahan Yara berdiri tak jauh darinya tampak kebingungan dan gelisah.

"Mbak, sini!" lambaian tangan Zayna ke Yara, Zayna ingin kakaknya itu duduk di sampingnya.

"Wait, Zay!"

Yara akan mendekati ke Zayna, tiba-tiba Fatih datang dan duduk di sebelah Zayna. Yara pun menahan kecemburuan hatinya menyaksikan Fatih mencium kening Zayna dan menggenggam erat tangan Zayna. Pemandangan itu berhasil membuat kobaran api di hati Yara semakin besar, rasa cemburu, kesal, dan marah bercampur aduk. Rasanya tidak nyaman. Yara memberi isyarat pada Zayna untuk duduk di tempat lain, tidak ingin melihat momen romantis pasangan baru itu. Dia memilih duduk di samping dua gadis remaja yang sedang ngemil makanan.

"Kakak siapa?" tanya Latisa terheran melihat Yara sudah di sampingnya. Latisa berhenti makan, memperhatikan wajah wanita itu secara detail. Tidak kenal sama sekali dan terasa asing. "Sebelumnya aku tidak pernah melihat Kakak."

Yara berusaha tersenyum senormal mungkin, tidak menunjukkan bahasa tubuh orang cemburu di depan gadis itu. "Namaku, Yara. Kakaknya Zayna, sayang," ucapnya selembut mungkin, mengulur tangan sebagai tanda perkenalan diri. "Apa Kak Zayna tidak pernah bercerita kalau dia mempunyai seorang Kakak?"

Latisa terperangah mengetahui wanita cantik itu adalah Kakak Zayna. Tisa tak berkata-kata. Ekspresinya berubah lalu pandangan mata turun melihat tangan Yara yang terulur ke arahnya dan mengabaikan itu.

Yara tersenyum memaklumi sikap Latisa yang cuek padanya. Dia menarik tangannya. "Kalian berdua pasti nama Tisa dan Denia, adiknya Fatih bukan?" Yara memandang Latisa dan Denia secara bergantian. "Senang bertemu dengan kalian."

Demi apapun, Yara masih ingat jelas. Tiga tahun lalu sempat berhubungan dengan Fatih lewat sosial media, Fatih pernah bercerita padanya tentang perkembangan dua adik-adik yang masih sekolah. Fatih juga mengirim beberapa foto adiknya. Tidak terasa waktu begitu cepat, sekarang dua bocah semakin tumbuh besar dengan paras cantik seperti Ibu Fatih. Sayangnya Fatih dan Yara lost contact selama itu.

Denia terkejut wanita itu tahu nama mereka berdua. "Kok Kak Yara tahu nama kita?" tanyanya heran. "Apa jangan-jangan Kak Zayna yang memberi tahu?"

"Kalian sudah besar, ya. Cantik-cantik," puji Yara tak berhenti-henti tersenyum. "Kakak sudah tahu nama kalian berdua tapi bukan dari Kak Zayna yang memberi tahu. Fatih pernah bercerita tentang kalian. Lucu dan menggemaskan katanya," jelas Yara.

Denia mengerutkan kening tidak paham. "Jadi Kak Yara teman lama Kak Fatih, ya?" tebaknya mencoba memahami cerita Yara.

"Iya sayang. Kakak—"

Yara belum sempat menyelesaikan jawabannya keburu Latisa menarik tangan Denia untuk menjauh, Denia kaget bercampur bingung ketika tangannya ditarik tiba-tiba oleh Kakaknya. Yara jadi kebingungan sendiri. Sama sekali tidak mengerti sikap Latisa yang cuek, dingin sekali padanya untuk pertama kali bertemu. Sepertinya adik pertama Fatih itu sangat tidak menyukainya.

"Apa salahku?" batin Yara.

Kakakku Meminta Untuk Berbagi SuamiWhere stories live. Discover now