BAB 04 | I'm Gonna Marry Him

346 34 2
                                    


Happy reading!

•••

Tiga hari berlalu sejak kejadian memalukan di bandara. Yaya kini goleran di atas kasurnya sambil memeluk boneka beruang kesayangannya. Karena berada di dalam rumah, rambut cokelat tua sebahunya terpampang jelas. Bibir tipis itu mengerucut sebal dengan pandangan kesal tertuju pada gadis berkacamata bulat yang kini sedang menggulir layar ponsel.

"Gila, Ay! Pulang dari Korea langsung dapat calon suami perfect begini. Pakai dukun mana lo? Bolehlah rekomendasiin ke gue," ujar sahabat karibnya sekaligus seorang psikolog. Bianca Ying Hartanto.

"Berisik! Enteng banget lo bilang begitu. Gak tahu aja apa ya kalo gue hampir aja merengang nyawa karena dibuat kaget beruntun," ketus Yaya melempar bantal di sebelahnya pada Ying.

Tentu saja gadis berdarah Tiongkok itu menghindar cepat. Tidak membuatnya berhenti dari kegiatan scrolling sosmed. Tanpa menoleh, Ying membalas ucapan Yaya.

"Tapi, kok bisa ya nenek kalian sebelum meninggal malah ninggalin wasiat begitu? Apa jangan-jangan udah berfirasat beberapa tahun ke depan kalian lahir?" Ying mengerutkan keningnya sesaat, menatap lamat foto dari feed Instagram seseorang. "By the way, namanya Halilintar?"

"Iya." Yaya menelentangkan tubuhnya dan memandang langit-langit kamar. "Gue juga nggak ngerti. Tapi, baik ibu atau ayah juga belum pernah ngomongin tentang perjanjian pernikahan tersebut. Menurut lo gue harus turutin atau gimana, Ying?"

"Tanya hati lo sendiri."

Tanya hati ya, gumamnya dalam hati.

Kalau boleh jujur sebenarnya dia tidak masalah dengan perjodohan ini. Selama ini fokus utamanya adalah karir sehingga tak pernah sedikitpun memikirkan soal pasangan hidup. Bahkan, pernah sekali ia berkeinginan untuk hidup sendiri menikmati hasil jerih payahnya dengan damai.

Akan tetapi, semua itu berubah. Tepat di hari kepulangannya ke tanah air tiba-tiba saja Yaya dikabari bahwa dia akan dijodohkan. Hal tersebut mengejutkan dirinya yang kala itu baru selesai di rawat di rumah sakit karena pingsan. Yaya kira ucapan tunangan yang dilontarkan pria bernama Halilintar itu hanya guyonan belaka. Lelucon yang sengaja dibuat keluarga demi sambutan untuknya.

Namun saat ia kembali ke rumah, betapa kagetnya Yaya menemukan dua orang pria dewasa selain keluarganya. Mereka adalah orang yang sama dengan di rumah sakit.

Manik cokelat madunya memandang canggung kedua orang tersebut. Apalagi senyum dari pria yang lebih tua. Yaya menaksir usia pria itu berkisaran antara enam puluh sama tujuh puluh tahunan. Meski begitu, beliau tampak bugar dan karismanya tak lekang oleh zaman.

Kali ini lirikan mata Yaya beralih pada pria satunya lagi. Walaupun tidak begitu muda, tapi postur tubuh serta auranya amat kuat. Entah kenapa, keduanya mengingatkan Yaya pada seseorang.

"Yaya, kamu pasti terkejut dengan kedatangan kami bukan?"

"Eh?"

"Sebelum itu, perkenalkan saya Amato dan ini adalah ayah saya, Aba Kusuma." Begitulah ucap pria bernama Amato dengan senyum tipisnya.

Saat itu Yaya hanya dapat mengangguk kaku sambil mengulas senyuman. Ia tidak tahu harus berkata apa dan membiarkan seluruh pembicaraan diserahkan pada kedua orang tuanya.

Awalnya topik yang dibahas seputar bisnis, lalu berubah haluan menjadi kegiatan sehari-hari. Baik Amato atau pun Kusuma berbincang lugas menceritakan keseharian mereka juga para anak laki-laki dari keluarga mereka. Sebagai seorang pengamat, Yaya mendapat beberapa informasi perihal para pria keluarga Cakrawala.

Amato mempunyai tiga anak kembar yang sudah dewasa. Mereka memiliki kesibukan masing-masing hingga jarang sekali berkumpul bersama. Namun, dibalik itu semua ada nada bangga dalam setiap kata yang keluar dari bibir Amato maupun Kusuma. Salah satu anak kembarnya bernama Halilintar yang saat ini memegang alih perusahaan pusat.

Don't Bothering Me, Husband!Where stories live. Discover now