Kaget dengan suara Marvel, Gavin spontan menoleh, "Lo?!"

Marvel nyengir kuda menatap Gavin, ia mendadahkan tangannya dengan percaya diri. Gavin pula masih melotot melihat siapa yang berada di sampingnya sekarang.

"Long time no see, gak sih?" Ujar Marvel.

"K-kalian, mau apa?" Kalimat was-was dari Vanya membuat Gavin dan Marvel kembali fokus menatap wanita itu.

Kan, dibilang juga apa. Marvel anjing emang. Lagi-lagi Vanya ketakutan, Gavin harus gimana?

"Lo bisa pergi dari sini gak?" Bisik Gavin.

"Gue disuruh tante Clara kesini," Sahut Marvel juga berbisik.

"Ngapain jing?"

"Ketemu ibu angkatnya Vanya. Mau buat surat perjanjian."

"Bodoh. Gak gini caranya."

"Nggak. Tolong berhenti, a-aku minta maaf. Aku takut," Vanya menggeleng-gelengkan kepala seperti orang kebingungan.

Melihat Vanya begitu, Gavin mendesah sambil memejamkan mata kesal. Kalau Marvel gak bloon, pasti Vanya bakal baik-baik aja.

"Pergi, Vel," Usir Gavin dengan nada tak bersahabat.

"Tugas gue belum selesai. Kalo Tante Clara marah gimana??"

"Lo gak mikir perasaan Vanya? Dia takut."

"Nggak, nggak, aku nggak mau, sakit," Samar-samar mereka masih mendengar kalimat tidak jelas dari Vanya.

"Nih, kunci kontrakan gue. Yang temboknya warna krem luntur depan sana," Tunjuk Gavin sembari memberikan kunci kontrakannya.

"Vin, lo—"

"Nanti. Gue ngurus Vanya dulu, kalo udah beres baru kita bicara."

Marvel menghela nafas dalam, "Tante Clara beneran mau paksa Vanya pulang," Lirihnya tegas.

Setelah mengatakan hal itu, Marvel pergi membawa kunci yang Gavin berikan. Jujur dia tidak menyangka akan kondisi Vanya. Bajingan emang, dia mengatai dirinya sendiri.

"Van," Gavin memegang pundak Vanya dimana badan wanita itu terus bergerak ke sana kemari, gelisah.

Masih tetap tak mendapat respon, Gavin membawa Vanya ke dalam dekapan. Gavin rasa Vanya butuh tempat penenang. Benar saja, dia langsung lemas di dalam dekapannya.

"Ssttt, jangan takut," Ucap laki-laki itu mengelus punggung Vanya yang bergetar hebat.

"Dia datang bukan buat ngulang masa itu. Maaf, Vanya, maaf," Bisik Gavin lagi.

"Pa? Ma-ma ke-kenapa?" Tanya Elen yang tiba-tiba keluar.

"Ssttt," Kata Gavin. "Boleh Papa bawa mama masuk ke dalam?"

Dengan senang hati, Elen pun membiarkan Papanya masuk. Toh Ayumi sedang tidak berada di rumah. Kabarnya sih Ayumi lembur di ladang. Jadi Gavin rasa ia harus membantu Vanya sampai tertidur karena kalau tidak kasihan Elen.

"Kamarnya... Dimana?" Gavin takut salah bertanya.

Melihat tangan Gavin tidak ada yang menganggur, Elen berinisiatif menarik ujung baju Papanya pelan. Dibukalah tirai usang itu.

"Di-si-sini, Pa," Ucap Elen.

Entah sampai kapan Gavin akan dibuat culture shock oleh kehidupan Vanya. Bahkan di kamar itu hanya ada tikar dan satu selimut tebal? Astaga, yang benar saja.

Merasa tubuh Vanya semakin lemas, pelan-pelan Gavin baringkan Vanya di atas selimut yang memang biasa untuk alas mereka tidur. Elen mendudukkan diri di samping Mamanya yang meringkuk membelakangi mereka. Gavin pula juga ikutan duduk di samping kaki Vanya.

HER LIFE - END (OTW TERBIT)Where stories live. Discover now