12. Takdir Terbaik

9K 681 32
                                    

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤHilmi tersenyum kecil saat melihat orang tuanya dan Hakim berjalan mendekat

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.


ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
Hilmi tersenyum kecil saat melihat orang tuanya dan Hakim berjalan mendekat. Hari ini adalah hari kelulusan Hilmi. Bunda langsung memeluk Hilmi erat dan mengucapkan selamat. Bergantian dengan ayah dan Hakim.

"Selamat Bang." Ucap Hakim diangguki Hilmi,

"Kita langsung pulang aja ya. Aku cape." Ujar Hilmi,
"Kita makan dulu ya." Ajak bunda,
"Di rumah aja Bun, aku beneran cape. Pengen tidur."

Bunda menoleh ke arah ayah dan diangguki ayah.

Ini sudah lima bulan sejak Hilmi menangis di pelukan bunda. Dan selama itu juga Hilmi lebih banyak diam, jarang keluar rumah jika tidak sedang kuliah, tidak lagi membantu ayah di waktu senggang. Dia benar-benar hanya diam di kamarnya.

"Abang mau hadiah apa?" Tanya bunda,

Hilmi terkekeh pelan, "kaya anak kecil aja, Bun. Lulus dikasih hadiah."

"Ya biarin, Abang kan tetap anak kecil buat Ayah Bunda."

"Kalo Hakim mau mobil boleh ga Bun?" Sahut Hakim,
"Kamu judul aja belum acc, udah mikir minta hadiah." Jawab bunda membuat yang lain terkekeh,

Saat di perjalanan, mereka mampir di sebuah masjid karena adzan dzuhur sudah berkumandang.

Hilmi selesai sholat terlebih dahulu, menunggu orang tuanya dan Hakim di serambi masjid. Tiba-tiba seorang bapak-bapak duduk di sebelahnya lalu memakai kaos kakinya.

"Mas wisuda hari ini ya?" Tanyanya,

Hilmi menoleh lalu tersenyum dan mengangguk, "iya Pak. Kok tau?"

"Tadi saya lihat toga yang Mas pegang."

Hilmi ber oh ria dan kembali mengangguk takzim.

"Semoga ilmunya bermanfaat ya. Kalo bukan buat orang lain, minimal buat diri sendiri. Kalo bukan sekarang, semoga besok lusa dan masa yang akan datang." Ucapnya lagi sambil tersenyum lalu berdiri setelah selesai memakai sepatu dan menepuk sedikit celananya.

"Terima kasih, Pak." Jawab Hilmi juga tersenyum.

Bapak itu mengangguk lalu pergi dan meninggalkan Hilmi.

"Siapa Bang?" Tanya Hakim duduk di sebelahnya lalu mengambil sepatunya.
"Ga tau."

Hakim mengangguk, "Hakim mau tebak sesuatu boleh ga?"

Hilmi menoleh mengerutkan keningnya.
"Tebak apa?"

"Abang galau karena Mba Laila kan?" Tebak Hakim tepat sasaran.

"Hakim ga tau cerita lengkapnya kaya gimana. Tapi, Abang ga bisa terus murung kaya gini, udah mau setengah tahun lho Bang. Bukannya sok tau, tapi kalo Hakim lihat, Abang ini bukan gagal move on, tapi ga mau move on." Ucap Hakim lagi,

HiLalDonde viven las historias. Descúbrelo ahora